KELAS DARING
KELAS
XI SEMESTER GENAP 2019 / 2020
SMK
NEGERI 2 BAGOR
NAMA KELAS : XI APHP
NAMA GURU : ARI AYUNANI, SPt
JUDUL MATERI : VERIFIKASI PENERAPAN HACCP
MATERI :
1. Prinsip
Verifikasi Penerapan HACCP
Adapun 7 Prinsip Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP) sebagai berikut:
- Menganalisa bahaya potensial yang meliputi Menidentifikasi bahaya potensial secara spesifik sesuai
standar, regulasi dan permintaan pelanggan, Mengidentifikasi
penyebab terjadinya bahaya potensial, Mengidentifikasi tingkat keakutan/keseriusan setiap bahaya
potensial, Mengidentifikasi tingkat resiko setiap bahaya
potensial, Mengidentifikasi tingkat signifikansi setiap bahaya potensial
dan Mengidentifikasi tindakan pencegahan/pengendalian bahaya.
- Menetapkan CCP yang meliputi Menetapkan CCP dengan diagram pohon keputusan sesuai standar
dilakukan pada setiap tahap produksi, dan Membuat penandaan CCP pada diagram alir proses produksi.
3.
Menetapkan batas kritis yang meliputi Mengidentifikasi batas kritis pengendalian bahaya setiap CCP, dan Mengidentifikasi parameter batas
kritis yang dapat dimonitor pada saat proses produksi oleh operator.
4.
Menetapkan
prosedur yang
meliputi Mengidentifikasi parameter
monitoring batas kritis, Mengidentifikasi
lokasi batas kritis, Mengidentifikasi
metode melakukan monitorirg, Mengidentifikasi
frekuensi monitoring batas kritis dan Mengidentifikasi personel yang melakukan monitoring.
5.
Menetapkan
rencana tindakan koreksi yang meliputi Mengidentifikasi
rencana tindakan koreksi bila batas kritis terlampaui, Mengidentifikasi
prosedur penanganan
produk yan tidak sesuai, dan Mengidentifikasi penanggung jawab
pelaksanaan tindakan koreksi.
6.
Menetapkan
prosedur verifikasi yang meliputi Mengidentifikasi kegiatan verifikasi untuk
menjamin bahwa setiap CCP terkendali, Mengidentifikasi validasi terhadap
Rencana HACC, Mengidentifikasi penanggung
jawab verifikasi CCP, dan Mengidentifikasi
prosedur verifikasi sistem manajemet keamanan pangan.
7.
Mengembangkan
dokumentasi dan memelihara rekaman yang meliputi Mendokumentasikan komitmen manajemen dalam dokumen rencana HACCP, Mengidentifikasi
Sistem dokumentasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) sesua standar
dan regulasi, Mengidentifikasi Dokumen
rekaman kegiatan setiap CCP (monitoring, koreksi dan verifikasi) dan Mengidentifikasi desain dokumen yang
mampu telusur.
2. Menganalisa Bahaya
Potensial
A.
Pengetahuan yang Diperlukan Dalam Menganalisa
bahaya potensial
- Bahaya potensial secara spesifik sesuai
standar, regulasi dan permintaan pelanggan
Bahaya merupakan bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi
yang dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap
konsumen. Menurut National Advisory Committee on Microbiological Criteria
for Foods NACMCF (1992) bahaya atau ”hazardd” didefinisikan sebagai
suatu sifat-sifat biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan
bahan pangan (makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
Bahaya (hazardd) dikelompokkan menjadi tiga jenis,
yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik (tabel 1). Bahaya-bahaya
tersebut dapat dikategorikan ke dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A
sampai F, seperti ditunjukkan pada tabel 2
Tabel 1. Jenis-Jenis Bahaya
Jenis Bahaya
|
Contoh
|
Biologi
|
Sel
Vegetatif : Salmonella sp, Escherichia coli
Kapang : Aspergillus, Penicillium, Fusarium
Virus : Hepatitis A
Parasit : Cryptosporodium sp
Spora
bakteri : Clostridium botulinum, Bacillus cereus
|
Kimia
|
Toksin mikroba,
bahan tambahan yang
tidak diizinkan, residu
pestisida, logam berat, bahan allergen
|
Fisik
|
Pecahan kaca,
potongan kaleng, ranting
kayu, batu atau kerikil, rambut, kuku,
perhiasan
|
Tabel 2. Karakteristik Bahaya
Kelompok
Bahaya
|
Karakteristik
Bahaya
|
Bahaya A
|
Produk-produk pangan
yang tidak steril
dan dibuat untuk konsumsi
kelompok beresiko (lansia, bayi, immunocompromised)
|
Bahaya B
|
Produk
mengandung ingridient sensitif terhadap bahaya biologi, kimia
atau fisik
|
Bahaya C
|
Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali yang secara
efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik
|
Bahaya D
|
Produk mungkin
mengalami rekontaminasi setelah
pengolahan sebelum pengemasan
|
Bahaya E
|
Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau
oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya
|
Bahaya F
|
Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan
atau di tangan kosumen atau tidak
ada pemanasan akhir atau tahap pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum
memasuki pabrik (untuk bahan baku) atau tidak ada cara apapun bagi konsumen
untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik
|
- Penyebab terjadinya bahaya potensial
a. Bahaya biologis
Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri
dari parasit (protozoa dan cacing), virus, dan bakteri patogen yang dapat
tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi
dan keracunan pada manusia.
Beberapa bakteri patogen juga dapat
menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh
manusia dapat menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi dimana toksin
sudah terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga merupakan keadaan
yang lebih berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan sudah dipanaskan
sebelum disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan bisa
menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah di dalam makanan.
b. Bahaya kimia.
Bahaya kimia pada umunya disebabkan oleh adanya
bahan kimia yang dapat menimbulkan terjadinya intoksikasi. Bahan kimia penyebab keracunan diantaranya
logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran tersebut berasal dari
cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan antibiotika. Terbentuknya
toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan jamur atau kapang penghasil toksin
juga termasuk dalam bahaya kimia. Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin
(mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang
dapat menghasilkan aflatoksin, patulin, okratoksin, dan zearalenon.
c. Bahaya fisik
Bahaya fisik terdiri potongan kayu, batu, logam,
rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar,
peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah makanan.
Meskipun bahaya fisik tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau
gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat sebagai pembawa atau carier
bakteri-bakteri patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan
yang akan dikonsumsi.
- Tingkat keakutan/keseriusan setiap bahaya
potensial
Keseriusan
bahaya dapat ditetapkan dengan melihat dampaknya terhadap kesehatan konsumen,
dan juga dampak terhadap reputasi bisnis.
Tingkat keparahan (severity) dikelompokkan
menjadi 3 tingkatan berdasarkan pengaruh bahaya yang terjadi terhadap kesehatan
konsumen, yaitu:
a. Low severity, yaitu
jika bahaya mengakibatkan gangguan kesehatan yang ringan atau dapat ditangani
sendiri hingga pulih.
b. Medium severity, yaitu
jika bahaya mengakibatkan gangguan kesehatan yang cukup berat sehingga
membutuhkan penanganan khusus (rawat inap) di rumah sakit.
c. High severity, yaitu
jika bahaya mengancam jiwa manusia atau mengakibatkan kematian setelah
mengkonsumsi produk
- Tingkat risiko setiap bahaya potensial
Istilah
resiko dalam HACCP
yang digunakan dalam
hal ini adalah
sebagai peluang kemungkinan suatu
bahaya akan terjadi.
Menurut MD, 1996, dalam
sistem keamanan pangan biasa ditetapkan berdasarkan kategori resiko,
yang secara sederhana dibagi dalam kelompok resiko tinggi, resiko sedang atau resiko rendah.
