KELAS
DARING
KELAS
XI SEMESTER GENAP 2019/2020
SMK
NEGERI 2 BAGOR
NAMA
KELAS : XI ATPH - 3
NAMA
GURU : ANA
KUSMA SANTI
JUDUL
MATERI : KEGIATAN PEMBELAJARAN 14. MELAKSANAKAN PENANGANAN PASCAPANEN BUAH
MATERI :
1. Pertimbangan penting dalam penanganan pasca panen
Disatu sisi hasil panen ingin diperlakukan
secara alami karena bahan tersebut masih melakukan metabolisme yang
dicirikan adanya proses respirasi yang
memungkinkan kualitas hasil bisa dipertahankan apabila diperlakukan yang benar,
disisi lain adanya perlakuan selama pengangkutan ke konsumen, produk buah
pascapanen mengalami tekanan fisik,
getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses
pelayuan. Dari kondisi tersebut terjadilah konflik antara kebutuhan manusia dengan
sifat alami biologi dari hasil ringkih yang telah dipanen. Disini dibutuhkan
kompromi yang terbaik untuk menjaga kondisi optimum dari hasil panen, maka
perlu adanya pertimbangan penting dalam penanganan pascapanen
a.
Pertimbangan
Fisiologis
1)
Laju
Respirasi
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen
dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan
adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung
untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini,
bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat
yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan
energi. Hasil sampingan dari respirasi
ini adalah CO2, uap air dan panas (Salunkhe dan Desai, 1984). Semakin tinggi
laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang
mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.
Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk
akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index
yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Ryal dan
Lipton, 1972). Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya
tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian
tanaman tersebut (Kays, 1991). Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif
cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih
tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Laju respirasi menentukan potensi pasar dan
masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan
yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa
simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan
yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu
produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan
menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.
C6H12O6 + O2-------------> CO2 + H2 + Energi +
panas
Tabel
15.1 Kelas Respirasi dari Beberapa Komoditas Pascapanen pada Suhu 5⁰C.
Kelas
respirasi
|
Komoditi
|
Sangat rendah
|
Biji-bijian, kurma,
dan buah kering
|
Rendah
|
Apel, jeruk, anggur,
dan kiwi
|
Moderat
|
Aprikot, pisang,
cherry, peach, nectarine
|
Tinggi
|
Strawberry, bunga ko,
lima bean, apokat.
|
2)
Produksi etilen
Etilen adalah senyawa organic hidrokarbon
paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh terhadap proses fisiologis
tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan
dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005
uL/L) (Wills et al., 1988). Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju
respirasinya dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 15.2 Klasifikasi Komoditi Buah Berdasarkan Laju Produksi Etilen
Klass laju produksi etilen
|
Jenis komoditi
|
Sangat rendah
|
cherry, jeruk, delima, strawberry
|
Rendah
|
Blueberry, cranberry,
kesemek, nenas, pumpkin, raspberry, semangka.
|
Moderat
|
Pisang, jambu biji,
melon, mangga, tomat.
|
Tinggi
|
Apel, apricot,
alpukat, buah kiwi, nectarine, pepaya, peach, plum
|
Sangat tinggi
|
Markisa, sapote,
cherimoya, beberapa jenis apel.
|
Etilen
dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk atau sumber lainnya. Sering selama pemasaran,
beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang dilepaskan oleh satu
komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak kendaraan
bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat
menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik
dan bunga-bungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive
terhadap etilen.
b.
Pertimbangan
Fisik
Buah dan sayuran
mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah mengalami
kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada
seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan,
grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan
konsumen. Kerusakan yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanya
tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi. Kerusakan dapat pula
ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat
(seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas
etilen yang memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu
kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk). Secara morfologis pada jaringan luar permukaan
produk segar dapat mengandung bukaan-bukaan (lubang) alami yang dinamakan
stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan alami khusus yang memberikan jalan
adanya pertukaraan uap air, CO2 dan O2 dengan udara sekitar produk. Tidak
seperti stomata yang dapat membuka dan menutup, lenticel tidak dapat menutup.
Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air
dari produk secara potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju
transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi oleh factor-faktor internal
(karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume,
pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan factor eksternal atau
factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pada permukaan produk
terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang dapat berperan
sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi mikroorganisme
pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk terjadi melalui
bagian-bagian yang luka dari jaringan tersebut.
Jaringan tanaman dapat
menghasilkan bahan pelindung sebagai respon dari adanya pelukaan. Bahan
seperti lignin dan
suberin, yang di akumulasikan dan diendapkan mengelilingi bagian luka,
dapat sebagai pelindung dari serangan mikroorganisme pembusuk (Eckert, 1978;
Brown, 1989).
c.
