Rabu, 01 April 2020

ATB KELAS XI (MELAKSANAKAN PENANGANAN PASCAPANEN BUAH, ANA KUSMA, SE )


KELAS DARING
KELAS XI SEMESTER GENAP 2019/2020
SMK NEGERI 2 BAGOR

NAMA KELAS         :    XI ATPH - 3
NAMA GURU          :    ANA KUSMA SANTI
JUDUL MATERI     :    KEGIATAN PEMBELAJARAN 14. MELAKSANAKAN PENANGANAN PASCAPANEN BUAH

MATERI                   :
1.    Pertimbangan penting dalam penanganan pasca panen
Disatu sisi hasil panen ingin diperlakukan secara alami karena bahan tersebut masih melakukan metabolisme yang dicirikan  adanya proses respirasi yang memungkinkan kualitas hasil bisa dipertahankan apabila diperlakukan yang benar, disisi lain adanya perlakuan selama pengangkutan ke konsumen, produk buah pascapanen mengalami  tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan. Dari kondisi tersebut terjadilah konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alami biologi dari hasil ringkih yang telah dipanen. Disini dibutuhkan kompromi yang terbaik untuk menjaga kondisi optimum dari hasil panen, maka perlu adanya pertimbangan penting dalam penanganan pascapanen
a.    Pertimbangan Fisiologis
1)    Laju Respirasi
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi.  Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas (Salunkhe dan Desai, 1984). Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.  Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Ryal dan Lipton, 1972). Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut (Kays, 1991). Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.
C6H12O6  + O2-------------> CO2 + H2 + Energi + panas