Pengkategorian ini kemudian dengan kombinasi dengan tingkat keakutan dapat menjadi dasar
menentukan signifikansi dari bahaya. Secara sederhana tingkat resiko dapat dikategorikan
seperti pada tabel 3. Pengkategorian ini berdasarkan
pertimbangan:
a. Apakah produk pangan mungkin mengandung dan atau
mendukung pertumbuhan patogen potensial ?,
b. Apakah produk akan mengalami proses pemanasan
tambahan ?,
c. Apakah
kondisi penyimpanan yang
akan datang akan
memberi peluang untuk pertumbuhan patogen atau kontaminasi
lebih lanjut ?,
d. Apakah populasi yang mengkonsumsi makanan khususnya
kelompok yang peka?
Tabel 3. Daftar kategori resiko produk pangan
5.
Produk-produk kategori I (Resiko Tinggi)
|
|
I
|
Produk-produk
yang mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau berkomposisi susu yang perlu direfrigrasi
|
II
|
Daging segar, ikan mentah dan produk-produk
olahan susu
|
III
|
Produk-produk
dengan nilai pH
4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam wadah yang ditutup secara hermetis
|
Produk-produk kategori II (resiko sedang)
|
|
I
|
Produk-produk
kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serelia atau yang berkomposisi/penggantinya dan produk
lain yang tidak termasuk
dalam regulasi hygiene pangan.
|
II
|
Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar.
|
III
|
Produk-produk
berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads,
mayones dan dressing.
|
Produk-produk kategori III
(resiko rendah)
|
|
I
|
Produk asam (nilai pH < 4,6) seperti acar, buah-buahan, konsentrat buah,sari buah dan minuman asam.
|
II
|
Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas.
|
III
|
Selai, marinade, dan conserves.
|
IV
|
Produk-produk
konfeksionari berbasis gula
|
V
|
Minyak dan lemak makan.
|
Tabel 4. Penetapan Kategori resiko
Karakteristik
Bahaya
|
Kategori
Resiko
|
Jenis Bahaya
|
0
|
0
|
Tidak mengandung
bahaya A sampai F
|
(+)
|
I
|
Mengandung satu bahaya B
sampai F
|
(++)
|
II
|
Mengandung dua bahaya B sampai F
|
(+ + +)
|
III
|
Mengandung tiga bahaya B
sampai F
|
(+ + + +)
|
IV
|
Mengandung empat bahaya B sampai F
|
(+ + + + +)
|
V
|
Mengandung lima bahaya B
sampai F
|
A+ (kategori khusus)
dengan
atau
tanpa bahaya B-F
|
VI
|
Kategori resiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A)
|
Berdasarkan National Advisory Committee on
Microbiol ogy Criteria for Food (1989), karakteristik hazardd bisa
dikelompokkan menjadi: Kategori VI: jika produk makanan mengandung hazardd A
atau ditambah dengan hazardd yang lain
Kategori V: jika produk makanan mengandung
lima karakteristik hazardd (B,C,D,E,F). Kategori IV: jika produk makanan
mengandung empat karakteristik hazard (antara B - F). Kategori III: jika produk
makanan mengandung tiga karakteristik hazardd (antara B - F). Kategori II: jika
produk makanan mengandung dua karakteristik hazardd (antara B - F). Kategori I:
jika produk makanan mengandung satu karakteristik hazardd (antara B - F).
Kategori 0: jika tidak terdapat bahaya (USDA, 1993).
- Tingkat signifikansi setiap bahaya potensial
Dengan menggabungkan peluang dengan berat
ringannya bahaya akan dapat ditetapkan tingkat RISIKO (SIGNIFIKANSI) bahaya
yang dinyatakan sebagai tinggi, sedang atau rendah. Pendekatan seperti ini
dapat digunakan untuk menetapkan jenis tindakan pengendalian yang harus
dimiliki di tempat dan semakin tinggi risiko bahaya, maka semakin tinggi pula
frekuansi pemantauan yang ditetapkan.
Dengan demikian bahaya yang ada dapat juga
dikelompokkan berdasarkan signifikansinya, seperti terlihat dalam tabel 5 di bawah
ini. Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan
peluang terjadinya (reasonably likely to occur) dan keparahan (severity) suatu
bahaya.
Tabel 5. penentuan
kategori risiko atau signifikansi bahaya
Tingkat
Keparahan (Severity)
|
||||
L
|
M
|
H
|
||
PeluangTerjadi
(Reasonably
likely to occur)
|
L
|
LL
|
ML
|
HL
|
M
|
LM
|
MM
|
HM*
|
|
H
|
LH
|
MH*
|
HH*
|
• Keterangan : L= low, M= medium, H =high
• * Umumnya dianggap signifikan dan akan
dipertimbangkan dalam penetapan
- Tindakan pencegahan/pengendalian bahaya
Bahaya biologis dapat dicegah dengan cara:
a. Mengukur temperature penerimaan bahan baku
b. Pemeriksaan bahan baku
c. Pengendalian atas sumber bahan
d. Mengenal supplier
Bahaya kimia dapat dicegah dengan cara:
a. Pengecekan label
b.
Pemakaian secukupnya
Bahaya fisik dapat dicegah dengan cara:
a. Mengenal supplier
b. Pemeriksaan fisik
B.
Keterampilan yang
Diperlukan dalam Menganalisa
bahaya potensial
1. Menidentifikasi bahaya potensial secara spesifik sesuai standar,
regulasi dan permintaan pelanggan
2. Mengidentifikasi penyebab
terjadinya bahaya potensial
3. Mengidentifikasi tingkat keakutan/keseriusan
setiap bahaya potensial.
4. Mengidentifikasi tingkat resiko setiap bahaya
potensial.
5. Mengidentifikasi tingkat signifikansi setiap
bahaya potensial.
6.
Mengidentifikasi
tindakan pencegahan/pengendalian bahaya.
C.
Sikap Kerja yang Diperlukan dalam Menganalisa
bahaya potensial
1. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi bahaya potensial secara spesifik
2. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi penyebab terjadinya bahaya potensial
3. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi tingkat keakutan/keseriusan setiap bahaya
potensial
4. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi tingkat resiko setiap bahaya potensial
5. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi tingkat signifikansi stiap bahaya potensial
6. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi tindakan/pengendalian bahaya
3.Menetapkan Ccp
A. Pengetahuan
yang diperlukan dalam menetapkan
CCP
1.
Menetapkan CCP dengan diagram pohon keputusan
sesuai standar dilakukan pada setiap tahap produksi
Critical Control Point (CCP) atau titik pengendalian kritis dapat
didefinisikan sebagai “Sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan
sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap
keamanan pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.”
Dengan kata lain, CCP adalah suatu titik,
prosedur atau tahapan dimana terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan
resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan pangan. Dengan demikian,
“Jika suatu potensi bahaya telah diidentifikasi pada suatu tahapan dimana
pengendalian diperlukan untuk menjamin keamanan produk, dan tidak ada upaya
pengendalian lain yang ada pada tahapan ini, maka produk atau proses tersebut
harus dimodifikasi pada tahapan tersebut atau pada tahap sebelum atau
sesudahnya agar potensi bahaya tersebut menjadi dapat dikendalikan.
Setelah diketahui adanya titik bahaya dalam
alur proses, selanjutnya dilakukan penentuan titik kendali kritis (TKK). Pada
tahap ini, semua tahapan proses diidentifikasi sehingga dapat ditentukan pada
tahapan proses mana bahaya yang ada akan dihilangkan atau dikurangi. Untuk
mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu TKK pada saat
pengendalian dilakukan. Penentuan TTK selalu dilakukan pada setiap proses,
mulai dari awal proses hingga di konsumsi. Pada setiap tahap tersebut,
ditentukan bahaya biologis, kimia, maupun fisik.
Penentuan titik kendali kritis dilakukan
dengan menggunakan diagram penentuan CCP. Penentuan CCP dilandaskan pada
penilaian tingkat keseriusan dan kecenderungan kemunculan potensi bahaya
tersebut.
