Teknik Dasar Pengolahan Makanan
2.1 Pengertian Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan yaitu membuat bahan makanan
yang mentah menjadi matang melalui proses pemanasan. Secara definisi pengolahan
makanan dapat diartikan sebagai sebuah proses panas pada makanan sehingga
menjadi lebih enak, mudah dikunyah dan mengubah bentuk dan penampilan dari
bahan makanan itu, serta mematikan bakteri yang merugikan kesehatan.
Pengolahan
makanan merupakan salah satu proses penerapan panas dari bahan mentah menjadi
matang dengan cara yang sesuai untuk setiap bahan dasar dengan tujuan tertentu.
Oleh karena itu, proses memasak hanya berlangsung selama panas mengenai bahan
makanan. Untuk mengolah sebuah mengolah makanan sesuai dengan tujuannya, dikenal
beberapa teknik mengolah makanan.
2.2 Penerapan Teknik Dasar
Teknik dasar pengolahan makanan adalah
mengolah bahan makanan dengan berbagai macam teknik atau cara. Adapun teknik
dasar pengolahan makanan dibedakan menjadi 2 yaitu, teknik pengolahan makanan
panas basah ( moist heat ) dan teknik pengolahan panas kering ( dry heat
cooking ).
2.3 Teknik Pengolahan Makanan Panas Basah ( Moist Heat Cooking )
Teknik pengolahan makanan panas basah adalah
mengolahan makanan dengan bantuan cairan. Cairan tersebut dapat berupa
kaldu (stock), air, susu, santan dan bahan lainnya. Teknik pengolahan makanan
panas basah ini memiliki berbagai cara di
antaranya
:
A. Teknik Boilling
Boiling adalah mengolah bahan makanan dalam cairan yang sudah
mendidih pada temperatur 212˚F (100˚C). Peralatan yang di gunakan adalah
boiling pan. Untuk melakukan teknik boiling ada syarat tertentu yang harus
dipenuhi , yaitu sebagai berikut :
1) Cairan
harus mendidih.
2) Alat
perebus disesuaikan dengan cairan dan jumlah bahan makanan yang diolah.
3) Alat
perebus harus ditutup agar menghemat energi.
4) Buih
yang ada diatas permukaan harus dibuang untuk mencegah bersatunya kembali dalam
cairan supaya tidak memengaruhi mutu makanan.
Teknik boiling dapat dilakukan pada beberapa bahan makanan
seperti, daging segar, daging awet, telur, pasta, sayuran, dan tulang. Perlu
diingat sifat-sifat zat makanan yang terdapat di dalam bahan makanan agar
vitamin tidak banyak terbuat
B. Teknik Poaching
Selain teknik boiling, dikenal juga teknik poaching dalam
pengolahan makanan. Poaching adalah merebus bahan makanan dibawah titik didih
dalam menggunakan cairan yang terbatas jumlahnya. Temperatur yang digunakan
sekitar 160-180˚F atau 71-82˚C. Untuk melakukan poaching, perlu memperhatikan
syarat berikut ini :
1) Suhu
poaching dibawah titik didih berkisar 85˚C – 95˚C.
2) Cairan
yang digunakan sesuai dengan banyaknya bahan makanan.
3) Makanan
harus tertutup dari cairan.
4) Peralatan
untuk poaching harus bersih dan tidak luntur.
Teknik dasar pengolahan poaching , dapat dilakukan untuk
mengolah berbagai jenis makanan seperti daging, unggas, otak atau pankreas
binatang, ikan, buah-buahan, dan sayur.
C. Teknik
Braising
Teknik braising adalah teknik merebus bahan makanan dengan
cairan sedikit, kira-kira setengah dari bahan yang akan direbus dalam panci
penutup dan api kecil secara perlahan- lahan. Untuk melakukan teknik
braising, perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :
1) Teknik
merebus dalam cairan yang sedikit.
2) Bahan
yang diolah harus dipotong rapi dan sama besarnya.
3) Dalam
pengolahan daging daging, caranya memasukan daging dalam braising pan,
lalu siram dengan kaldu secukupnya, jangan sampai terendam seluruhnya.
4) Jika
menggunakan sauce pan, caranya cairkan mentega dalam sauce pan, lalu masukkan
daging dan balik hingga warnanya kecoklatan. Untuk sayuran aduk sambil dibolak
– balik.