Tabel 15.1 Kelas Respirasi dari Beberapa Komoditas Pascapanen pada   Suhu 5⁰C.
Kelas respirasi
Komoditi
Sangat rendah
Biji-bijian, kurma, dan buah kering
Rendah
Apel, jeruk, anggur, dan  kiwi
Moderat
Aprikot, pisang, cherry, peach, nectarine
Tinggi
Strawberry, bunga ko, lima bean, apokat.
2)    Produksi etilen
Etilen adalah senyawa organic hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L) (Wills et al., 1988). Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 15.2 Klasifikasi Komoditi Buah  Berdasarkan Laju Produksi Etilen
Klass laju produksi etilen
Jenis komoditi
Sangat rendah 
cherry, jeruk,  delima, strawberry
Rendah
Blueberry, cranberry, kesemek, nenas, pumpkin, raspberry, semangka.
Moderat
Pisang, jambu biji, melon, mangga, tomat.
Tinggi
Apel, apricot, alpukat, buah kiwi, nectarine, pepaya, peach, plum
Sangat tinggi 
Markisa, sapote, cherimoya, beberapa jenis apel.
Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk  atau sumber lainnya. Sering selama pemasaran, beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan bunga-bungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive terhadap etilen.
b.    Pertimbangan Fisik
Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanya tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat  (seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat  dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk).  Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk segar dapat mengandung bukaan-bukaan (lubang) alami yang dinamakan stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan alami khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan uap air, CO2 dan O2 dengan udara sekitar produk. Tidak seperti stomata yang dapat membuka dan menutup, lenticel tidak dapat menutup. Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi oleh factor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan factor eksternal atau factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi mikroorganisme pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk terjadi melalui bagian-bagian yang luka dari jaringan tersebut.
Jaringan tanaman dapat menghasilkan bahan pelindung sebagai respon dari adanya pelukaan. Bahan seperti  lignin  dan  suberin, yang di akumulasikan dan diendapkan mengelilingi bagian luka, dapat sebagai pelindung dari serangan mikroorganisme pembusuk (Eckert, 1978; Brown, 1989).
c.    Pertimbangan Patologis
Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi
yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai yang  menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan factor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah.
Mikroorganisme pembusuk  yang menyebabkan susut pascapanen buah, secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh pH  yang rendah (kurang dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5.
Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp  yang menyebabkan pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula  mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya.
d.    Pertimbangan kondisi lingkungan
Suhu adalah factor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10⁰C laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan  produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu.
Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan  air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya.
e.    Pertimbangan Ekonomis
Kondisi ekonomis dan standard kehidupan konsumen adalah merupakan factor penting di dalam menentukan kompromi-kompromi yang dilakukan melalui metode penanganan dan penyediaan fasilitas. Investasi berlebihan untuk penanganan buah dapat mengakibatkan economic loss, karena konsumen tidak mampu menyerap biaya tambahan. Sebagai contoh, prosedur penyimpanan dengan atmosfer  terkendali yang dikembangkan dengan konsentrasi etilen rendah dapat menjaga mutu buah lebih lama dengan kondisi lebih baik. Diperkirakan teknologi ini akan diadopsi secepatnya oleh petani di AS untuk meningkatkan mutu apel yang kemudian dapat dijual pada  saat tidak musimnya. Tetapi dalam realitanya, petani sangat ragu untuk melakukan investasi untuk mengadopsi metode baru tersebut karena pasar belum siap membayar lebih untuk mutu apel yang tinggi (Liu, 1988). Hal ini menunjukkan bahwa pnerapan metode penanganan sangat ditentukan oleh sejauh mana konsumen mau membayar lebih dengan tingkat penanganan yang lebih baik. Jarak antara kebun dan pasar adalah salah satu penentu utama di dalam memutuskan apakah suatu teknologi akan digunakan. Bila jaraknya dekat, maka metode penanganan akan lebih sederhana. Terkadang interval waktu antara panen dan penjualan hanyalah berlangsung beberapa jam. Dalam kondisi ini, hanya sedikit perlakuan pascapanen yang diperlukan, dan cara paling efektif untuk mengurangi kerusakan adalah mengajarkan petani untuk memanen dan menangani produknya secara hati-hati. Bila interval waktu jauh lebih panjang dengan lika-liku pemasaran yang lebih kompleks, maka diperlukan penanganan-penanganan yang lebih kompleks pula atau dilibatkan teknologi yang lebih banyak, dan jumlah yeng lebih besar dari factor manusia dan ekonomi harus dipertimbangkan.