Penentuan CCP juga didasarkan pada hal-hal
yang dapat dilakukan untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya
pada suatu tahap pengolahan. Pemilihan CCP dibuat berdasarkan pada :
1) Potensi bahaya yang teridentifikasi dan
kecenderungan kemunculannya. Hal ini dikaitkan dengan hubungannya terhadap
hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi yang tidak dapat diterima.
2) Operasi dimana produk tersebut terpengaruh selama
pengolahan, persiapan dan sebagainya.
3) Tujuan penggunaan produk.
Penentuan CCP dapat dibantu dengan
menggunakan pohon keputusan Penerapannya harus bersifat lentur, tergantung pada
situasi yang dihadapi. Proses identifikasi CCP sesungguhnya sangat dibantu oleh
pemahaman yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pohon
keputusan. Pemahaman ini sangatlah mendasar. Contoh CCP antara lain: pemasakan,
pengendalian formulasi, pendinginan atau pengemasan.
a) Pemasakan.
Bahan mentah yang digunakan sering kali mengandung patogen. Pengawasan pada
saat penerimaan merupakan titik pengendalian kritis, tergantung pada asal dan
penggunaan produk tersebut. Jika ada satu atau lebih tahapan selama pengolahan
(misalnya pemasakan) yang dapat menghilangkan atau mengurangi sebagian besar
potensi biaya biologis, maka pemasakan akan menjadi CCP.
b) Pengendalian
formulasi bisa menjadi CCP. Beberapa bahan baku mempengaruhi pH atau kadar Aw
makanan sehingga dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Serupa dengan hal
tersebut, penambahan garam menciptakan lingkungan yang selektif untuk
pertumbuhan mikrobia. Nitrit dalam jumlah yang cukup akan mencegah pertumbuhan
spora yang terluka karena panas. Dengan demikian, pada produk-produk tertentu,
konsentrasi garam yang cukup tinggi serta nitrit dapat dimasukkan sebagai CCP
dan diawasi untuk menjamin keamanannya.
c) Pendinginan
bisa menjadi CCP pada produk tertentu. Penurunan suhu secara cepat pada makanan
yang dipasteurisasi adalah proses sangat penting. Pasteurisasi tidak
mensterilkan produk namun hanya mengurangi beban bakteri hingga ke tingkat
tertentu. Spora yang dapat bertahan pada proses pasteurisasi akan tumbuh jika
proses pendinginan yang tidak tepat atau tidak cukup dingin selama penyimpanan.
pengemasan pangan siap santap sangat sensitif terhadap mikroba. Dengan
demikian, praktek-praktek higienis tertentu mungkin harus dianggap sebagai CCP.
Potensi bahaya yang tidak sepenuhnya menjadi
sasaran program pendahuluan akan ditinjau ulang dengan menggunakan pohon
keputusan HACCP pada tahapan proses dimana potensi bahaya tersebut berada. Pohon
keputusan memiliki 4 pertanyaan yang disusun secara berurutan dan dirancang
untuk menilai secara obyektif CCP yang ada dan tahapan proses mana yang
diperlukan untuk mengendalikan potensi bahaya yang telah teridentifikasi. Cara
penggunaan pohon keputusan serta pemahaman yang dibuat selama analisis harus
dicatat dan didokumentasikan. Lembar identifikasi CCP telah dikembangkan dari
pohon keputusan untuk mencatat seluruh informasi yang sesuai.
Formulir berisi informasi ini akan berfungsi
sebagai dokumen acuan dimana seluruh bahan baku dan tahapan proses dengan
potensi bahaya yang teridentifikasi dicatat dan didokumentasikan. Pekerja
pabrik dan pengawas akan dapat mengacu pada formulir ini ketika mengevaluasi
mengapa proses-proses tertentu tidak dimasukkan sebagai CCP. Pengendalian
bahaya dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya atau menguranginya sampai
batas aman. Sebagai contoh, pemasakan daging burger pada suhu 700C
selama dua menit untuk membunuh E. coli
dan patogen lain sebanding dengan suhu 750C dalam waktu sekejap.
Sterilisasi dapat membunuh mikroba patogen
kecuali Clostridium botulinum.
Selanjutnya dari hasil pengujian mikrobiologis diperoleh bahwa keberadaan
bakteri patogen menurun menjadi sepuluh koloni.
Berdasarkan batas kritis yang hanya 2 koloni,
berarti harus dilakukan perbaikan dalam proses sterilisasi. Batas kritis adalah
nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak
dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis dapat berupa bahan
mentah/baku, lokasi, tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus
spesifik, misalnya:
1. Tidak
adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/ baku.
2. Standar
higienis dalam ruangan pemasakan /dapur
3. Pemisahan
fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang untuk produk jadi/masak.
Jika keberadaan bahaya telah teridentifikasi
pada suatu tahap dan diperlukan pengendalian untuk mengatasi bahaya hingga ke
tingkat aman. Apabila tidak ada tindakan pengendalian pada tahap tersebut, atau
langkah lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap
tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya dengan memasukkan suatu
tindakan pengendalian.
Cara penggunaan pohon keputusan untuk
mengidentifikasi CCP adalah dengan menjawab pertanyaan secara berurutan.
Jawaban atau keputusan untuk masing-masing operasi pada
diagram proses dicatat pada lembar identifikasi CCP. Jawaban harus dikaitkan
dengan masingmasing penyebab potensi bahaya yang teridentifikasi. Pertanyaan Q1
: Apakah ada pengendalian yang telah dilakukan ? Bila jawabannya TIDAK, ikuti
panah selanjutnya. Apabila jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan kedua.
Pertanyaan 1 harus diinterpretasikan dengan baik oleh operator. Jawaban yang
diberikan dapat menentukan cara pengendalian potensi bahaya yang
teridentifikasi, baik pada tahap proses ini maupun pada tahap yang lain dalam
industri pangan tersebut. Jelaskan jawaban dalam kolom yang sesuai pada lembar
identifikasi CCP. Jika upaya pengendalian tidak ada (pada tahap ini maupun
tahap yang lain di dalam proses), maka tim HACCP dapat mengusulkan modifikasi
proses agar dapat mengendalikan potensi bahaya ini. Modifikasi ini harus dapat
diterima tim dan diterima oleh departemen dan atau perusahaan
Upaya pengendalian harus dijelaskan dalam
formulir “Potensi Bahaya yang Tidak Dikendalikan oleh Operator”.
Pertanyaan Q2 : Apakah tahap ini terutama dirancang untuk menghilangkan atau
mengurangi munculnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima ?
Bila jawabannya Ya berarti CCP dan bila jawabannya TIDAK, lanjutkan ke
pertanyaan ketiga. Adapun pengertian ”dirancang” adalah prosedur dirancang
secara khusus untuk mengatasi potensi bahaya yang teridentifikasi. Misalnya :
tahap sanitasi untuk membersihkan permukaan yang bersentuhan dengan produk.
