MELAKSANAKAN PRODUKSI OLAHAN UMBI- UMBIAN
Pengolahan umbi-umbian merupakan
kegiatan produksi dengan bahan dasar umbi-umbian yang dapat menghasilkan
berbagai jenis produk olahan setengah jadi maupun produk jadi seperti pasta
ubi, tape singkong, keripik umbi-umbian (keripik kentang, kerpik ubi jalar,
keripik talas), dan lain-lain. Pengolahan ini dimulai dari kriteria bahan yang
digunakan, proses pengolahan, pengemasan dengan pelabelannya, perencanaan
biaya, dan pemasaran. Dengan demikian, produk yang dihasilkan oleh peserta
didik harus dapat dijual.
1. Uraian Materi
Umbi-umbian adalah berbagain jenis
umbi (bangsa keladi dan sebagainya), dapat menjadi pengganti nasi di musim
paceklik (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Berbagai jenis umbi-umbian banyak
tumbuh di Indonesia
seperti kentang, ubi kayu/singkong, ubi jalar/ubi, talas, kimpul, garut,
gembili, dan suweg. Umbi-umbian ini banyak
mengandung karbohidrat, sehingga dapat digunakan
makanan pengganti nasi dengan indeks glikemik acid yang biasanya lebih rendah
dari pada beras/nasi. Selain dimakan dengan cara dikukus atau direbus,
umbi-umbian juga dapat dibuat berbagai olahan yang akan meningkatkan nilai
ekonomis bahan tersebut. Kegiatan produksi melalui beberapa tahapan,
di antaranya proses
pengolahan, pengemasan, perencanaan usaha,
dan pemasaran. Keempat
tahapan ini akan dipelajari dalam buku ini.
Umbi-umbian merupakan bahan hasil pertanian yang mudah rusak. Masa simpan
umbi-umbian seperti ketela pohon hanya berkisar antara 4-5 hari. Umbi ketela
yang disimpan yang melebihi masa simpannya akan menjadi hitam atau biru.
Sedangkan untuk ubi jalar,masa simpannya apabila dalam kondisi yang baik
berkisar antara 4-6 bulan. Selain dari masa simpannya, umbi-umbian biasanya
nilai ekonominya tidak terlalu tinggi.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan sehingga
masa simpan dan nilai ekonomisnya akan meningkat.
a.
Jenis Olahan Umbi-Umbian
1.
Pembuatan
Aneka Keripik
Indonesia sangat terkenal
dengan makanan tradisional. Berbagai jenis
makanan tradisional telah diproduksi dengan teknik yang sangat sederhana dan
dalam skala rumah tangga atau diproduksi untuk kebutuhan tingkat keluarga.
Salah satu produk makanan tradisional yang sangat populer
dan banyak digemari, di antaranya adalah
keripik.
Kata keripik memberikan “image” bahwa
makanan tersebut merupakan makanan kering yang memiliki
tekstur renyah. Jenis dan kenampakan
keripik bermacam-macam, masing-masing memiliki cita rasa yang spesifik,
tergantung dari jenis bahan dasar/bahan baku yang digunakan. Pemberian nama
keripik biasanya melekat dengan nama bahan dasar yang digunakan, sebagai contoh
: keripik pisang, keripik singkong dan keripik ubi. Pada awal mulanya, keripik
hanya dikonsumsi untuk
kalangan tertentu, diolah
secara konvensional dan bahan dasar yang digunakanpun terbatas jenisnya. Lain
halnya dengan saat ini, keripik telah diangkat menjadi produk makanan yang
diolah secara “fabrikasi” dan pemasarannya hingga ke manca negara. Telah
ditemukan pula teknik- teknik pembuatan keripik yang praktis
dengan kualitas hasil yang tidak mengecewakan. Selain itu, bahan
dasar yang digunakan juga lebih beraneka ragam.
Walaupun teknologi terus berkembang, pada dasarnya untuk mendapatkan keripik
yangmemiliki kandungan pati tinggi. Sedangkan rasa gurih, manis atau yang
lain dapat dimunculkan dengan menambahkan bumbu-bumbu ke dalamnya.