5) Jika
proses pengolahan dalam oven, braising pan ditutup rapat dan masukan dalam
oven.
Apabila diolah diatas kompor (perapian), posisi braising pan
tertutup. Syarat - syarat menggunakan teknik braising ,yaitu sebagai berikut :
· Teknik
ini cocok menggunakan daging bagian paha.
· Daging
disaute dengan mentega hingga warnanya kecoklatan.
· Cairan
pada proses braising dipakai untuk saus pada saat menghidangkan.
· Selama
proses braising berlangsung, boleh ditambah cairan bila telah
berkurang.Stewing
Stewing (menggulai) adalah mengolah bahan
makanan yang terlebih dahulu ditumis bumbunya, dan direbus dengan cairan
yang berbumbu dengan api sedang. Pada proses stewing ini, cairan yang
dipakai yaitu susu, santan, dan kaldu. Cairan dapat dikentalkan sebelum atau
selama proses stewing berlangsung. Dalam pemberian garam, sebaiknya dimasukkan
pada akhir stewing, karena dalam daging dan sayur sudah terkandung garam. Untuk
mengolah makanan dengan teknik ini, perlu memperhatikan beberapa hal,
diantaranya sebagai berikut :
1) Daging
harus diblansir terlebih dahulu dalam air mendidih, agar kotorannya hilang.
2) Potongan
bahan disesuaikan dengan jenis yang akan diolah.
3) Saus
untuk stewing dikentalkan dengan memakai tepung maizena.
4) Pengolahan
daging dengan teknik ini harus sering diaduk, sedangkan pada ikan mengaduknya
hati-hati karena ikan mudah hancur.
D. Steaming
Steaming adalah memasak bahan makanan dengan uap air mendidih.
Bahan makanan diletakkan pada steamer atau pengukus, kemudian uap air panas
akan mengalir ke sekeliling bahan makanan yang sedang dikukus. Untuk melakukan
teknik ini perlu memperhatikan beberapa syarat berikut :
1) Alat
pengukus harus dipanaskan terlebih dahulu diatas air hingga mendidih dan
mengeluarkan uap.
2) Kapsitas
alat pengukus harus disesuaikan dengan jumlah bahan yang dikukus.
3) Makanan
harus dibungkus apabila tidak membutuhkan sentuhan uap air langsung.
4) Air
untuk mengukus harus mencukupi. Jika air kukusan habis, makanan yang dikukus
akan beraroma hangus.
5) Untuk
hasil yang baik, waktu pengukusan harus tepat.
E. Simmering
Simmering (merebus dengan api kecil) Teknik simmering ini adalah
teknik memasak bahan makanan dengan sauce atau bahan cair lainnya yang
dididihkan dahulu baru api dikecilkan di bawah titik didih dan direbus lama,
dimana dipermukaannya muncul gelembung – gelembung kecil. Temperatur panas
sekitar 185 - 205˚F atau 85 - 96˚C.
F. Blanching
Blanhcing adalah memasak makanan dengan cepat. Blanching
biasanya dilakukan dengan air panas tetapi bisa juga dengan menggunakan minyak
panas. Makanan yang telah di-blanching harus disiram dengan air dingin, untuk
menghentikan proses pemasakan lebih lanjut. Tujuan blanching adalah
membuang kulit atau bagian luar yang tidak perlukan, memudahkan membuang
kotoran yang melekat pada bahan, membuat tekstur bahan makanan menjadi lebih
kental, membunuh atau menghentikan reaksi enzim makanan.
2.4 Teknik Pengolahan Panas Kering (Dry Heat Cooking)
Teknik pengolahan panas kering ( dry
heat cooking ) adalah mengohah makanan tanpa bantuan cairan.
Misalnya deep frying, shallow frying, roasting, baking, dan grilling.
A. Deep
Frying
Deep Frying adalah metode menggoreng dengan minyak
berjumlah banyak sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam
minyak panas. Deep frying diklasifikasikan ke dalam metode memasak kering sebab
tidak ada air yang digunakan dalam proses memasak tersebut. tehnik ini biasa di
lakuin kalau kalian mau mendapatkan makanan dengan matang yang optimal dan sebaiknya dilakukan seketika makanan
akan dihidangkan.
Terdapat 4 (empat) style deep fat
frying yang popular, yaitu cara Perancis, Inggris, Orly, dan
menggoreng polos.