Pertanyaan Q3: Mungkinkan kontaminasi dengan potensi bahaya yang
teridentifikasi ada pada konsentrasi yang berlebihan atau dapatkah meningkat
hingga ke tingkat yang tidak dikehendaki. Bila jawabannya tidak berarti bukan
CCP. Bila jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan keempat. Pertanyaan Q4 :
Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi bahaya yang teridentifikasi
hingga ke tingkat yang dapat diterima ? Bila jawabannya TIDAK berarti CCP dan
bila jawabannya YA berarti bukan CCP. Bila tahapan ini sudah dapat ditentukan
CCP atau bukan CCP, lanjutkan dengan pengamatan pada tahap selanjutnya dari
alur proses. Ulangi pertanyaan Q1 sampai Q4. CCP harus teridentifikasi secara
numerik dengan kategori « B », « C », atau « P » untuk potensi bahaya Biologis,
Kimia dan Fisik secara berturut-turut
Misalnya, jika CCP yang
pertama diidentifikasi akan mengendalikan potensi bahaya biologis maka CCP
tersebut harus ditulis sebagai CCP-1B. Jika CCP kedua mengendalikan potensi
bahaya kimiawi maka harus ditulis CCP-2C. Jika CCP yang kelima mengendalikan
baik potensi bahaya biologis maupun fisik maka harus ditulis sebagai CCP- 5BP,
dst. Cara identifikasi ini dikembangkan untuk mengidenifikasi CCP secara terpisah
dari penomoran tahapan proses dan dengan cepat memberikan informasi kepada
pengguna tentang model HACCP; potensi bahaya jenis apa yang harus dikendaikan
pada tahapan proses tertenu. Tahapan penentuan titik pengendalian kritis (CCP)
berisi 3 kegiatan utama :
1. Menggunakan pohon keputusan untuk mengidenifikasi
CCP dan mencatat hasil analisisnya
2. Mendaftar CCP pada sebuah dokumen berjudul Rencana
HACCP
3. Mengkaji ulang pengendalian potensi bahaya yang
telah diidentifikasi
Gambar 1. Diagram pohon keputusan penentuan CCP
2.
Membuat penandaan CCP pada diagram alir proses
produksi
Setelah
ditentukan/ditetapkan mana saja yang menjadi Critical Control Point
(CPP) dari keseluruhan tahapan proses, sebagai contoh gambar 2, maka kita dapat
membuat penandaan pada diagram alir proses produksi.
Input/
Tahap
Proses
|
Baha ya
|
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
CCP/Bukan
CCP
|
Penerimaan telur
|
B : Salmonella
|
Y
|
Y
|
CCP
|
||
Input
air dingin
|
B :
Koliform, E.coli
|
Y
|
N
|
N
|
Bukan
CCP
|
|
Pengayakan tepung
|
F :
Kawat, benda asing
|
Y
|
Y
|
CCP
|
||
Pembentukan adonan
|
B :
Mikroba (S. aureus)
|
Y
|
N
|
Y
|
Y
|
Bukan
CCP
|
Filling
|
B :
Mikroba (S. aureus dan
Salmonella)
|
Y
|
N
|
Y
|
N
|
CCP
|
Penyimpanan produk
|
B :
Mikroba (Salmonella)
|
Y
|
N
|
N
|
Bukan
CCP
|
|
Pemasakan
vla
|
B :
Mikroba (Salmonella)
|
Y
|
N
|
Y
|
N
|
CCP
|
B.
Keterampilan yang diperlukan
dalam menetapkan CCP
1.
Menetapkan CCP dengan diagram pohon keputusan sesuai standar dilakukan
pada setiap tahap produksi
2.
Membuat penandaan CCP pada diagram alir proses produksi
C. Sikap kerja yang diperlukan dalam menetapkan CCP
1.
Cermat dan teliti dalam menentapkan CCP dengan diagram pohon keputusan
2.
Cermat dan teliti dalam membuat penandaan CCP pada
diagram alir proses produksi
4.Menetapkan Batas Kritis
A.
Pengetahuan yang
diperlukan dalam Menetapkan batas kritis
1.
Batas kritis pengendalian bahaya setiap CCP
Batas
kritis
adalah suatu nilai
yang merupakan
batas antara
keadaan dapat diterima dan tidak dapat
diterima. Batas kritis ditetapkan pada setiap CCP yang telah ditentukan. Batas kritis tersebut harus
dipenuhi untuk menjamin bahwa CCP dapat
dikendalikan dengan baik.
Penetapan batas kritis merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan
berdasarkan referensi dan standar teknis serta observasi unit produksi. Batas kritis ini
tidak
boleh
terlampaui, karena batas-batas kritis ini sudah
merupakan toleransi yang menjamin bahwa
bahaya
dapat dikontrol.
Batas kritis dan kriteria untuk keamanan
pangan dapat ditetapkan oleh tim HACCP menggunakan informasi dari sumber
seperti:
a. standar peraturan dan pedoman,
b. survei penelitian yang dipublikasikan,
c. hasil percobaan (misalnya percobaan in-house, studi
laboratorium kontrak), dan
d. tenaga ahli (misalnya pihak berwenang dalam proses
thermal, konsultan, ahli gizi, ahli mikrobiologi, produsen peralatan,
sanitarian, akademisi).
2.
Parameter batas kritis yang dapat dimonitor pada
saat proses produksi oleh operator
Contoh parameter yang dapat menjadi batas kritis
Batas kritis harus berdasar ilmiah, untuk
setiap CCP harus ada setidaknya satu kriteria fisik atau kriteria kimia untuk
keamanan pangan yang harus dipenuhi. Batas kritis dapat didasarkan pada
faktor-faktor seperti:
a. Suhu
b. pH
c. Titratable acidity
d. Kelembaban
e. Tingkat Kadar Air
f. Waktu
g. Aktifitas Air (aW)
h. Konsentrasi garam
i. Dimensi fisik
j. Berat
k.
Viskositas
l. Penggunaan chlorine
m. Konsentrasi bahan pengawet
n. Informasi Sensorik seperti aroma dan visual
Dalam rangka untuk membantu keefektifan batas
kritis pada CCP, parameter ini harus:
a. Di tempat dan dapat dioperasionalkan
b. Terukur dan/ atau dapat diobservasi
B.
Keterampilan yang diperlukan
dalam Menetapkan batas kritis
1. Mengidentifikasi batas kritis pengendalian bahaya setiap CCP
2. Mengidentifikasi parameter batas kritis yang dapat dimonitor pada
saat proses produksi oleh operator
C. Sikap Kerja yang diperlukan dalam Menetapkan batas kritis
1. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi batas kritis pengendalian bahaya setiap CCP
2. Cermat dan
teliti dalam mengidentifikasi parameter batas kritis yang dapat dimonitor
pada saat proses produksi oleh operator
5. Menetapkan Prosedur Monitoring
A.
Pengetahuan yang
diperlukan dalam Menetapkan prosedur
- Parameter monitoring batas
kritis
Monitoring
dalam konsep HACCP adalah tindakan dari pengujian atau observasi yang dicatat
oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini untuk menjamin bahwa
critical limit tidak terlampaui. Untuk menyusun prosedur monitoring,
pertanyaan-pertanyaan siapa, apa, dimana, mengapa, bagaimana dan kapan harus
terjawab yakni apa yang harus dievaluasi, dengan metode apa, siapa yang
melakukan, jumlah dan frekuensi yang diterapkan. Pemantauan dapat berupa
pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan
suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim
HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta
hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
Pertanyaan
apa harus dijawab apa yang dimonitor, yaitu berdasarkan batas kritis yang
ditetapkan seperti suhu, waktu, ukuran dan sebagainya. Pertanyaan mengapa
dijawab dengan alasan bahwa tidak dimonitor apabila melampau batas kritis akan
menyebabkan tidak terkendalinya bahaya tertentu dan memungkinkan menyebabkan
tidak amannya produk. Pertanyaan dimana seharusnya dijawab pada titik mana atau
pada lokasi mana monitoring harus dilakukan. Pertanyaan bagaimana menanyakan
metode monitoring, apakah secara sensori, kimia, atau pengukuran tertentu.