Karakteristik Bahan
Bahan baku/bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan
keripik sangat menentukan ke-khas-an dari
keripik yang dihasilkan. Berdasarkan sifat khas keripik, dikenal ada dua jenis
keripik. Jenis pertama, adalah jenis keripik yang menghendaki adanya
pengembangan/pembengkakan pada produk yang dihasilkan. Sedang jenis kedua,
cenderung untuk tidak terjadi pengembangan. Contoh keripik yang tergolong jenis
pertama adalah keripik kentang, yang tergolong
jenis kedua adalah
keripik talas, keripik
singkong dan keripik pisang. Pada dasarnya kedua jenis
keripik tersebut dibuat dari bahan- bahan yang memiliki kandungan pati tinggi.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan
a glikosidik. Jenis dan sifat
pati sangat dipengaruhi oleh panjangnya rantai
C dan bentuk rantainya, yaitu lurusatau bercabang. Pati memiliki dua
fraksi, yaitu fraksi amilosa yang larut dan fraksi amilopektin yang tidak larut. Sifat
pati, apabila ditambah air dan dipanaskan pada suhu 55-65°C akan mengalami
pembengkakan/pengembangan. Proses
pengembangan/pembengkakan granula pati dapat terus terjadi hingga granula pati pecah. Pada kondisi
ini, granula pati mengembang secara
maksimal. Akibatnya, granula pati mengalami perubahan sifat, yaitu tidak dapat kembali lagi pada kondisi
semula. Perubahan pada pati ini disebut gelatinisasi.
Berkaitan dengan teknik pembuatan keripik, prinsip
gelatinisasi digunakan sebagai prinsip dasar pada pembuatan keripik kentang.
Karena itu, kesempurnaan proses gelatinisasi sangat mempengaruhi kualitas
keripik kentang yang dihasilkan. Seperti telah dijelaskan, bahawa keripik
dibuat dari bahan yang memiliki kandungan pati tinggi. Karena itu, kelompok
umbi-umbian dari suatu hasil pertanian ternyata masih dominan digunakan sebagai
bahan dasar dalam pembuatan keripik. Jenis umbi-umbian tersebut dapat berupa umbi
dari akar sejati, seperti ubi kayu/ketela pohon/singkong atau umbi yang
merupakan perubahan dari batang, seperti kentang, ubi jalar dan talas. Setelah umbi-umbian, berikutnya adalah kelompok
buah-buahan. Jenis buah-buahan tertentu mulai dikembangkan untuk diolah
menjadi keripik. Buah-buahan tersebut
di antaranya adalah
pisang, nangka dan nenas.
Untuk mendapatkan kandungan pati yang optimal
pada masing-masing bahan
dasar yang digunakan dalam pembuatan keripik, perlu dipilih bahan dasar yang
dipanen pada kondisi tua optimal. Hal ini mengacu pada proses pertumbuhan yang
terjadi pada tanaman bahwa, bahan hasil pertanian yang dipanen pada kondisi tua
biasanya mengandung zat-zat makanan yang optimal. Proses pertumbuhan sel pada
bahan tersebut mencapai tahap pembesaran sel yang sempurna dan menuju tahap
pematangan (maturation) .
Faktor lain yang perlu diperhatikan pada bahan
dasar/bahan baku keripik, yaitu adanya
sifat “browning” dan kandungan getah yang tinggi pada bahan tertentu. “ Browning”
atau proses pencoklatan pada bahan
kadang-kadang dikehendaki dan kadang-kadang pula dihindari. Pada pembuatan
keripik, “browning” termasuk tidak
dikehendaki, karena dapat menimbulkan warna gelap pada keripik yang dihasilkan.
“Browning” biasanya terjadi pada
bahan, seperti : kentang dan pisang
yang terluka jaringnnya akibat dipotong, dikupas atau perlakuan mekanis lainnya.
Bedasarkan faktor penyebabnya, “browning” dikelompokan menjadi
2 (dua), yaitu “browning”
enzimatis dan “browning” non enzimatis. “Browning” enzimatis terjadi
karena adanya reaksi
oksidasi pHenol
atau poliphenoldi mana enzim phenolase yang terkandung dalam bahan
berfungsi sebagai katalisator. “Browning”
enzimatis dapat dicegah dengan cara merendam bahan dalam air atau dengan
perlakukan blanching. Sedangkan “browning” non enzimatis, dapat
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : rekasi
gula reduksi dengan asam amino, destruksi
asam atau karamelisasi gula akibat suhu tinggi.
