KELAS
DARING
KELAS X SEMESTER
GENAP 2019/2020
SMK
NEGERI 2 BAGOR
NAMA KELAS : X ATPH
1, 2, 3 , APHP, MEKTAN
NAMA GURU :
MARDIANI,S.Pd.
JUDUL MATERI : SISTEM
KOLOID
MATERI :
Larutan terbentuk
dari zat terlarut dengan zat
pelarut. Apakah campuran susu cokelat
bubuk instan dengan air atau campuran agar –agar dengan air panas betul –betul homogen? Bagaiman jika kedua
campuran diamati dengan
mikroskop? Ternyata ,terlihat adanya
partikel susu bubuk atau agar-agar yang tersebar dalam air . Kedua
campuran buka larutan atau suspensi
melainkan koloid.
A. Sistem Dispersi
Jika kita mencampurkan suatu zat dengan zat cair,
maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat tersebut ke dalam zat
cair. Hal inilah yang disebut sebagai sistem dispersi. Dispersi
terdiri dari dua fase yaitu faase yang didispersikan ddan fase
pendispersi.Pada umumnya, fase yang
jumlahnya lebih sedikit disebut sebagai fase terdispersi, sedangkan
fase yang jumlahnya lebih banyak disebut
sebagai medium pendispersi. Jadi sistem dispersi adalah
pencampuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang bercampur
secara merata.
Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi
dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Larutan sejati atau dispersi
molekuler.
Larutan sejati adalah campuran antara zat padat atau
zat cair sebagai fase terdispersi dengan zat cair sebagai medium
pendispersi. Pada larutan sejati, fase terdispersi tersebar
sempurna dengan medium pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang
homogen, antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya tidak dapat
dibedakan lagi. Molekul-molekul fase
terdispersi tersebar secara
merata ke dalam komponen medium pendispersi, sehingga larutan disebut
juga dispersi molekuler.
2. Koloid atau dispersi halus.
Koloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi
dengan medium pendispersi tetapi fase terdispersinya bukan dalam bentuk
molekuler melainkan gabungan dari beberapa molekul. Secara visual, bentuk fisik
koloid sama seperti bentuk larutan tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra,
campuran ini bersifat heterogen.
3. Suspensi atau dispersi kasar.
Suspensi adalah campuran heterogen antara fase
terdispersi dengan medium pendispersi dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur secara merata ke
dalam medium pendispersinya. Pada umumnya, fase terdispersinya berupa padatan
sedangkan medium pendispersinya berupa cairan. Dalam suspensi, antara fase
terdispersi dengan medium pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas.
Perbandingan
antara Sifat Larutan, Koloid dan Suspensi.
No
|
Aspek
|
Larutan
|
Koloid
|
Suspensi
|
1
|
Ukuran partikel
|
Ukuran partikelnya < 1 nm
|
Ukuran partikelnya antara 1 – 100 nm
|
Ukuran partikelnya > 100 nm
|
2
|
Jumlah Fase
|
Terdiri dari 1 fase
|
Terdiri dari 2 fase
|
Terdiri dari 2 fase
|
3
|
Kestabilan
|
Stabil ( tidak mengendap )
|
Pada umumnya stabil
|
Tidak stabil ( mudah mengendap )
|
4
|
Pemisahan
|
Tidak dapat disaring
|
Dapat disaring dengan penyaring ultra
|
Dapat disaring
|
5
|
Pengamatan Mikroskop
|
Homogen ( tidak dapat dibedakan walaupun
menggunakan mikroskop ultra )
|
Secara makroskopis bersifat homogen tetapi jika
diamati dengan mikroskop ultra, bersifat heterogen
|
Heterogen
|
6
|
Sistem dispersi
|
Molekular
|
Padatan halus
|
Padatan
kasar
|
7
|
Contoh
|
larutan
gula, udara bersih, etanol 70 %
|
air sabun, susu, mentega
|
air kopi,
air sungai yang kotor, campuran air dan pasir.
|
B. Sistem Koloid
Koloid berasal dari bahasa Yunani, dari kata “ kolla
“ dan “ oid “. Kolla berarti lem,
sedangkan oid berarti seperti/mirip.
Istilah koloid diperkenalkan pertama kali oleh Thomas Graham pada tahun 1861 berdasarkan pengamatannya terhadap
gelatin yang merupakan kristal tetapi sukar mengalami difusi. Padahal umumnya
kristal mudah mengalami difusi.