Berikutnya adalah pertanyaan kapan dilakukan monitoring, idealnya minimal
dimana terjadi interupsi dalam aliran produksi, atau lot, atau data lain yang
menetapkan periode suatu monitoring. Terakhir adalah pertanyaan siapa yang
melakukan monitoring, idealnya adalah personil yang mempunyai akses yang sangat
mudah pada CCP, mempunyai keterampilan dan pengetahuan akan CCP dan cara
monitoring, sangat terlatih dan berpengalaman
Monitoring
batas kritis ini ditujukan untuk memeriksa apakah prosedur pengolahan atau
penanganan pada CCP terkendali, efektif dan terencana untuk mempertahankan
keamanan produk
- Lokasi batas kritis
Lokasi batas
kritis harus ditetapkan karena merupakan titik atau lokasi dimana harus
dilakukan monitoring. Lokasi batas kritis tentunya mengikuti titik pengendalian
kritis yaitu dapat berupa bahan mentah/baku, lokasi, tahap pengolahan, praktek
atau prosedur kerja. Sebagai contoh bila diidentifikasi titik pengendalian
kritis ada pada bahan baku, lokasi batas kritis berada di bagian penerimaan
bahan baku, begitu juga jika titik pengendalian kritis ada pada tahapan proses
yang lain misalnya penyimpanan produk akhir, maka lokasi batas kritis berada di
bagian penyimpanan produk jadi.
- Metode melakukan monitoring
Monitoring
dapat dilakukan dengan cara observasi atau dengan pengukuran pada contoh yang
diambil berdasarkan statistik pengambilan contoh. Ada lima cara monitoring CCP
:
a. Observasi visual
b. Evaluasi sensori
c. Pengujian fisik
d. Pengujian kimia
e. Pengujian mikrobiologi
Monitoring
idealnya harus memberikan informasi ini pada waktunya untuk tindakan perbaikan
yang dilaksanakan untuk mendapatkan kembali pengendalian dari proses sebelum
diperlukan penolakan produk. Data yang diperoleh dari pemantauan mesti dinilai
oleh orang yang ditetapkan/ditunjuk dengan pengetahuan dan kewenangan untuk
membawa tindakan perbaikan jika diperlukan. Jika pemantauan tidak terus
menerus, maka jumlah atau periode pemantauan harus cukup untuk menjamin CCP
berada dalam pengendalian.
Umumnya
prosedur monitoring untuk CCP perlu dilaksanakan dengan cepat karena mereka
berhubungan dengan kegiatan pengolahan dan waktu untuk analisa pengujian yang
lama. Pengukuran fisik dan kimia kerapkali lebih digunakan daripada pengujian
mikrobiologi karena mereka dapat dikerjakan dengan cepat dan kerapkali dapat
menunjukkan cara pengendalian mikrobiologi dari produk. Semua dokumen dan
pencatatan yang berhubungan dengan monitoring CCP harus ditandatangani oleh
seseorang yang melakukan monitoring dan oleh penanggung jawab
- Frekuensi monitoring batas kritis.
Suatu kegiatan monitoring (pemantauan) dapat dilakukan berulang-ulang
atau tidak tergantung dari jenis dan tujuan dilakukan monitoring. Pada umumnya
pengukuran parameter fisika atau kimia dilakukan secara periodik. Pemantauan
secara periodik tersebut harus dilakukan secara konsisten, agar segera dapat
dilakukan perbaikan apabila diperlukan.
Beberapa pertanyaan yang perlu untuk menentukan frekwensi pelaksanaan
pemantauan sebagai berikut:
a.
Seberapa
jauh variasi proses normal
b. Bagaimana
kedekatan/keterkaitan nilai/kondisi normal dengan batas kritis
c.
Seberapa
jauh pihat prosessor siap menghadapi resiko yang terjadi bila batas kritis
dilewati.
- Personel yang melakukan monitoring.
Menentukan personil yang diberi tanggungjawab
untuk melakukan pemantauan merupakan suatu hal yang penting untuk
dipertimbangkan dalam penyusunan rancangan HACCP. Personil dimaksud bisa saja
terdiri dari:
a. Personil pada lini
b. Operator peralatan
c. Supervisor
d. Maintenance personnel atau
e. Quality Ansurance personnel
Siapapun yang akan diberi tanggung jawab dalam
melakukan pemantauan CCP harus memenuhi keriteria sebagai berikut:
a. Telah dilatih dalam hal teknik melakukan pemantauan
b. Memehami sepenuhnya pentingnya pemantaauan
c. Siap melakukan pemantauan
d. Melaporkan kegiatan pemanatauan secara akurat
e. Segera melaporkan apabila ada penyimpangan terhadap
batas kritis sehingga dapat segera dilakukan tindakan koreksi
Semua hasil
kegiatan pemanatauan yang dilakukan harus dicatat dengan baik untuk
segera dilaporkan guna memastikan hasilnya atau melakukan tindakan koreksi bila
diperlukan. Setiap catatan atau laporan yang dibuat harus ditandatangani oleh
petugas yang diberi tanggungjawab.
B.
Keterampilan yang diperlukan
dalam Menetapkan prosedur monitoring
1. Mengidentifikasi parameter monitoring batas kritis
2. Mengidentifikasi lokasi batas kritis
3. Mengidentifikasi metode
melakukan monitorirg
4. Mengidentifikasi frekuensi monitoring batas kritis.
5. Mengidentifikasi personel yang melakukan monitoring.
C.
Sikap Kerja yang diperlukan dalam Menetapkan prosedur monitoring
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi parameter monitoring batas kritis
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi lokasi bats kritis
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi metode melakukan monitoring
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi frekuensi monitoring batas kritis
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi personel yang melakukan monitoring
Menetapkan Rencana Tindakan Koreksi
A. Pengetahuan yang diperlukan dalam Menetapkan prosedur
1. Rencana tindakan koreksi bila batas kritis terlampaui
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap perubahan yang telah diterapkan dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif.
Sebagai contoh adalah klorinasi air pendingin dan pasteurisasi susu. Pada titik pengendalian kritis (CCP) dimana tingkat khlorin air pendingin sangat kritis, maka bila konsentrasi klorin kurang dari 1 ppm harus segera disesuaikan dengan cepat, jika tidak mengandung klorin, maka hasil olahan harus diperiksa lebih lanjut. Pada proses pasteurisasi suhu yang turun sampai di bawah 71,5o C harus dilakukan pasteurisasi kembali. Secara umum, data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang berkesinambungan.
Ketentuan Codex :
Tindakan koreksi yang spesifik harus ditetapkan untuk setiap CCP dalam sistem
HACCP untuk digunakan jika terjadi penyimpangan terhadap CCP tersebut.
Tindakan tersebut harus menjamin bahwa CCP telah berada dalam keadaan terkontrol. Tindakan yang diambil harus juga menyangkut penanganan yang sesuai untuk produk yang terpengaruh atau terkena penyimpangan terhadap suatu CCP. Prosedur penanganan produk yang terkena penyimpangan harus didokumentasikan dalam dokumen pencatatan HACCP (HACCP record keeping).
Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus diambil jika hasil monitoring pada suatu titik pengontrolan kritis (CCP) menunjukkan adanya kehilangan kontrol (loss of control).
Jika HACCP digunakan untuk semua aspek mutu produk, maka definisi tindakan koreksi adalah tiap tindakan yang harus diambil jika hasil monitoring pada suatu titik pengontrolan kritis, titik mutu kritis, atau titik kontrol proses menunjukkan adanya kehilangan kontrol.
2. Prosedur penanganan produk yan tidak sesuai
Dalam pelaksanaannya terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu :
a. Tindakan Segera (Immediete Action)
1) Penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali.
Biasanya merupakan tindakan jangka pendek. Contoh-contoh penyesuaian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Meneruskan pemasakan daging sampai temperatur internal yang dibutuhkan dapat dicapai.
b) Penggunaan pestisida kembali jika biji-bijian telah ditumbuhi jamur.
c) Peningkatan tingkat energi pakan jika ternak gagal mencapai berat yang dibutuhkan pada kurun waktu tertentu.
d) Peningkatan kandungan klorin pada air pencuci sayur-sayuran.
Kemungkinan lain adalah menghentikan proses sebelum dilakukan penyesuaian untuk menghentikan produksi produk bermutu rendah, sehingga produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan dapat dipisahkan.
2) Menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan
Produk-produk yang terlanjur dibuat dalam kondisi dimana batas kritis dilampaui (dilanggar) perlu diisolasi atau dipisahkan dari produk-produk yang baik sampai dilakukan pengujian (jika diperlukan) dan harus diputuskan produk-produk tersebut akan diapakan. Jika diperlukan pengujian produk, maka ukuran sampel menjadi sangat penting dan harus yakin bahwa ukuran tersebut memberikan hasil yang mencerminkan populasi. Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa produk tidak aman untuk dimakan atau terjadi penurunan mutu, maka keputusan yang harus diambil dapat berupa salah satu dari hal-hal berikut
a) Dihancurkan.
b) Diolah kembali. Hal ini hanya dapat dilakukan jika bahaya yang ada dapat dihilangkan dengan pengolahan kembali.
c) Mutunya diturunkan. Hal ini dapat menjadi pilihan jika bahaya yang ada merupakan bahaya mutu, bukan lagi bahaya keamanan produk. Misalnya, apel dapat diturunkan mutu atau grade-nya disebabkan adanya cacat (memar, luka dan lain-lain) yang ada padanya.
d) Dirubah atau diolah menjadi jenis produk yang lain. Misalnya susu yang terkontaminasi Salmonella dapat dijadikan susu kental karena proses pemanasan akan membunuh Salmonella.
e) Dipasarkan ke pasar yang berbeda. Misalnya dikirim ke pasar pakan untuk dijadikan pakan hewan
Jika diputuskan untuk mengolah kembali, maka prosesnya harus melewati setiap tahap pengujian yang dilakukan terhadap produk aslinya. Untuk meningkatkan tingkat keselamatan atau keamanan, akan sangat baik untuk menguji produk hasil pengolahan kembali tersebut dengan lebih ketat, misalnya dengan meningkatkan jumlah contoh yang diuji.
b. Tindakan Pencegahan (preventative Action)
Tindakan pencegahan yang diambil pada saat batas kritis dilampaui harus didokumentasikan dalam Tabel Audit HACCP.
Tujuan tindakan pencegahan adalah untuk mengidentifikasi dan menemukan akar penyebab masalah. Contoh-contoh tindakan pencegahan antara lain :
1) Jika bahan mentah yang diterima bermutu rendah - Informasikan hal ini kepada pemasok (suplayer) dan tanyakan bagaimana mereka akan berusaha untuk mencegah hal tersebut tidak terulang kembali.
2) Jika daging yang telah dimasak menurut HACCP Plan, kandungan mikrobanya melampaui maka harus dicari penyebabnya, mungkin daging tersebut dibeli dari pemasok yang berbeda dan mengandung jumlah mikroba awal dalam daging mentah yang lebih tinggi.
3) Jika ditemukan hama pada produk - tinjau ulang program pengendalian hama
3. Penanggung jawab pelaksanaan tindakan koreksi
Tanggung jawab untuk pengelolaan tiap tindakan koreksi harus diberikan kepada petugas atau pejabat tertentu di dalam perusahaan. Dalam kasus yang memerlukan tindakan dengan segera, petugas tersebut sebaiknya seseorang yang bekerja pada proses atau tahap yang mengalami kehilangan kontrol. Perkecualian terjadi jika pada HACCP Audit Table terdapat lebih dari satu tindakan koreksi yang dapat dipilih. Maka pilihan yang diambil dilakukan oleh personil yang mempunyai pengetahuan memadai untuk merekomendasi tindakan koreksi apa yang harus dilakukan.
B. Keterampilan yang diperlukan dalam Menetapkan rencana tindakan koreksi
1. Mengidentifikasi rencana tindakan koreksi bila batas kritis terlampaui
2. Mengidentifikasi prosedur penanganan produk yang tidak sesuai
3. Mengidentifikasi penanggung jawab pelaksanaan tindakan koreksi
C. Sikap Kerja yang diperlukan dalam Menetapkan rencana tindakan koreksi
1. Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi rencana tindakan koreksi bila batas kritis terlampaui
2. Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi prosedur penanganan produk yang tidak sesuai
3. Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi penanggungjawab pelaksanaan tindakan koreksi
7. Menetapkan Prosedur Verifikasi
A. Pengetahuan yang diperlukan dalam Menetapkan prosedur verifikasi
1. Kegiatan verifikasi untuk menjamin bahwa setiap CCP terkendali
Tujuan Verifikasi
a. Untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang ditetapkan.
b. Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan masih efektif.
Kegiatan Verifikasi
Kegiatan verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan penerapan HACCP, yaitu:
a. Penetapan jadwal verifikasi yang tepat
b. Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP
c. Pemeriksaan atau penyesuaian dengan kondisi sebenarnya (pabrik) terhadap catatan CCP
d. Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang harus dilakukan
e. Pengamatan (inspeksi visual) selama produksi untuk mengendalikan CCP
f. Pengambilan contoh dan analisis secara random pada tahap-tahap yang dianggap kritis
g. Catatan tertulis mengenai:
1) kesesuaian dengan rancangan HACCP
2) penyimpangan terhadap rancangan dan tindakan koreksi yang dilakukan
h. Validasi rancangan HACCP, termasuk pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP
i. Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP
Dalam pelaksanaan program HACCP ada dua macam verifikasi, yaitu verifikasi internal (prossesor verification) dan verifikasi eksternal.
a. Verifikasi internal (prossesor verification)
Verifikasi internal adalah verifikasi yang dilakukan oleh produsen. Unit usaha yang menerapkan HACCP harus menyusun dan mendokumentasikan prosedur verifikasi yang mencakup penanggung jawab pelaksanaan verifikasi yang berdasarkan sistem HACCP dan mengikuti program HACCP. Prosedur verifikasi mencakup tanggung jawab dalam pengembangan atau konfirmasi dalam revisi berkala dan pengembangan program HACCP. Verifikasi juga mengkonfirmasikan bahwa senua bahaya diidentifikasi dalam perencanaan HACCP dimana dikembangkan dan digunakan dalam mengidentifikasi kekurangan/kelemahan-kelemahan perencanaan dan bangunan bagian-bagian tertentu yang perlu perbaikan.
Aktivitas dalam pelaksanaan verifikasi yang mencakup: penyusunan jadwal inspeksi verifikasi yang baik, mereview rencana HACCP, mereview dokumentasi atau catatan CCP, review deviasi dalam proses produksi dan disposisi produk, inspeksi terhadap operasi produksi apakah CCP masih dalam pengawasan yang benar, jika diperlukan melakukan sampling secara acak dan menganalisa produk
Dalam verifikasi internal, verifikasi dapat dilakukan secara berulang-ulang, harian (daily verification), ataupun secara berkala (periodic verification) tergantung pada kondisi dan rencana HACCP dari unit pengolahan.
b. Verifikasi eksternal
Verifikasi eksternal adalah verifikasi yang dilakukan oleh inspektur HACCP dari lembaga verifikasi atau sertifikasi sistem HACCP yang memvalidasi sistem HACCP. Verifikasi eksternal dari sistem HACCP dapat mencakup konfirmasi bahwa operasi pelaksanaan HACCP berdasarkan rencana operasi yang dikembangkan dan disetujui oleh
lembaga verifikasi atau sertifikasi sistem HACCP, bukti adanya supervisor yang terlatih dan bersertifikat, inspeksi terhadap catatan- catatan dari processing yang benar dan disposisi terhadap kesalahan-kesalahan; inspeksi terhadap catatan-catatan ketaatan dalam pengawasan CCP, dan inspeksi peralatan. Frekuensi verifikasi tergantung kepada resiko produk dan level dari unit usaha dari hasil inspeksi sebelumnya.