Getah sering dijumpai pada umbi-umbian tertentu dan
buah-buahan mentah yang digunakan dalam pembuatan keripik. Getah dapat
menimbulkan warna gelap pada bahan dan kadang-kadang juga menyulitkan dalam proses pengupasan. Karena itu untuk menghindari
terjadinya warna gelap, bahan hasil panen (sebelum diolah) perlu dibiarkan
beberapa saat.
2. Bahan Tambahan Makanan (BTM)
Dalam proses pengolahan, untuk
mendapatkan kualitas produk yang baik dapat dicapai melalui beberapa cara.
Salah satu cara yang telah umum digunakan, yaitu dengan menambahkan bahan
tambahan makanan ke dalam produk pada saat proses pengolahan berlangsung.
Bahan tambahan makanan (“Food additive”) yang dimaksud adalah
bahan-bahan yang ditambahkan dengan segaja ke dalam makanan dalam jumlah
sedikit dengan tujuan
untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita rasa, tekstur atau memperpanjang masa simpan bahan (F.G. Winarno, 1980).
BTM
yang diijinkan untuk digunakan harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a.
Dapat mempertahankan nilai gizi makanan,
b.
Tidak mengurangi zat-zat
essensial dalam makanan,
c.
Dapat mempertahankan/memperbaiki
mutu makanan,
d.
Bukan merupakan suatu upaya penipuan,
e.
Tidak membahayakan konsumen, dan
f.
Menarik konsumen.
Berkaitan dengan pembuatan keripik, untuk memperbaiki
warna, cita rasa dan tekstur (kerenyahan) dapat ditambahkan bahan-bahan
tambahan makanan sebagai berikut :
Ø Penambahan zat pewarna
Warna kadang-kadang ditambahkan pada
pembuatan keripik dengan tujuan untuk menambah daya tarik konsumen. Untuk
keripik-keripik yang bahan dasarnya sudah dapat memberikan warna menarik,
penambahan zat pewarna sebenarnya tidak perlu lagi. Namun, untuk
keripik-keripik yang bahan dasarnya belum dapat memberikan penambahan zar
pewarna.
Ada
dua jenis zat pewarna yang
digunakan, yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna buatan/sintetis.
Zat pewarna alami yang sering digunakan, yaitu kunyit (untuk warna kuning),
daun suji (untuk warna hijau). Zat pewarna alami
umumnya tidak menimbulkan efek negatif terhadap tubuh.
Karena itu penggunaan zat pewarna alami lebih dianjurkan. Pewarna buatan
banyak disukai , karena mudah dan praktis dalam penggunaannya. Namun
demikian, tidak semua zat pewarna makanan saja yang
diperbolehkan, itupun jumlahnya tertentu (sesuai aturan).
Pewarna makanan buatan/sintetis yang
diperkenankan dipergunakan di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Zat Pewarna Bagi Makanan dan Minuman yang Diijinkan di Indonesia.
Ø Penambahan Sulfur
dioksida (SO2)
Seperti telah dijelaskan, bahwa bahan
dasar tertentu yang digunakan dalam pembuatan keripik ada kemungkinan mengalami perubahan warna menjadi
coklat atau gelap
sebelum diproses lebih lanjut. Untuk menghindari
pencoklatan (“browning”) atau
mempertahankan warna asli bahan dasar,
maka pada bahan dapat
ditambahkan
sulfur dioksida (SO2). Hal ini
dikarenakan gugus bisulfit dapat berfungsi sebagai
inhibitor (penghambat) aktivitas enzim phenolase. Penambahan SO2 yang diijinkan adalah 350 – 600
ppm.
Ø Penambahan CaCO3 dan CaCl2
Kalsium (Ca) sering ditambahkan dalam bentuk CaCO3 atau CaCl2. Fungsi penambahan kalsium
adalah untuk memperkokoh jaringan bahan agar teksturnya menjadi lebih baik. Selama proses berlangsung, ion Ca akan bereaksi dengan pektin sehingga membentuk Ca-pektat. Dengan terbentuknya Ca-pektat, maka jaringan bahan menjadi
lebih keras. Selanjutnya, apabila bahan tersebut digoreng, maka tekstur akan
menjadi lebih renyah.