Berdasarkan fase terdispersi dan medium
pendispersinya, maka sistem koloid dapat dibedakan menjadi 8 jenis yaitu
seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Dalam sistem koloid, fase terdispersi dan medium
pendispersinya dapat berupa zat padat, cair atau gas.
No
|
Fase
Terdispersi
|
Medium
Pendispersi
|
Nama
Koloid
|
Contoh
|
1
|
Padat
|
Padat
|
Sol
Padat
|
Gelas berwarna,intan hitam,mutiara,paduan logam,baja,permata,perunggu
|
2
|
Cair
|
Sol
|
Tinta,cat,sol emas,sol belerang,lem cair,pati dalam air,protoplasma,air
lumpur
|
|
3
|
Gas
|
Aerosol
Padat
|
Asap,debu di udara,buangan knalpot
|
|
4
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi
Padat ( Gel )
|
Jeli,mutiara,keju,mentega,selai,nasi,agar-agar,lateks,lem padat,semir
padat
|
5
|
Cair
|
Emulsi
|
Susu,santan,minyak ikan,es krim,mayones
|
|
6
|
Gas
|
Aerosol
Cair
|
Kabut,awan,obat semprot,hair spray
|
|
7
|
Gas
|
Padat
|
Buih
/ busa Padat
|
Karet busa,batu apung,stirofoam,lava,biskuit,kerupuk
|
8
|
Cair
|
Buih
/ busa
|
Busa sabun,krim kopi,pasta,ombak,krim kocok
|
C. Sifat-Sifat Koloid
Beberapa sifat koloid diantaranya adalah :
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya yang
disebabkan oleh partikel-partikel koloid. Pertama kali dikemukakan oleh John Tyndall ( 1820-1893 ), seorang
fisikawan Inggris; setelah mengamati seberkas cahaya putih yang dilewatkan pada
sistem koloid.
Apabila seberkas cahaya misalnya dari lampu senter,
dilewatkan pada 3 gelas yang masing-masing berisi suatu dispersi, koloid dan
larutan; maka jika dilihat secara tegak lurus dari arah datangnya cahaya, akan
jelas terlihat bahwa cahaya yang melewati dispersi dan koloid mengalami
peristiwa penghamburan dan pemantulan. Sedangkan berkas cahaya yang melewati
larutan tidak akan mengalami peristiwa penghamburan dan pemantulan tersebut (
berkas cahaya diteruskan ).
Contoh peristiwa efek Tyndall :
o Sorot
lampu mobil pada malam hari yang berdebu, berasap, atau berkabut akan tampak
jelas.
o Berkas
sinar matahari yang melalui celah daun pada pagi hari yang berkabut, akan
tampak jelas.
o Terjadinya
warna biru di langit pada siang hari dan warna jingga atau merah di langit pada
saat matahari terbenam.
2. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak acak atau gerak zig-zag
yang dilakukan oleh partikel-partikel koloid. Pertama kali disampaikan oleh Robert Brown ( 1827 ), seorang ahli
biologi dari Inggris. Dia mengamati pergerakan tepung sari yang terus-menerus
di dalam air melalui mikroskop ultra.
Gerakan ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya tumbukan antara
partikel-partikel pendispersi terhadap partikel-partikel zat terdispersi,
sehingga partikel-partikel zat terdispersi akan terlontar. Lontaran tersebut
akan mengakibatkan partikel terdispersi menumbuk partikel terdispersi yang lain
dan akibatnya partikel yang tertumbuk akan terlontar juga.
Peristiwa tersebut akan terus berulang dan hal itu dapat terjadi karena
ukuran partikel terdispersi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran
partikel pendispersinya.
Gerak Brown dipengaruhi oleh ukuran partikel dan suhu.
· Semakin
kecil ukuran partikel-partikel koloid, gerak Brown akan semakin cepat, dan
sebaliknya.
· Semakin
tinggi suhu koloid, gerak Brown akan semakin cepat; dan sebaliknya.
Gerak Brown merupakan salah 1 faktor yang
menyebabkan koloid menjadi stabil. Oleh karena bergerak terus-menerus,
maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi, sehingga tidak mengalami
sedimentasi ( pengendapan ).
3. Muatan Koloid
Partikel-partikel koloid bermuatan listrik, ada yang
positif dan ada yang negatif.