2.    Tujuan dan Tahapan Penanganan pasca panen
Buah melon dan semangka umumnya cendrung bersifat tidak tahan lama serta mudah rusak dan busuk.  Oleh  sebab itu, penanganan pasca panen secara tepat sangat penting artinya agar produk dapat diterima konsumen dalam keadaan tetap baik.  Sangat disesalkan jika produk yang berkualitas baik menjadi rusak hanya karena kesalahan dalam penaganan pasca panen. Kerusakan buah dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan, kesalahan penanganan panen dan pasaca panen serta serangan hama dan penyakit.  Seandainya faktor – faktor penyebab kerusakan produk tersebut dapat dihindarkan maka kualitasnya akan tetap baik dan secara ekonomi harga jualnya pun tetap tinggi.
a.    Tujuan penanganan pascapanen antara lain sebagai berikut :
1)    Buah yang telah dipanen tetap baik mutunya atau tetap segar seperti waktu dipetik.
2)    Buah menjadi lebih menarik (warna, rasa, dan aroma).
3)    Buah dapat memenuhi setandar perdagangan.
4)    Mutu buah selalu terjamin untuk dijadikan bahan baku bagi para konsumen industri yang memerlukannya.
5)    Hasil buah lebih awet dan sewaktu-waktu dapat digunakan atau dipasarkan dengan kualitas yang tetap terjamin.
b.    Penanganan Pascapanen dilakukan secara bertahap.
Penanganan pascapanen dilakukan antar lain: sortasi dan grading, pengangkutan, serta penyimpanan dan pengepakan.
3.  Sortasi dan grading buah
a.  Sortasi dan grading buah Semangka
Buah semangka yang telah dipanen diangkut dengan keranjang dan dikumpulkan pada suatu tempat atau gudang. Buah-buah ini kemudian dipilah-pilah (sortasi) antara buah yang utuh de­ngan buah yang cacat atau rusak, baik rusak karena faktor fisik maupun serangan hama-penyakit. Buah-buah yang tidak lolos sortasi kalau masih memungkinkan dapat dipasarkan di pasar setempat, sedangkan buah-buah yang berkualitas mengalami tahap pengkelasan (grading) sebelum dipasarkan. Pedagang-pedagang pada umurnnya menggolongkan se­mangka berdasarkan 3 kelas. Untuk semangka non biji Kelas A dengan bobot buah 4 kg ke atas. Kelas B dengan bobot buah 2-4 kg. Kelas C bobot buah 1-2 kg. Untuk semangka berbiji Kelas A bobot buah  6-8 kg, kelas B bobot buah   4-6 kg, kelas C bobot buah kurang dari 4 kg. Perbedaan kelas tentu saja akan menyebabkan perbe­daan harga. Sebagai contoh, bila harga semangka non-biji kelas A Rp 5000,00/kg maka kelas B Rp 3500,00/kg, sedangkan kelas C Rp 2500,00/kg. Sortasi buah untuk kepentingan ekspor biasanya lebih ketat. Penampilan buah harus benar-benar prima. Bentuk buah harus benar-benar bulat, tidak benjo (bentuk seperti balon) atau seolah-­olah bersegi delapan (karena penyerbukan kurang sempurna). Kulit buah harus mulus sempurna, tidak belang di bagian bawah. Syarat lain, buah harus tidak mempunyai cacat sedikitpun, baik cacat secara fisik maupun cacat karena serangan hama dan penyakit. Berat buah yang dikehendaki biasanya antara 4-7 kg.
4.    Penyimpanan dan pengemasan
Buah semangka yang belum sempat terangkut dapat disim­pan dalam gudang penyimpanan. Gudang ini harus bersih, ke­ring, dan bebas hama, seperti kecoa dan tikus. Gudang yang lembap akan mempercepat pembusukan buah. Buah ditata secara rapi dengan dilapisi jerami kering. Penyimpanan pada suhu kamar mampu mempertahankan kesegaran buah sampai 2 minggu setelah petik. Namun, sebaiknya penyimpanan buah dalam gudang jangan lebih dari seminggu karena tingkat kerenyahan, aroma, dan rasa buah sudah tidak sesegar buah yang belum lama dipetik. Khusus buah yang akan dipasarkan untuk konsumsi eks­por, sebaiknya langsung diangkut. Apabila disimpan, jangan lebih dari 3 hari. Buah-buah yang akan dikirim, dikemas dalam peti kemas dari kayu. Satu peti memuat maksimum 6 buah atau 30-35 kg. Untuk mempertahankan kesegaran buah, biasanya pada saat pengangkutan, buah dimasukkan ke kontainer pendingin sehingga tetap segar sesampainya di tempat tujuan. Untuk buah stroberi yang sudah  terpilih dikemas dalam kotak stryrofoam kapasitas 0,5 kg atau 1 kg. wadah plastic transparan atau putih kapasitas 0,25-0,5 kg juga dapat digunakan (gambar 15.3). Daun stroberi dapat digunakan sebagai alas buah untuk mengurangi kerusakan buah akibat gesekan langsung dengan wadah. Setelah terisi penuh, wadah ditutup dengan plastic transparan polietilen. Selanjutnya, wadah stryrofoam disusun rapi dalam kemasan kardus. Setiap kardus dapat menampung kotak stryrofoam dan buah dengan berat total 5 kg. Permukaan atas wadah diberi label nama dan lokasi produsen.
5.    Pengangkutan
Buah-buah yang telah ditimbang kemudian siap diangkut dengan trek ke pasar. Bak penampung pada trek-trek yang digunakan harus bersih dari kotoran, terutama pasir dan kerikil yang menyebabkan kulit buah rusak secara fisik. Setelah bersih, landasan buah dilapisi dengan lapisan jerami kering setebal 10-15 cm. Buah disusun secara teratur dengan maksimum tumpukan 7 baris. Antara baris buah satu dengan baris buah di atasnya diberi pelapis jerami kering untuk mengurangi gesekan selama pengangkutan.


SUSULAN PAS GANJIL 2020/2021 KELAS X SELASA 15 DESEMBER 2020

  KERJAKAN SOAL SUSULAN PAS SESUAI DENGAN MATA PELAJARAN BELUM KALIAN IKUTI, JANGAN MEMAKAI UCBROWSER JIKA MENGERJAKAN PAS, KARENA NILAI TID...