Pertimbangan
Patologis
Buah dan sayuran
mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi
yang mana sangat baik
bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah
dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak
menyebabkan pembusukan sampai yang
menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila
kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan
kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah
dan sayuran adalah merupakan factor pembatas utama di dalam memperpanjang masa
simpan buah.
Mikroorganisme
pembusuk yang menyebabkan susut
pascapanen buah, secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal
dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih
dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau
melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik.
Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada
sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan
disebabkan oleh pH yang rendah (kurang
dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya
rata-rata lebih besar dari 5.
Infeksi mikroorganisme
terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan sayuran tersebut tumbuh
dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya
berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk
tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka
mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan
pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi
laten. Contoh mikroorganisme yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum
spp yang menyebabkan pembusukan pada
buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula
mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun
belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan
akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya.
d.
Pertimbangan
kondisi lingkungan
Suhu adalah factor
sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi
pascapanen. Setiap peningkatan 10⁰C laju kemunduran meningkat dua sampai tiga
kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu
penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu
juga berpengaruh terhadap peningkatan
produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik
terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme
lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu.
Kelembaban ruang adalah
salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti
kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun
dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang
berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda
kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya.
e.
Pertimbangan
Ekonomis
Kondisi ekonomis dan
standard kehidupan konsumen adalah merupakan factor penting di dalam menentukan
kompromi-kompromi yang dilakukan melalui metode penanganan dan penyediaan fasilitas.
Investasi berlebihan untuk penanganan buah dapat mengakibatkan economic loss,
karena konsumen tidak mampu menyerap biaya tambahan. Sebagai contoh, prosedur
penyimpanan dengan atmosfer terkendali
yang dikembangkan dengan konsentrasi etilen rendah dapat menjaga mutu buah
lebih lama dengan kondisi lebih baik. Diperkirakan teknologi ini akan diadopsi
secepatnya oleh petani di AS untuk meningkatkan mutu apel yang kemudian dapat
dijual pada saat tidak musimnya. Tetapi
dalam realitanya, petani sangat ragu untuk melakukan investasi untuk mengadopsi
metode baru tersebut karena pasar belum siap membayar lebih untuk mutu apel
yang tinggi (Liu, 1988). Hal ini menunjukkan bahwa pnerapan metode penanganan
sangat ditentukan oleh sejauh mana konsumen mau membayar lebih dengan tingkat
penanganan yang lebih baik. Jarak antara kebun dan pasar adalah salah satu
penentu utama di dalam memutuskan apakah suatu teknologi akan digunakan. Bila
jaraknya dekat, maka metode penanganan akan lebih sederhana. Terkadang interval
waktu antara panen dan penjualan hanyalah berlangsung beberapa jam. Dalam
kondisi ini, hanya sedikit perlakuan pascapanen yang diperlukan, dan cara
paling efektif untuk mengurangi kerusakan adalah mengajarkan petani untuk
memanen dan menangani produknya secara hati-hati. Bila interval waktu jauh
lebih panjang dengan lika-liku pemasaran yang lebih kompleks, maka diperlukan
penanganan-penanganan yang lebih kompleks pula atau dilibatkan teknologi yang
lebih banyak, dan jumlah yeng lebih besar dari factor manusia dan ekonomi harus
dipertimbangkan.
2. Tujuan dan Tahapan Penanganan pasca panen
Buah melon dan semangka
umumnya cendrung bersifat tidak tahan lama serta mudah rusak dan busuk. Oleh
sebab itu, penanganan pasca panen secara tepat sangat penting artinya agar
produk dapat diterima konsumen dalam keadaan tetap baik. Sangat disesalkan jika produk yang
berkualitas baik menjadi rusak hanya karena kesalahan dalam penaganan pasca
panen. Kerusakan buah dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan,
kesalahan penanganan panen dan pasaca panen serta serangan hama dan
penyakit. Seandainya faktor – faktor
penyebab kerusakan produk tersebut dapat dihindarkan maka kualitasnya akan
tetap baik dan secara ekonomi harga jualnya pun tetap tinggi.
a.
Tujuan penanganan
pascapanen antara lain sebagai berikut :
1) Buah yang telah dipanen tetap baik mutunya atau tetap segar seperti waktu
dipetik.
2) Buah menjadi lebih menarik (warna, rasa, dan aroma).
3) Buah dapat memenuhi setandar perdagangan.
4) Mutu buah selalu terjamin untuk dijadikan bahan baku bagi para konsumen
industri yang memerlukannya.
5) Hasil buah lebih awet dan sewaktu-waktu dapat digunakan atau dipasarkan
dengan kualitas yang tetap terjamin.
b. Penanganan Pascapanen dilakukan secara bertahap.