Adanya muatan listrik pada partikel-partikel koloid
tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa peristiwa yaitu :
a. Elektroforesis.
Elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel
koloid karena pengaruh medan listrik.
Jika ke dalam sistem koloid dimasukkan 2 batang
elektrode kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid
akan bergerak ke salah 1 elektrode; bergantung pada jenis muatannya.
Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode ( elektrode positif ) sedangkan
koloid yang bermuatan positif akan bergerak ke katode ( elektrode negatif ).
Jadi, elektroforesis dapat digunakan untuk
menentukan jenis muatan koloid.
Contoh penggunaan metode ini adalah :
v untuk
identifikasi DNA
v penyaring
debu pada cerobong asap pabrik ( = disebut pesawat Cottrel ).
b. Adsorpsi.
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan spesi ( muatan
listrik atau ion dan molekul netral ) oleh permukaan partikel koloid. Peristiwa
ini terjadi karena adanya gaya tarik molekul, atom atau ion pada permukaan
adsorben ( koloid ). Kemampuan menarik / menyerap ini disebabkan juga karena
adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi, sehingga jika ada partikel
/ spesi yang menempel akan cenderung dipertahankan pada permukaannya.
Spesi yang diserap disebut fase terserap,
sedangkan spesi yang menyerap disebut adsorben.
Jika partikel koloid ( awalnya netral ) mengadsorpsi
ion yang bermuatan positif ( kation ), maka koloid tersebut akan menjadi
bermuatan positif juga, dan sebaliknya. Adanya peristiwa ini menyebabkan
partikel koloid menjadi bermuatan listrik.
Jika permukaan koloid bermuatan positif, maka spesi
yang diserap harus bermuatan negatif, dan sebaliknya.
Contoh
:
Sol Fe(OH)3 ( netral ) dalam air akan
mengadsorpsi ion positif ( kation ), sehingga menjadi bermuatan positif.
Sol As2S3 ( netral ) akan
mengadsorpsi ion negatif ( anion ), sehingga menjadi bermuatan negatif.
Muatan koloid juga merupakan faktor yang
menstabilkan koloid selain gerak Brown. Oleh karena bermuatan sejenis, maka
partikel-partikel koloid akan saling tolak-menolak sehingga terhindar dari
pengelompokan / penggumpalan antar sesama partikel koloid tersebut ( sehingga
tidak terjadi peristiwa pengendapan ).
Contoh penggunaan sifat adsorpsi dari koloid :
a. Pemutihan
gula tebu.
Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air,
kemudian dialirkan melalui tanah diatomae dan arang tulang. Zat warna dalam
gula akan diadsorpsi sehingga dihasilkan gula yang lebih putih.
b. Penyembuhan
sakit perut yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan serbuk karbon aktif
atau norit.
c. Pewarnaan
tekstil.
Pencelupan serat wol, kapas atau sutera ( sebelum
diwarnai ) menggunakan larutan Al2(SO4)3 atau
larutan basa.
d. Penjernihan
air.
Dilakukan dengan menggunakan tawas atau Al2(SO4)3.
Di dalam air, Al2(SO4)3 akan terhidrolisis
membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid ini akan mengadsorpsi
zat-zat warna atau zat pencemar dalam air.
e. Adsorpsi
gas oleh zat padat ( misalnya pada masker gas yang berisi arang halus ).
c. Koagulasi.
Disebut juga dengan istilah penggumpalan.
Adalah peristiwa pengendapan partikel-partikel koloid sehingga fase terdispersi
terpisah dari medium pendispersinya.
Koagulasi terjadi karena hilangnya kestabilan untuk
mempertahankan partikel-partikel koloid agar tetap tersebar di dalam medium
pendispersinya.
Hilangnya kestabilan koloid ini disebabkan karena
adanya penetralan muatan / pelucutan muatan partikel koloid yang mengakibatkan
terjadinya penggabungan partikel-partikel koloid menjadi suatu kelompok /
agregat yang lebih besar.
Penggabungan ini terjadi karena adanya gaya kohesi
antar partikel koloid. Jika ukuran agregat partikel koloid sudah mencapai
ukuran partikel suspensi, maka terjadilah koagulasi.
Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel
elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid.
Jika arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel
elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai
elektrode.
Koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode ( elektrode positif ), sedangkan
koloid yang bermuatan positif akan digumpalkan di katode ( elektrode negatif ).
Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit dapat
dijelaskan sebagai berikut :
ü Koloid
bermuatan negatif akan menarik kation, sedangkan koloid yang bermuatan positif
akan menarik anion. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan ke-2. Jika
selubung lapisan ke-2 tersebut terlalu dekat, maka selubung itu akan
menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi.
ü Semakin
besar muatan ion, semakin kuat gaya tarik-menariknya dengan partikel koloid,
sehingga semakin cepat terjadi koagulasi.
Pada proses koagulasi terjadi hal-hal sebagai
berikut :
a. Kestabilan
koloid disebabkan karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid
dan adanya fase terdispersi yang afinitasnya lebih tinggi daripada medium
pendispersi.
b. Koagulasi
dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi.
§ Cara
mekanik : pemanasan, pendinginan dan pengadukan.
§ Cara
kimiawi : penetralan silang
atau menghilangkan muatan dan penambahan elektrolit.
Contoh proses-proses yang memanfaatkan sifat
koagulasi dari koloid :
a. Pengolahan
karet dari bahan mentahnya ( lateks ) dengan koagulan berupa asam format.
Tawas aluminium sulfat (mengandung ion Al3+)
dapat digunakan untuk menggumpalkan lumpur koloid atau sol tanah liat dalam air
(yang bermuatan negatif).
c. Proses
terbentuknya delta di muara sungai.
Terjadi karena koloid tanah liat dalam air sungai
mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
d. Asap
atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik ( pesawat Cottrel ).
Metode ini dikembangkan oleh Frederick Cottrel ( 1877 - 1948 ).
e. Proses
yang dilakukan oleh ion Al3+ atau Fe3+ pada penetralan partikel albuminoid yang
terdapat dalam darah, mengakibatkan terjadinya koagulasi sehingga dapat
menutupi luka.
d. Koloid Pelindung.
Koloid pelindung adalah koloid yang bersifat
melindungi koloid lain agar tidak mengalami koagulasi. Koloid pelindung akan
membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang lain. Lapisan ini akan
melindungi muatan koloid tersebut sehingga partikel koloid tidak mudah
mengendap atau terpisah dari medium pendispersinya.
Contohnya :
ü Pada
pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es
atau gula.
ü Zat-zat
pengemulsi ( sabun dan deterjen ).
ü Butiran-butiran
halus air dalam margarin distabilkan dengan lesitin.
ü Partikel-partikel
karbon dalam tinta dilindungi dengan larutan gom.
ü Warna-warna
dalam cat distabilkan dengan oksida logam dengan menambahkan minyak silikon.
ü Pada
industri susu, kasein digunakan untuk melindungi partikel-partikel minyak atau
lemak dalam medium cair.
e. Dialisis.
Kestabilan suatu koloid dapat dipertahankan dengan
menambahkan sedikit elektrolit dengan konsentrasi yang tepat ke dalam koloid
tersebut.
Jika konsentrasi elektrolit tidak tepat, justru akan
terbentuk ion-ion yang mengganggu kestabilan koloid. Untuk mencegah adanya
ion-ion pengganggu, dilakukan dengan cara dialisis
menggunakan alat yang disebut dialisator.
Pada proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam
wadah terbuat dari selaput semi
permeabel (kantong koloid ) dan dicelupkan ke dalam air yang mengalir
terus-menerus.
Selaput semi permeabel adalah
selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil ( ion-ion atau molekul
sederhana ), tetapi mampu menahan partikel koloid. Dengan demikian, ion-ion
akan keluar dari kantong koloid dan hanyut terbawa air.
Contohnya
:
o Untuk
memurnikan protein dari partikel-partikel lain yang ukurannya lebih kecil.
o Untuk
memisahkan tepung tapioka dari ion-ion sianida.
o Untuk
proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal ( blood dialisis ).
o Proses
pemisahan hasil metabolisme dari darah oleh ginjal manusia.
Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semi permeabel, yang dapat dilalui oleh
air dan molekul-molekul sederhana (seperti urea), tetapi menahan butir-butir
darah yang merupakan koloid.
4. Koloid Liofil dan Liofob
Koloid yang medium pendispersinya cair, dibedakan
atas koloid liofil dan koloid liofob.
a. Koloid
liofil adalah suatu
koloid yang fase terdispersinya dapat menarik medium pendispersi yang berupa
cairan akibat adanya gaya Van der Waals atau ikatan hidrogen. Liofil
artinya “cinta cairan” (Bahasa Yunani; lio=cairan; philia=cinta). Sol liofil
yang setengah padat disebut gel. Contoh gel antara lain selai dan gelatin.Jika medium pendispersinya berupa air, maka
disebut koloid hidrofil.
Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus
polar di permukaannya, sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air.
Butir-butir koloid liofil / hidrofil dapat mengadsorpsi molekul mediumnya
sehingga membentuk suatu selubung ( = disebut solvatasi / hidratasi ). Akibatnya butir-butir koloid terhindar
dari agregasi / pengelompokan. Sol
hidrofil tidak menggumpal pada saat penambahan sedikit elektrolit. Zat
terdispersinya dapat dipisahkan melalui proses pengendapan atau penguapan.
b.
Koloid
liofob adalah suatu koloid yang fase terdispersinya tidak dapat mengikat atau
menarik medium pendispersinya. Liofob berarti takut cairan. (phobia=takut).
Jika medium pendispersinya berupa air, maka disebut koloid hidrofob.
Koloid ini biasanya berasal dari senyawa anorganik.
Koloid hidrofob bersifat irreversibel, artinya tidak dapat kembali ke keadaan semula.
Misalnya : sol emas. Jika medium pendispersinya diambil, sol emas membentuk
emas padat. Setelah emas padat terbentuk, tidak dapat berubah menjadi sol emas kembali,
meskipun ditambah dengan medium pendispersinya.
Contohnya : sol AgCl dan sol CaCO3, susu,
mayonaise, sol belerang, sol sulfida, sol logam, sol Fe(OH)3.
Koloid hidrofob tidak akan stabil dalam medium polar
( misalnya air ) tanpa adanya zat pengemulsi atau koloid pelindung.Zat
pengemulsi membungkus partikel-partikel koloid hidrofob, sehingga terhindar
dari koagulasi. Susu ( emulsi lemak dalam air ) distabilkan oleh sejenis
protein susu, yaitu kasein; sedangkan mayonaise ( emulsi minyak nabati dalam
air) distabilkan oleh kuning telur.
Perbedaan sifat koloid hidrofil
dan koloid hidrofob.
No
|
Koloid Hidrofil
|
Koloid Hidrofob
|
1
|
Stabil
|
Kurang
stabil
|
2
|
Terdiri
atas zat organik
|
Terdiri
atas zat anorganik
|
3
|
Kekentalannya
tinggi
|
Kekentalannya
rendah
|
4
|
Sukar
diendapkan dengan penambahan zat elektrolit
|
Mudah
diendapkan oleh zat elektrolit
|
5
|
Kurang
menunjukkan gerak Brown
|
Gerak
Brown sangat jelas
|
6
|
Kurang
menunjukkan efek Tyndall
|
Efek
Tyndall sangat jelas
|
7
|
Dapat
dibuat gel
|
Hanya
beberapa yang dapat dibuat gel
|
8
|
Umumnya
dibuat dengan cara dispersi
|
Hanya
dapat dibuat dengan cara kondensasi
|
9
|
Partikel
terdispersi mengadsorpsi molekul
|
Patikel
terdispersi mengadsorpsi ion
|
10
|
Reversibel
|
Ireversibel
|
11
|
Mengadsorpsi
mediumnya
|
Tidak
mengadsorspi mediumnya
|
12
|
Contoh
: sabun, agar-agar, kanji, detergen, gelatin
|
Contoh
: sol belerang, sol logam, sol AgCl
|
D. Pembuatan Koloid
Dapat dilakukan dengan 2 cara utama, yaitu :
1. Cara Kondensasi.
Dengan cara ini, partikel larutan sejati ( molekul
atau ion ) bergabung membentuk partikel koloid. Pembuatan koloid dengan cara
ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : cara kimia dan fisika.
Cara Fisika.
Adalah cara pembuatan partikel koloid dengan cara
mengkondensasikan partikel melalui :
a. Penggantian Pelarut.
Ø Pembuatan sol belerang.
Sol belerang dalam air dapat dibuat dengan cara
melarutkan belerang ke dalam alkohol hingga larutan menjadi jenuh. Selanjutnya,
larutan jenuh yang terbentuk diteteskan ke dalam air sedikit demi sedikit.
Ø Pembuatan gel kalsium asetat.
