Senin, 06 April 2020

PPHH KELAS XI ( MENERAPKAN PENGOLAHAN SUSU, ARI AYUNANI, S.Pt )


KELAS DARING

KELAS XI SEMESTER GENAP 2019 / 2020

SMK NEGERI 2 BAGOR


NAMA KELAS : XI APHP
NAMA GURU : ARI AYUNANI, SPt

JUDUL MATERI : 3.5 MENERAPKAN PENGOLAHAN SUSU


MATERI :

Susu adalah sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan penyediaan makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi sebagai makanan tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh, susu mempunyai nilai gizi yang sempurna. Dalam susu terdapat semua zat gizi yang diperlukan bagi kebutuhan pertumbuhan anak.
Pada umumnya yang disebut susu adalah susu sapi, yang berasal dari jenis sapi perah FH (Friesian Holstein), yang berwarna putih totol hitam atau hitam totol putih. Secara alami susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air. Kadar air susu sangat tinggi yaitu rata-rata 87.5 %, dan di dalamnya teremulsi berbagai zat gizi penting seperti protein, lemak, gula, vitamin dan mineral.

Susu merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat tinggi, dengan kadar protein dalam susu segar 3.5 %, dan mengandung lemak yang kira-kira sama banyaknya dengan protein. Karena itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai tolok ukur mutu susu, karena secara tidak langsung menggambarkan juga kadar proteinnya. Beberapa jenis sapi perah, khususnya dari Bos Taurus misalnya Jersey dan Guernsey mampu memproduksi susu dengan kadar lemak mendekati 5 %. Gula dalam susu disebut laktosa atau gula susu, kadarnya sekitar 5 - 8 %. Laktosa memiliki daya kemanisan sangat rendah, yaitu hanya 16 % daya kemanisan sukrosa. Laktosa merupakan senyawa yang banyak digunakan dalam pembentukan sel otak, khususnya bagi anak-anak usia di bawah 7 tahun, agar jumlah maupun perkembangan sel otaknya berlangsung dengan normal dan lancar.
Susu banyak mengandung mineral kalsium dan posfor. Kedua mineral tersebut penting bagi pertumbuhan tulang, sehingga bagi bayi dan anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, susu merupakan sumber mineral yang penting. Mineral lain seperti klorida, kalsium, magnesium dan natrium terlarut dalam air. Sedangkan sebagian kalsium posfat dan protein tidak berada dalam larutan murni, tetapi dalam bentuk dispersi koloid (kalsium posfat kaseinat) yang menyebabkan susu terkesan berwarna putih opaque. Vitamin yang tinggi terdapat dalam susu adalah niasin dan riboflavin. Karena tingginya kandungan riboflavin, susu tampak berwarna kehijau-hijauan. Jika terkena sinar matahari langsung, riboflavin dalam susu cepat rusak.
a. Penerimaan dan penanganan susu
Biasanya susu segar diperoleh dari pemerahan yang dilakukan selama 2 kali yaitu pada pagi dan sore hari. Susu segar yang diterima dari pemerahan sore dimasukkan ke dalam tangki pendingin dan digabungkan dengan susu segar yang diterima hasil pemerahan pagi hari berikutnya. Sebelum diolah, susu segar diuji lebih dahulu, yang meliputi uji alkohol, berat jenis, pH dan kadar lemak. Hasil uji alkohol harus menunjukkan negatif (tidak pecah, jika dicampur alkohol 70% 1 :1), berat jenis minimal
1.028, pH 6.5 – 6.8 dan kadar lemak minimal 2.8 %.

Homogenisasi
Tujuan utama proses homogenisasi pada pengolahan susu adalah untuk memecahkan butiran-butiran lemak yang sebelumnya berukuran 5 mikron menjadi 2 mikron atau kurang. Dengan cara ini susu dapat disimpan selama 48 jam tanpa  terjadi pemisahan krim pada susu. Proses homogenisasi terjadi karena adanya tekanan yang tinggi dari pompa pada alat homogenizer. Susu homogen adalah susu yang telah mengalami homogenisasi. Proses homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan besarnya globula-globula lemak susu. Setelah proses homogenisasi selanjutnya dilakukan penyimpanan pada suhu 10-15 °C. Didalam susu yang belum dihomogenisasi, globulaglobula lemak ini besarnya tidak seragam yaitu antara 2-10 mikrometer. Alat untuk menyeragamkan globula-globula lemak tersebut disebut homogenizer. Homogenisasi dapat meningkatkan viscositas (viscosity) ± 10 %.
Susu yang telah dihomogenisasi selanjutnya ditampung dalam tangki penampungan, selanjutnya dialirkan menuju tangki pemanas (pasteurizer) melewati plate heat exchanger. Suhu keluaran produk dari alat ini dapat mencapai suhu 80 – 85 C dan mengalir menuju tangki pasteurisasi.