Penanganan pascapanen dilakukan antar lain: sortasi dan grading, pengangkutan, serta penyimpanan dan
pengepakan.
3. Sortasi dan grading buah
a.
Sortasi dan grading buah Semangka
Buah semangka yang telah dipanen diangkut dengan keranjang
dan dikumpulkan pada
suatu tempat atau gudang. Buah-buah ini
kemudian dipilah-pilah (sortasi) antara buah yang utuh dengan buah yang cacat atau rusak, baik rusak karena faktor
fisik maupun serangan
hama-penyakit. Buah-buah yang tidak lolos sortasi kalau masih memungkinkan dapat dipasarkan di
pasar setempat, sedangkan
buah-buah yang berkualitas mengalami tahap pengkelasan
(grading) sebelum dipasarkan. Pedagang-pedagang pada umurnnya menggolongkan semangka berdasarkan 3 kelas. Untuk semangka non biji
Kelas A dengan bobot
buah 4 kg ke atas. Kelas B dengan bobot buah 2-4 kg. Kelas C bobot buah 1-2 kg. Untuk semangka berbiji Kelas A bobot
buah 6-8 kg, kelas B bobot buah 4-6 kg, kelas C bobot
buah kurang dari 4 kg. Perbedaan
kelas tentu saja akan menyebabkan perbedaan
harga. Sebagai contoh, bila harga semangka non-biji kelas A Rp 5000,00/kg maka kelas B Rp 3500,00/kg,
sedangkan kelas C Rp 2500,00/kg. Sortasi buah untuk kepentingan ekspor biasanya
lebih ketat. Penampilan buah harus
benar-benar prima. Bentuk buah harus benar-benar
bulat, tidak benjo (bentuk seperti balon) atau seolah-olah bersegi delapan (karena penyerbukan kurang
sempurna). Kulit buah harus mulus
sempurna, tidak belang di bagian bawah. Syarat lain, buah harus tidak mempunyai cacat sedikitpun, baik cacat secara fisik maupun cacat karena serangan hama dan
penyakit. Berat buah yang dikehendaki biasanya antara 4-7 kg.
4. Penyimpanan dan pengemasan
Buah
semangka yang belum sempat terangkut dapat disimpan dalam gudang penyimpanan. Gudang ini harus bersih, kering, dan bebas hama, seperti kecoa dan tikus. Gudang yang lembap akan mempercepat
pembusukan buah. Buah ditata secara rapi dengan dilapisi
jerami kering. Penyimpanan pada suhu kamar mampu mempertahankan
kesegaran buah sampai 2 minggu setelah petik. Namun, sebaiknya
penyimpanan buah dalam gudang jangan lebih dari seminggu karena
tingkat kerenyahan, aroma, dan rasa buah sudah tidak sesegar buah yang belum lama
dipetik. Khusus
buah yang akan dipasarkan untuk konsumsi ekspor, sebaiknya langsung diangkut.
Apabila disimpan, jangan lebih
dari 3 hari. Buah-buah yang akan dikirim, dikemas dalam peti kemas dari kayu. Satu peti memuat maksimum 6 buah
atau 30-35 kg. Untuk
mempertahankan kesegaran buah, biasanya pada saat pengangkutan, buah dimasukkan ke kontainer
pendingin sehingga tetap segar sesampainya di
tempat tujuan.
Untuk buah stroberi yang sudah terpilih dikemas dalam kotak stryrofoam kapasitas 0,5 kg atau 1 kg.
wadah plastic transparan atau putih kapasitas 0,25-0,5 kg juga dapat digunakan
(gambar 15.3). Daun
stroberi dapat digunakan sebagai alas buah untuk mengurangi kerusakan buah
akibat gesekan langsung dengan wadah. Setelah terisi penuh, wadah ditutup
dengan plastic transparan polietilen. Selanjutnya, wadah stryrofoam disusun rapi dalam kemasan kardus. Setiap kardus dapat
menampung kotak stryrofoam dan buah
dengan berat total 5 kg. Permukaan atas wadah diberi label nama dan lokasi
produsen.
5.
Pengangkutan
Buah-buah
yang telah ditimbang kemudian siap diangkut dengan trek ke pasar. Bak penampung pada trek-trek yang digunakan harus bersih dari kotoran, terutama pasir dan
kerikil yang menyebabkan kulit buah
rusak secara fisik. Setelah bersih, landasan
buah dilapisi dengan lapisan jerami kering setebal 10-15 cm. Buah disusun secara teratur dengan maksimum tumpukan 7 baris. Antara baris buah satu dengan baris
buah di atasnya diberi pelapis
jerami kering untuk mengurangi gesekan selama
pengangkutan.