Kalsium asetat sukar larut dalam alkohol, tetapi
mudah larut dalam air. Oleh karena itu, gel kalsium asetat dibuat dengan cara
melarutkan kalsium asetat dalam air sehingga membentuk larutan jenuh.
Selanjutnya, larutan jenuh tersebut ditambahkan ke dalam alkohol hingga
terbentuk gel.
Ø Pembuatan sol damar.
Damar larut dalam alkohol, tetapi sukar larut dalam
air. Mula-mula damar dilarutkan dalam alkohol hingga diperoleh larutan jenuh.
Selanjutnya, larutan jenuh tersebut ditambah air hingga diperoleh sol damar.
b. Pengembunan Uap.
Sol raksa ( Hg ) dibuat dengan cara menguapkan
raksa. Setelah itu, uap raksa dialirkan melalui air dingin hingga akhirnya
diperoleh sol raksa.
2. Cara Dispersi.
Dengan cara ini, partikel koloid diperoleh dengan
cara memperkecil ukuran partikel dari suspensi kasar menjadi partikel berukuran
koloid.
Pembuatan koloid dengan cara dispersi, dapat
dilakukan melalui beberapa metode yaitu :
a. Cara Mekanik.
Pembuatan koloid
secara mekanik dilakukan dengan cara menggerus / menghaluskan
partikel-partikel kasar menjadi partikel-partikel halus. Selanjutnya,
didispersikan ke dalam medium pendispersi. Pada umumnya ke dalam sistem koloid
yang terbentuk; ditambahkan zat penstabil yang berupa koloid pelindung. Zat
penstabil ini berfungsi untuk mencegah terjadinya koagulasi.
Contoh :
Sol belerang dapat dibuat dengan cara menggerus
serbuk belerang bersama-sama dengan zat inert
( misalnya gula pasir ) kemudian mencampur serbuk halus tersebut dengan air.
b. Cara Peptisasi.
Cara peptisasi adalah cara pembuatan koloid dari
butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemecah (
zat pemeptisasi ). Zat pemeptisasi akan memecahkan butir-butir kasar menjadi
butir-butir koloid.
Istilah peptisasi
dihubungkan dengan istilah peptonisasi
yaitu proses pemecahan protein ( polipeptida
) dengan menggunakan enzim pepsin
sebagai katalisatornya.
Contoh :
o Agar-agar
dipeptisasi oleh air
o Nitroselulosa oleh aseton
o Karet
oleh bensin
o Endapan
NiS dipeptisasi oleh H2S
o Endapan
Al(OH)3 dipeptisasi oleh AlCl3.
c. Cara Busur Bredig.
Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam (
koloid logam ). Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode
yang dicelupkan ke dalam medium pendispersi. Kemudian dialiri arus listrik yang
cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik. Suhu tinggi akibat
adanya loncatan bunga api listrik mengakibatkan atom-atom logam akan terlempar
ke dalam medium pendispersi ( air ),
lalu atom-atom tersebut akan mengalami kondensasi sehingga membentuk suatu
koloid logam.
Jadi, cara busur Bredig
merupakan gabungan antara cara dispersi dan kondensasi.
Contoh : Pembuatan sol platina dalam sol emas.
d. Cara Homogenisasi.
Adalah suatu cara yang digunakan untuk membuat suatu
zat menjadi homogen dan berukuran partikel koloid.
Cara ini banyak dipakai untuk membuat koloid jenis
emulsi, misalnya susu.
Pada pembuatan susu, ukuran partikel lemak pada susu
diperkecil hingga berukuran partikel koloid. Caranya dengan melewatkan zat
tersebut melalui lubang berpori bertekanan tinggi. Jika partikel lemak dengan
ukuran partikel koloid sudah terbentuk, zat tersebut kemudian didispersikan ke
dalam medium pendispersinya.
e. Cara Dispersi dalam Gas.
Pada prinsipnya,
cara ini dilakukan dengan menyemprotkan cairan melalui atomizer.
Menggunakan sprayer pada pembuatan koloid
tipe aerosol, misalnya obat asma
semprot, hair spray dan parfum.
Cara
Memurnikan Koloid.
Ada 3 cara untuk memurnikan koloid, yaitu :
a. Dialisis.
Dialisis adalah teknik memurnikan koloid dengan cara
melewatkan suatu pelarut pada sistem koloid melalui membran semi
permeabel.Ion-ion atau molekul terlarut akan terbawa oleh pelarut, sedangkan
partikel koloid tidak.
b. Ultrafiltrasi.