Ø
Penambahan anti oksidan
Keripik merupakan produk kering yang
mengandung minyak. Adanya minyak disebabkan karena di dalam proses pembuatan
mengalami tahap penggorengan menggunakan minyak. Salah satu
sifat yang menonjol pada produk berminyak, yaitu mudah mengalami kerusakan
akbiat terjadinya proses ketengikan yang disebabkan adanya reaksi oksidasi asam
lemak tidak disebakan adanya reaksi oksioksidasi asam lemak tidak jenuh yang
terkandung dalam minyak. Proses oksidasi dipercepat dengan adanya cahaya,
panas, logam berat (Cu,Fe,Co dan Mn) dan enzim lipooksidase. Proses ketengikan umumnya dapat dicegah dengan
cara memberi anti oksidan ke dalam bahan. Ada dua jenis anti oksidan, yaitu anti oksidan
alami dan anti oksidan buatan/sintetis. Beberapa jenis anti oksidan
alami, antara lain : tokoferol dan
asam askorbat. Sedangkan anti oksidan sintetis, yaitu : BHA, BHT, PG, dan
NDGA. Anti oksidan – anti oksidan tersebut mempunyai banyak ikatan rangkap
yang mudah dioksidasi sehingga dapat melindungi produk berminyak dari oksidasi.
Perendaman bahan ke dalam larutan CaCO3 atau CaC2 dikhususkan
untuk bahan-bahan yang memiliki struktur jaringan sel
yang lemah. Penambahan kalsium harus dilakukan secara hati-hati (sesuai dengan aturan). Penambahan kalsium yang
berlebihan dapat menimbulkan rasa pahit pada bahan.
Pada
pembuatan keripik kentang, proses gelatinisasi dilakukan dengan
cara mencelupkan irisan
kentang ke dalam
air bersuhu ± 80° C selama 3-5 menit atau
apabila penampakan seluruh
permukaan bahan menjadi bening. Proses gelatinisasi dapat diamati melalui
perubahan warna pati yang putih tiba-tiba menjadi bening
atau jernih pada suhu tertentu. Akibat dari gelatinisasi tersebut, air akan masuk ke dalam granula pati sehingga menyebabkan
pembengkakan/pengembangan pada pati. Kentang yang mengandung pati yang telah
tergelatinisasi tersebut selanjutnya dikeringkan. Proses
penbengkakan/pengembangan akan tampak lebih nyata pada saat bahan tersebut
digoreng.
3. Pengorengan
Proses pemasakan pada keripik dilakukan dengan cara penggorengan. Media penghantar panas yang digunakan adalah minyak sayur/goreng. Suhu penggorengan yang digunakan sangat bervariasi, tergantung dari jenis dan sifat pati yang terkandung pada bahan dan
kandungan air awal bahan.
Untuk menggoreng keripik ketela
pohon dan talas,
biasanya dibutuhkan suhu yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan keripik kentang dan keripik pisang.
Sedangkan pada umumnya suhu penggorengan adalah
177 - 221° C.
4. Penambahan bumbu
(Pembumbuan)
Guna mendapatkan aneka rasa keripik,
dapat ditambahkan bumbu- bumbu. Jenis dan bentuk bumbu-bumbu dapat disesuaikan
dengan selera. Ada bumbu-bumbu yang cenderung memberikan rasa asin dan ada pula yang manis.
Tahapan penambahan bumbu dapat
dilakukan pada saat bahan tersebut sebelum digoreng, selama bahan
dalam proses penggorengan atau bahan setelah digoreng. Bumbu yang ditambahkan
pada saat sebelum atau selama bahan digoreng, biasanya berbentuk cair. Hal ini
dimaksudkan agar bumbu dapat mudah meresap ke dalam bahan. Sedang, apabila
bumbu ditambahkan pada saat bahan telah digoreng, maka bumbu tersebut dalam
keadaan kering. Penambahan bumbu kering dilakukan dengan
menaburkan serbuk/bubuk bumbu
ke seluruh permukaan bahan.