1) Cara Perancis
(A’la Fraincaise, French Style)
Teknik ini meliputi sebagai berikut :
a. Pertama-tama
bahan makanan dimarinade lalu dilapisi dengan tepung terigu atau
maizena.
b. Kemudian,
goreng di dalam minyak yang banyak dan panas.
Contoh masakannya seperti : fried
chicken dan udang tepung goreng.
2) Cara Inggris
(A’la Englaise, English Style)
Teknik ini meliputi sebagai berikut :
a. Bahan
makanan dimarinade dalam bumbu lalu tiriskan. Jika untuk
membuat kulit lumpia, kulit lumpia diisi ragout.
b. Mencelupkan
dalam putih telur, kemudian dalam tepung panir (bread crum).
c. Kemudian,
goreng didalam minyak yang banyak dan panas.
Contoh masakannya seperti : lumpia, risoles, fish
of menire.
3) Cara Orly
(Orly Style)
Teknik ini meliputi sebagai berikut :
a. Makanan
yang akan digoreng, dicelupkan kedalam adonan frying better (cairang
berbentuk liquid).
b. Kemudian,
langsung digoreng dalam minyak panas.
Contoh masakannya seperti : tempura, pisang
goreng, fruit fritter.
4) Cara
menggoreng polos
Teknik ini meliputi sebagai berikut :
a. Bahan
makanan dibersihka, lalu dimarinade bisa dengan bumbu ataupun
tidak.
b. Kemudian,
langsung digoreng didalam minyak yang banyak dan panas.
Contoh masakannya seperti : ayam goreng, ikan
goreng, udang goreng, kerupuk, dan keripik.
B. Shallow Frying
Shallow Frying teknik memasak bahan
makanan dalam jumlah kecil dengan menggunakan sedikit lemak dalam wajan datar
dengan temperatur antara 150-170 derajat Celcius. Bahan makanan yang dimasak
dengan shallow frying harus dalam ukuran kecil, lunak dan memiliki kualitas
yang baik. Untuk melakukan teknik ini, perlu memperhatikan beberapa syarat,
yaitu sebagai berikut :
1) Dalam menggoreng, menggunakan minyak goreng
berbentuk cair : minyak kelapa, minyak salad, minyak jagung, atau minyak
zaitun.
2) Selama proses menggoreng, menggunakan minyak
yang sedikit.
3) Saat menggoreng, pastikan minyak telah panas
sesuai dengan suhu.
4) Proses menggoreng dilakukan dengan cepat
Terdapat 2 (dua) cara dalam pengolahan shallow
frying, yaitu pan frying dan saute. Pan
frying merupakan cara menggoreng dengan minyak sedikit dan mempergunakan
frying pan. Makanan yang dimasak dengan cara ini, antara lain telur mata sapi,
daging, omelete, scrambled eggs. Saute adalah mengolah bahan
makanan dengan minyak sedikit sambil diaduk dan dilakukan secara cepat. Teknik
ini sering dilakukan pada masakan Cina, dan dipakai sebagai teknik penyelesaian
pada sayuran kontinental. Pada pengolahan sayuran Indonesia disebut dengan
oseng-oseng (tumisan)
C. Roasting
Roasting Adalah teknik memasak dalam oven atau pemanggang dengan
menggunakan lemak atau minyak. Bahan makanan yang biasa di roasting adalah
daging, unggas dan beberapa jenis sayuran. Prinsip dari roasting ini adalah
membuat makanan menjadi kering dan matang. Namun Karena panasnya oven, banyak
lemak yang ada pada bahan makanan menjadi hilang sehingga diperlukan tambahan
lemak dalam proses pemasakannya. Bahan makanan di panggang dalam oven bersuhu
227 – 235 derajat celcius untuk menghasilakan makanan yang matang
dipermukaannya dan keluar aroma serta warnanya
D. Baking
Baking adalah cara memasak bahan makanan
dengan menggunakan oven tanpa menggunakan minyak atau air. Efek dari pemasakan
dengan teknik ini adalah sama dengan teknik kering lainnya tetapi tidak ada
penambahan minyak dalam makanan sehingga permukaannya menjadi crispy dan warna
yang lebih terkendali. Teknik ini biasanya digunakan untuk produk pastry dan
roti.