Verifikasi baik internal maupun eksternal secara umum mempunyai empat jenis kegiatan, yaitu:
1) Validasi HACCP
2) Peninjauan kembali (review) hasil pemantauan
3) Pengujian produk
4) Auditing
2. Validasi terhadap Rencana HACC
Validasi HACCP merupakan salah satu kegiatan dari verifikasi, tujuannya adalah mengkonfirmasi HACCP Plan telah valid atau benar sebelum diimplementasikan Konfirmasi yang dapat dilakukan antara lain :
a. semua bahaya telah diidentifikasi
b. Tindakan pencegahan sudah dibuat untuk tiap bahaya.
c. critical limit telah cukup
d. prosedur pemantauan & peralatannya telah cukup dan terkalibrasi.
Validasi dari rencana HACCP sebaiknya dilaksanakan oleh tim atau pihak ketiga yang relevan. Validasi ini dapat menambah kredibilitas dan menjamin kembali efektivitas dari rencana HACCP. Rencana HACCP siap untuk diimplementasikan jika sudah divalidasi : semua bahaya telah diidentifikasi, tindakan pencegahan untuk tiap bahaya telah diidentifikasi, critical limit cukup menjamin keamanan produk dan prosedur pemantauan mencukupi untuk memperoleh informasi yang diperlukan
3. Penanggung jawab verifikasi CCP
Di dalam standar SNI 01-4852-1998 tidak ditegaskan siapa petugas verifikasi sistem HACCP, namun secara umum dibedakan menjadi pelaksanaan verifikasi internal dan eksternal. Interpretasi SNI 01-4852-1998 yang dikembangkan di Indonesia sangat kental diwarnai oleh penerapan ISO seri 9000. Inti dari penerapan sistem ini adalah tersedianya tim verifikasi yang bebas konflik kepentingan dengan tim produksi.
Tim validasi berisi anggota tim HACCP, namun tetap harus berisikan personel independen yang tidak terlibat langsung dalam penyusunan rencana HACCP. Selain ketentuan pemisahan personal verifikasi dari personal validasi, dalam proses audit intenal tidak diperkenalkan seorang auditor yang berasal dari suatu departemen mengaudit departemen kerjanya sendiri.
Tim verifikasi internal perusahaan tidak harus memperoleh pelatihan kompetensi untuk status auditor eksternal, tetapi cukup dengan suatu program pengenalan suatu profesi verifikasi yang digelutinya. Verfikasi internal masih diangggap kurang memadai apa bila tidak dilakukan oleh personel dengan kualifikasi yang sesuai.
4. Prosedur verifikasi sistem manajemen keamanan pangan
b. Audit internal
Organisasi harus melaksanakan audit internal pada selang waktu terencana untuk menetapkan apakah sistem manajemen keamanan pangan
1) memenuhi pengaturan yang direncanakan terhadap persyaratan sistem manajemen keamanan pangan yang ditetapkan oleh organisasi, dan persyaratan standar ini, dan
2) diterapkan secara efektif dan dimutakhirkan.
Program audit harus direncanakan, dengan mempertimbangkan pentingnya proses dan area yang diaudit, serta tindakan hasil audit sebelumnya. Kriteria, lingkup, frekuensi dan metode audit harus ditetapkan.
Pemilihan auditor dan pelaksanaan audit harus memastikan objektivitas dan kenetralan proses audit. Auditor harus tidak mengaudit pekerjaannya sendiri. Tanggung jawab dan persyaratan untuk perencanaan dan pelaksanaan audit, pelaporan hasil dan pemeliharaan rekaman harus ditetapkan dalam prosedur terdokumentasi.
Manajemen yang bertanggung jawab untuk area yang diaudit harus memastikan bahwa tindakan dilakukan tanpa ditunda untuk menghilangkan ketidaksesuaian dan penyebab ketidaksesuaian yang terdeteksi. Tindak lanjut kegiatan harus mencakup verifikasi tindakan yang diambil dan laporan hasil verifikasi.
c. Evaluasi hasil verifikasi individu
Tim keamanan pangan harus mengevaluasi secara sistematik hasil verifikasi individu yang direncanakan
Jika verifikasi tidak menunjukkan kesesuaian dengan pengaturan yang direncanakan, organisasi harus mengambil tindakan untuk mencapai kesesuaian yang disyaratkan. Tindakan demikian harus mencakup tetapi tidak dibatasi pada tinjauan terhadap :
1) prosedur dan saluran komunikasi yang ada
2) kesimpulan analisis bahaya, PPD operasional dan Rencana HACCP yang ditetapkan,
3) PPD, dan
4) efektivitas manaj emen sumberdaya manusia dan kegiatan pelatihan
d. Analisis hasil kegiatan verifikasi
Tim keamanan pangan harus menganalisis hasil kegiatan verifikasi, mencakup hasil audit internal dan audit eksternal. Analisis tersebut harus dilakukan untuk
1) mengkonfirmasi bahwa kinerja sistem secara keseluruhan memenuhi pengaturan yang direncanakan, dan memenuhi persyaratan sistem manajemen keamanan pangan yang ditetapkan oleh organisasi,
2) identifikasi keperluan untuk pemutakhiran atau perbaikan sistem manajemen keamanan pangan,
3) identifikasi kecenderungan yang menunjukkan peningkatan kejadian akibat produk yang berpotensi tidak aman.
4) menetapkan informasi perencanaan program audit internal berkenaan dengan status dan pentingnya area yang diaudit, dan
5) menyediakan bukti koreksi dan tindakan korektif telah dilakukan secara efektif.
Hasil analisis dan kegiatan yang dihasilkan harus direkam dan harus relevan dengan yang dilaporkan kepada manajemen puncak sebagai masukan tinjauan. Hasil analisis dan kegiatan juga harus digunakan sebagai masukan untuk pemutakhiran sistem manajemen keamanan pangan.
B. Keterampilan yang diperlukan dalam Menetapkan prosedur verifikasi
1. Mengidentifikasi kegiatan verifikasi untuk menjamin bahwa setiap CCP terkendali
2. Mengidentifikasi validasi terhadap Rencana HACC
3. Mengidentifikasi penanggung jawab verifikasi CCP
4. Mengidentifikasi prosedur verifikasi sistem menejemen keamanan pangan
C. Sikap Kerja yang diperlukan dalam Menetapkan prosedur verifikasi
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi kegiatan verifikasi untuk menjamin bahwa setiap CCP terkendali.
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi validasi terhadap Rencana HACCP
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi penanggungjawab verifikasi CCP
- Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi prosedur verifikasi sistem manajemen kemanan pangan
8. Mengembangkan Dokumentasi Dan Memelihara Rekaman
A. Pengetahuan yang diperlukan dalam Mengembangkan dokumentasi dan memelihara rekaman
1. Komitmen manajemen dalam dokumen rencana HACCP
Komitmen Manajemen adalah hal yang paling mendasar dari sistem manajemen yang akan dan sedang dibangun atau diimplementasikan.
Sebenarnya dasar penerapan sistem manajemen apapun itu bisa ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001, selalu berawal dari komitmen manajemen, bukan cuma di awal, tapi juga saat develop sisitem dan saat menjalankan sistem ini komitmen manajemen menjadi hal yang sangat penting.
Manajemen puncak harus memberikan bukti komitmennya untuk pengembangan dan penerapan sistem manajemen keamanan pangan dan untuk peningkatan efektivitasnya secara berkesinambungan dengan cara :
a) Menunjukkan bahwa keamanan pangan didukung oleh sasaran bisnis organisasi,
b) Mengkomunikasikan kepada organisasi tentang pentingnya pemenuhan persyaratan standar ini, persyaratan peraturan perundang-undangan, dan persyaratan pelanggan yang terkait dengan keamanan pangan,
c) Menetapkan kebijakan keamanan pangan,
d) Melaksanakan tinjauan manajemen, dan
e) Memastikan ketersediaan sumberdaya.