Diameter partikel koloid lebih kecil daripada
partikel suspensi sehingga koloid tidak dapat disaring menggunakan kertas
saring biasa. Koloid dapat disaring dengan menggunakan kertas saring yang
berpori halus. Untuk memperkecil pori, kertas saring dicelupkan ke dalam kolodian,
misalnya selofan.
c. Elektroforesis.
Selain untuk menentukan muatan koloid dan memisahkan
asap dan debu dari udara, elektroforesis juga dapat digunakan untuk memurnikan
koloid dari partikel-partikel zat pelarut.
Cara kerjanya :
Koloid yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah
elektrode positif, sedangkan koloid yang bermuatan positif akan bergerak ke
arah elektrode negatif sehingga campuran koloid positif dan negatif dapat
dipisahkan.
Koloid dalam Kehidupan Sehari hari
1.
Detergen :
Sabun dan detergen termasuk jenis koloid Asosiasi.
Sabun dan detergen tersusun atas bagian kepala ( polar) yang bersifat liofil
( hidrofil ) dan bagian ekor ( nonpolar ) yang bersifat liofob (
hidrofob ).
Bagian ekor lebih suka berikatan dengan minyak atau
lemak, sedangkan bagian kepala lebih suka berikatan dengan air. Ketika sabun /
detergen dilarutkan dalam air, maka molekul-molekul sabun / detergen akan
mengadakan asosiasi dan orientasi karena gugus nonpolarnya ( ekor ) saling
terdesak sehingga terbentuk partikel koloid. Bagian kepala ( hidrofil) akan menghadap ke air sedangkan bagian
ekornya ( hidrofob ) akan berkumpul mengarah ke dalam.
Ketika pakaian kotor direndam dalam larutan sabun /
detergen, gugus nonpolar dari sabun / detergen akan menarik partikel kotoran (
lemak / minyak ) dari bahan cucian, kemudian mendispersikannya ke dalam air.
Setelah dikucek dan dibilas, noda lemak akan diikat
oleh sabun atau detergen yang akhirnya akan larut dalam air.
Sebagai bahan pencuci, sabun dan detergen bukan saja
berfungsi sebagai pengemulsi tetapi juga sebagai penurun tegangan permukaan
air. Air yang mengandung sabun / detergen mempunyai tegangan permukaan yang
lebih rendah, sehingga lebih mudah meresap pada bahan cucian.
2.
Pengolahan
Air Bersih
Secara garis besar, pengolahan air secara sederhana
dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu :
a. Koagulasi.
Koloid yang digunakan untuk menggumpalkan kotoran,
yaitu : Al(OH)3 yang bisa diperoleh dari tawas KAl(SO4)2,
aluminium sulfat dan Poly Aluminium
Chloride ( PAC = polimer dari AlCl3-AlCl3-AlCl3-.....
)
b. Penyaringan.
Bertujuan untuk memisahkan gumpalan kotoran yang
dihasilkan dari proses koagulasi.
Bahan yang dipakai : pasir, kerikil, ijuk.
c. Penambahan Desinfektan.
Bertujuan untuk membunuh kuman-kuman yang terlarut
dalam air.
Bahan yang dipakai : kaporit [ Ca (OCl)2
] atau klorin.
3. Pemurnian gula
Gula tebu yang masih berwarna dilarutkan
dengan air panas, kemudian dialirkan melewati sistem koloid, yaitu tanah
diatom atau karbon. Zat warna pada gula tebu
akan teradsorpsi sehingga akan diperoleh gula yang bersih dan putih
.
4. Pembentukan delta
Tanah liat dan pasir yang terbawa oleh aliran
sungai merupakan sistem koloid yang bermuatan negatif. Sedangkan
air laut mengandung ion-ion Na+,
Mg2+, dan Ca2+. Ketika air sungai dan air laut bertemu di
muara, maka partikel-partikel air laut yang bermuatan positif akan menetralkan
sistem koloid pada air sungai sehingga terjadi koagulasi yang ditandai dengan terbentuknya
delta.
5. Penggumpalan darah
Darah mengandung koloid protein yang
bermuatan negatif. Jika terdapat suatu luka kecil, untuk membantu penggumpalan
darah digunakan styptic pencil atau tawas
yang mengandung ion Al3+ dan Fe3+. Ion-ion ini akan
menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein sehingga membantu
penggumpalan darah.