Untuk melakukan teknik ini perlu memperhatikan beberapa
syarat, yaitu sebagai berikut :
1. Sebelum
bahan makanan dimasukan, oven dipanaskan sesuai suhu yang dibutuhkan.
2. Makanan
didalam oven harus diletakkan dengan posisi yang tepat.
3. Selama
proses baking, suhu harus terus diperiksa.
4. Kualitas
makanan akan bergantung pada penanganan selama proses baking.
5. Sebelum
diangkat dari oven, periksa kembali makanan.
E. Grilling
Grilling adalah
proses memasak bahan makanan dengan menggunakan panas api yang tinggi dan
langsung. Sumber panas biasanya berada di bawah bahan makanan yang sedang
dimasak/panggang, bila sumber panas berasal di atas bahan makanan yang sedang
dimasak proses tersebut disebut “gratinating”. Istilah grilling banyak
dikenal di Eropa, sedangkan di Amerika istilah ini lebih dikenal dengan istilah
“broilling”.
Alat yang digunakan memasak disebut grill dan dilengkapi dengan
jeruji kawat. Jeruji ini berfungsi sebagai penahan bahan makanan yang sedang
dimasak/dipanggang, selain itu fungsi lainnya juga untuk membuat bagian yang
matang dan gosong berbentuk jeruji pula. Kegosongan inilah yang menjadi ciri
khas dan yang menunjukkan bahwa makanan tersebut adalah di grilled. Bila jeruji
kawat diganti dengan lempengan besi yang rata maka alat tersebut disebut grindle.
B. JENIS PERLAKUAN DALAM PROSES PENGOLAHAN
1. Suhu Tinggi
Ø Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam
pengolahan pangan.
Ø Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah
cara-cara pengolahan yang menggunakan panas.
Ø Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih
lunak, dan lebih awet.
Ø Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan
pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat
membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim.
Ø Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.
Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan
lamanya pemanasan.
Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu
pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.
2. Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan
pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu
kurang dari 1000C selama beberapa menit,
dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82
– 93 oC selama 3 – 5 menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau
buah dalam air mendidih selama 3 – 5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit.
Tujuan utama blansing ialah menginaktifan
enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase,
walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua
jenis enzim ini paling tahan terhadap panas.
Blansing biasanya dilakukan terhadap
sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.
Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan
buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu :
a. Membersihkan bahan dari kotoran dan
mengurangi jumlah mikroba dalam bahan
b. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari
dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan
memperoleh keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng.
c. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman,
agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah
d. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak
dikehendaki
e. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis
sayur-sayuran
f. Memperbaiki warna produk antara lainmemantapkan warna hijau sayur-sayuran.
Cara
melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan
uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus
yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih. Sayur-sayuran
atau buah-buahan yang akan diblansing dimasukkan ke
dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu blansing
biasanya mencapai 82 – 83oC selama 3 – 5
menit. Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari
panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan
untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah
dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam
dandang yang berisi air mendidih.
3. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses
pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba
patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri,
diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba,
sehingga bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan
yang singkat.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
a.
Membunuh
semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri
patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat
b.
Memperpanjang
daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim.
Mikroba terutama mikroba non patogen dan
pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak.
Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama. Contohnya : susu yang sudah
dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari,
sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu
untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara
pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan. Pasteurisasi biasanya
dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100
˚C. Contohnya:1). Pasterurisasi susu dilakukan
pada suhu 61 – 63 0C selama 30 menit; 2). Pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 0C selama 15 – 30 menit.
Pasteurisasi pada sari buah dan sirup
dapat dilakukan dengan cara “hot water bath”.
Pada cara “hot water bath”, wadah yang telah diisi dengan bahan dan
ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi
dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0 cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian air
dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 0C ( 71 – 85 0C
), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah.
4. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua
mikroba beserta sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya
diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 ˚C atau ekivalennya ,
artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan
panas. Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng,
gelas) dan bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam
autoklaf akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan
dapat terjadi perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan. Untungnya
makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki
daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi
perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial . Biasanya
daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba,
tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat
reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial
umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan
berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani
seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti
buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk
mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan
racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng. Oleh karena itu spora
bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi
komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 ˚C selama 15 menit dengan
menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf. Tujuan
sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk
spora bakteri C. Botulinum.