Contoh komitmen manajemen pada Model Rencana Haccp (Hazardd Analysis Critical Control Point) Industri Nata De Coco di PT. ABC “Manajemen dan seluruh karyawan PT. ABC khususnya devisi Nata De Coco dalam rangka menjamin keamanan pangan produk-produk yang dihasilkan, mempunyai komitmen untuk menerapkan GMP dan HACCP dalam lingkungan produksinya. Untuk menghasilkan produk yang bermutu, seluruh pasokan bahan baku dari pemasok telah terseleksi dan disetujui oleh manajemen. Penerapan HACCP dilakukan pada setiap tahapan produksi. Program ini akan ditinjau ulang setiap 12 bulan”
- Sistem dokumentasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) sesuai standar dan regulasi
Persyaratan dokumentasi
a. Umum
Dokumentasi sistem manajemen keamanan pangan harus mencakup :
1) pernyataan yang terdokumentasi tentang kebijakan dan sasaran keamanan pangan
2) prosedur dan rekaman yang terdokumentasi yang disyaratkan oleh standar, dan
3) dokumen yang diperlukan oleh organisasi untuk memastikan pengembangan, penerapan dan pemutakhiran sistem manajemen keamanan pangan yang efektif.
b. Pengendalian dokumen
Dokumen yang disyaratkan oleh sistem manajemen keamanan pangan harus dikendalikan. Rekaman adalah jenis dokumen khusus, dan harus dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan yaitu Rekaman harus ditetapkan dan dipelihara untuk menyediakan bukti kesesuaian terhadap persyaratan dan bukti operasi sistem manajemen keamanan pangan yang efektif. Rekaman harus dapat dibaca dan mudah dikenali serta mudah diperoleh. Suatu prosedur yang terdokumentasi harus ditetapkan untuk menentukan pengendalian yang diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan, proteksi, kemudahan diperoleh, masa simpan, dan pemusnahan rekaman.
Pengendalian tersebut harus memastikan bahwa semua perubahan yang diusulkan dikaji terlebih dahulu sebelum diterapkan untuk menentukan dampaknya terhadap keamanan pangan dan terhadap sistem manajemen keamanan pangan.
Suatu prosedur terdokumentasi harus ditetapkan untuk menentukan pengendalian yang diperlukan untuk :
1) menyetujui kecukupan dokumen sebelum diterbitkan,
2) melakukan pengkajian dan jika perlu memutakhirkan dokumen, dan menyetujui ulang dokumen,
3) memastikan bahwa perubahan dan status revisi terbaru dari dokumen diidentifikasi,
4) memastikan bahwa versi dokumen yang berlaku tersedia pada tempat dan saat penggunaan,
5) memastikan bahwa dokumen dapat dibaca dan mudah dikenali,
6) memastikan bahwa dokumen yang relevan yang berasal dari luar diidentifikasi dan distribusinya dikendalikan, dan
7) mencegah pemakaian dokumen kadaluarsa yang tidak disengaja, dan memastikan bahwa dokumen tersebut diidentifikasi dengan baik jika dokumen tersebut disimpan untuk maksud tertentu.
c. Pengendalian rekaman
Rekaman harus ditetapkan dan dipelihara untuk menyediakan bukti kesesuaian terhadap persyaratan dan bukti operasi sistem manajemen keamanan pangan yang efektif. Rekaman harus dapat dibaca dan mudah dikenali serta mudah diperoleh. Suatu prosedur yang terdokumentasi harus ditetapkan untuk menentukan pengendalian yang diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan, proteksi, kemudahan diperoleh, masa simpan, dan pemusnahan rekaman
- Dokumen rekaman kegiatan setiap CCP (monitoring, koreksi dan verifikasi)
HACCP memerlukan penetapan prosedur pencatatan yang efektif yang mendokumentasikan sistem HACCP.
Ketentuan CODEX :
Pembuatan pencatatan yang efisien dan akurat sangat penting dalam aplikasi sistem HACCP. Prosedur-prosedur HACCP harus didokumentasikan. Dokumentasi dan cacatan harus cukup melingkupi sifat dan ukuran operasi di lapangan.
a. Contoh-contoh dokumen :
b. Dokumen analisa bahaya
c. Dokumen penentuan CCP
d. Penentuan batas kritis
Contoh-contoh catatan :
a. Aktivitas monitoring CCP
b. Deviasi dan tindakan koreksi yang dilakukan
c. Modifikasi sistem HACCP
Pencatatan yang akurat terhadap apa yang terjadi merupakan bagian yang sangat esensial untuk program HACCP yang sukses. Catatan harus meliputi semua area yang sangat kritis bagi keamanan produk, dan harus dibuat pada saat monitoring dilakukan.
Catatan membuktikan bahwa batas-batas kritis telah dipenuhi dan tindakan koreksi yang benar telah diambil pada saat batas kritis terlampaui.
Catatan merupakan bukti tertulis bahwa suatu kegiatan telah terjadi. Formulir atau log sheet merupakan template dimana hasil kegiatan dicatat. Jadi formulir yang telah dilengkapi merupakan catatan
Keuntungan catatan adalah :
a. Menyediakan bukti dokumen bahwa sistem HACCP bekerja.
b. Menunjukkan kecenderungan bahwa perusahaan dapat mencegah masalah yang dapat timbul (terutama jika dikombinasikan dengan alat kontrol proses secara statistik).
c. Menolong untuk mengidentifikasi penyebab masalah
d. Memberikan dukungan bukti jika terjadi tuntutan hukum.
Semua catatan HACCP harus berisi informasi-informasi berikut :
a. Judul dan data kontrol dokumen
b. Tanggal catatan dibuat
c. Inisial orang yang melakukan pemeriksaan
d. Identifikasi produk (nama, kode batch, penggunaan sebelum tanggal dll).
e. Bahan dan peralatan yang digunakan
f. Batas kritis
g. Tindakan koreksi yang diambil dan oleh siap, dan
h. Tempat untuk inisial dan data untuk orang yang mereview catatan
Catatan harus disimpan ditempat yang aman dan terlindung. Kemudahan ases terhadap catatan memungkinkan internal dan eksternal verifikasi dapat lebih mudah dan memudahkan para personel untuk dapat memecahkan masalah dan melihat kecenderungan yang terjadi
- Desain dokumen yang mampu telusur
Organisasi harus menetapkan dan menerapkan sistem ketertelusuran yang mampu mengidentifikasi lot produk dan keterkaitannya dengan batch bahan baku, rekaman proses dan pengiriman.
Sistem ketertelusuran harus mampu mengidentifikasi bahan yang masuk dari pemasok langsung dan rantai awal distribusi produk akhir.
Rekaman ketertelusuran harus dipelihara dalam periode yang ditetapkan untuk asesmen sistem yang memungkinkan dilakukannya penanganan produk yang tidak aman dan untuk keperluan penarikan produk. Rekaman harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan persyaratan pelanggan, dan didasarkan pada identifikasi lot produk akhir
B. Keterampilan yang diperlukan dalam Mengembangkan dokumentasi dan memelihara rekaman
1. Mendokumentasikan komitmen manajemen dalam dokumen rencana HACCP
2. Mengidentifikasi Sistem dokumentasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) sesuai standar dan regulasi
3. Mengidentifikasi Dokumen rekaman kegiatan setiap CCP (monitoring, koreksi dan verifikasi)
4. Mengidentifikasi desain dokumen yang mampu telusur
C. Sikap Kerja yang diperlukan dalam Mengembangkan dokumentasi dan memelihara rekaman
1. Cermat dan teliti dalam mendokumentasikan komitmen manajemen dalam dokumen rencana HACCP
2. Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi sstem dokumentasi sistem manajemen keamanan pangan sesuai standar dan regulasi
3. Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi dokumen rekaman kegiatan setiap CCP (monitoring, koreksi dan verifikasi)
4. Cermat dan teliti dalam mengidentifikasi desain dokumen yang mampu telusur
6.