5. Pendinginan
Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di
atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 -10 0C. Cara pengawetan
dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan
pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 - 24 0C. Pembekuan
cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 - 40 0C
(Winarno, 1993).
Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya,
sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau
kadang beberapa tahun.
Perbedaan lain antara pendinginan dan
pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di
dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat
membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari
penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri
pembusuk kemudian berjalan cepat kembali.Pendinginan dan pembekuan
masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan
sifat-sifat lainya.Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan
yang terlalu rendah.
6. Fermentasi
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan
adalah proses pengolahan panan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme
secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam
dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan
aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang
lebih baik (Winarno, 1993). Contoh-contoh produk pangan fermentasi
ini bermacam-macam; mulai dari produk tradisional (misalnya tempe, tauco, tape)
sampai kepada produk yang modern (misalnya salami dan yoghurt).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan
mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan, antara lain:
1. Proses fermentasi dapat
dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap mempertahankan (atau
sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik
produk pangan.
2. Karakteristik flavor dan
aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi dengan
teknik/metoda pengolahan lainnya.
3. Memerlukan konsumsi energi
yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
4. Modal dan biaya operasi
untuk proses fermentasi umumnya rendah, dan teknologi fermentasi umumnya telah
dikuasi secara turun temurun dengan baik.
7. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk
mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan
sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energy panas (Winarno,
1993). Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai 53 batas
sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.Keuntungan
pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih
kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan,
berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan
demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah.Kecuali itu, banyak
bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya
tembakau, kopi, the, dan biji-bijian.
Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan
juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di
keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat
fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya.Kerugian yang lainya juga
disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai,
misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan.Agar
pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di
keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang
terbentuk keluar dari daerah pengeringan.Penyedotan uap air ini daoat juga di
lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika
pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di
ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut.Factor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
8. Penggunaan Bahan Kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi
membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan
memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat
kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package
desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk
melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk
memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk
pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan
rasanya yang nyaman.
Berdasarkan Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 dengan revisi No. 1168/ Menkes/ Per/X/1999 menyatakan
bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).
C. PERUBAHAN AKIBAT PERLAKUAN DALAM
PROSES PENGOLAHAN
Berbagai Perubahan yang mungkin terjadi pada
komponen makro bahan pangan selama proses pengolahan pangan.
Komponen
Bahan
Pangan
|
Perubahan
yang Mungkin Terjadi
Selama
Proses Pengolahan Pangan
|
Protein
|
¨ Denaturasi
(karena panas) akan menyebabkan perubahan kelarutan, sehingga akan
mempengaruhi tekstur pada bahan pangan.
¨ Penyimpangan
flavor yang disebabkan karena oksidasi (dikatalisis oleh cahaya)
¨ Degradasi
enzimatik yang akan menyebabkan perubahan pada tekstur dan flavor (bisa
menyebabkan terbentuknya flavor pahit)
¨ Pembekuan
dapat menyebabkan protein mengalami perubahan konformasi dan kelarutannya.
|
Lipida
|
¨ Hidrolisis
enzimatik yang dapat menyebabkan terbentuknya off-flavor (seperti
terbentuknya flavor sabun (soapy) atau bau prengus (goaty))
tergantung jenis lipida yang ada.
¨ Menyebabkan
minyak goreng menjadi tidak baik untuk digunakan, mengalami perubahan sifat
fungsional dan sifat kristalisasinya.
¨ Oksidasi
asam lemak tidak jenuh yang akan menyebabkan flavor menyimpang (off flavor).
|
Karbohidrat
|
¨ Perlakuan
panas tinggi akan menyebabkan terbentuknya interaksi antara gula pereduksi
dan gugus amino yang akan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (menyebabkan
proses pencoklatan) dan perubahan flavor.
¨ Hidrolisis
pati dan gum dapat menyebabkan perubahan tekstur dari system pangan, beberapa
pati dapat didegradasi oleh enzim ataupun kondisi asam.
|
Vitamin
|
Tergantung dari jenis vitaminnya,
maka berbagai proses perubahan bisa terjadi (kerusakan/ kehilangan)jika
produk pangan mengalami proses pengolahan; terutama karena proses pemanasan,
pencahayaan, ataupun terekspos dengan udara (oksigen).
|