Pasteurisasi
Sangat sedikit susu yang dijual benar-benar dalam keadaan segar, yaitu langsung dari ambing sapi perah. Hal ini karena adanya kemungkinan pencemaran atau kontaminasi oleh berbagai bakteri patogen, seperti bakteri penyebab typus, diphteri, radang tenggorokan dan TBC. Karena alasan tersebut maka susu yang akan dijual sebelumnya dipanaskan secukupnya sehingga seluruh bakteri patogen yang mungkin terdapat di dalamnya dapat dimusnahkan. Pasteurisasi ditujukan untuk mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam bahan baku tersebut, yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti. Selain itu, proses ini juga dapat menon-aktifkan enzim fosfatase dan katalase yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak.
Pada umumnya proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 62 C selama 30 menit. Bila ingin lebih cepat dapat digunakan suhu 72 C selama 15 detik. Meskipun bakteri patogen sudah dimusnahkan, tetapi bakteri non patogen, terutama bakteri pembusuk masih hidup. Jadi susu pasteurisasi, bukan merupakan susu awet.
Dalam penyimpanannya, biasanya susu pasteurisasi digabungkan dengan metode pendinginan. Untuk memperpanjang daya simpannya, susu pasteurisasi disimpan pada suhu maksimal 10 C, lebih dingin lebih baik. Pada suhu tersebut mikroba pembusuk meskipun tidak mati, tetapi tidak dapat tumbuh dan berkembang. Pada saat pasteurisasi, bukan hanya bakteri patogen yang mati, tetapi beberapa jenis enzim juga dimatikan. Enzim yang terpenting adalah posfatase. Enzim tersebut memiliki daya tahan panas yang sedikit lebih tinggi daripada bakteri patogen penyebab TBC. Karena itu, untuk mendeteksi apakah proses pasteurisasi sudah cukup atau belum, dilakukan tes atau uji posfatase. Bila uji posfatase negatif, proses pasteurisasi sudah baik atau cukup. Pada umumnya di Industri pengolahan susu, proses pasteurisasi terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut: penerimaan susu segar, pencampuran dan pemanasan, penyaringan, homogenisasi, pasterurisasi, pendinginan dan pengemasan.
Metode Pasteurisasi yang umum digunakan adalah:
1.            Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 75C dengan alat  Plate Heat Exchanger.
2.            Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT) yakni proses pemanasan susu pada suhu 61C selama 30 menit.
3.            Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu memanaskan susu pada suhu 131C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas.
Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan untuk menurunkan suhu secara cepat dari suhu 80 – 90 C menjadi 5–10 C sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Pendinginan biasanya dilakukan dengan melewatkan susu ke serangkaian plate cooler.

Pengemasan
Dari plate cooler susu dialirkan ke tangki penampungan akhir yang biasanya diletakkan pada tempat yang tinggi (sekitar 3 m dari lantai). Susu yang akan dikemas dialirkan melalui keran dengan bantuan gaya gravitasi. Susu pasteurisasi dapat dikemas dalam kantong plastik, polycap atau dikemas dalam tetrapack. Setelah dikemas, susu pasteurisasi disimpan pada suhu 0 – 15 C.


b. Sarana dan peralatan dalam pengolaan susu
Seperti disampaikan di atas bahwa penanganan susu meliputi proses homogenisasi, pasteurisasi, pendinginan dan pengemasan. Sementara untuk sarana produksi produk olahan susu tergantung dari produk yang akan dibuat. Berikut ini adalah beberapa sarana dan peralatan dalam proses pengolahan susu.
Homogenizer
Homogenizer bekerja dengan  memecahkan butiran-butiran lemak yang sebelumnya berukuran 2-10 mikron menjadi 2 mikron atau kurang, sehingga susu dapat disimpan selama 48 jam tanpa terjadi pemisahan krim pada susu. Proses homogenisasi terjadi karena adanya tekanan yang tinggi dari pompa pada alat homogenizer. Susu homogen adalah susu yang telah mengalami homogenisasi. Proses homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan besarnya globula-globula lemak susu. Prinsip kerja alat ini adalah dengan memaksa cairan yang akan diemulsikan melewati suatu lubang sempit di antara lubang tetap  dan suatu  batang yang dapat digerak-gerakan sehingga emulsifikasi terjadi pada saat bahan melewati lubang dan ketika bahan bergesekan dengan dinding yang mengelilingi batang







Gambar 3.1. Homogenizer satu tahap

Pasteurizer
Prinsip pasteurizer adalah memanaskan susu pada waktu singkat hingga mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu, untuk mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam bahan baku tersebut.




Gambar 3.2. Alat pasteurisasi dengan heat plate exchanger (sumber: Fellows, 2000)


Ice cream maker
Prinsip pembuatan es krim adalah penerapan pengolahan dengan menggunakan suhu rendah. Selain faktor bahan-bahan yang digunakan, peralatan juga memegang peranan penting. Menurut Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010) peralatan pembekuan es krim harus mampu menghilangkan sejumlah udara tertentu dalam campuran secara simultan dengan proses pembekuan. Tingkat kebekuan produk 0 sampai 100% terjadi kira-kira antara suhu -2,5 sampai - 55C. Prinsip kerja es krim maker adalah kombinasi antara proses pembekuan dan pencampuran/pengadukan.



Gambar 3.3. Ice cream maker

SUSU KENTAL MANIS
Susu kental manis (SKM) atau biasa disebut sweetened condensed milk adalah susu segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan sebagian airnya dan kemudian ditambahkan gula sebagai pengawet. Susu kental manis dapat ditambah lemak nabati dan vitamin. Susu kental manis dapat juga tidak dari susu segar atau susu evaporasi, yang disebut susu kental manis rekonstitusi. Susu kental manis rekonstitusi terbuat dari bahan-bahan seperti susu bubuk skim, air, gula, lemak, vitamin dan lain-lain, sehingga diperoleh susu dengan kekentalan tertentu.
Pada pembuatan susu kental manis yang asli, pertama-tama susu dipanaskan pada suhu 65 – 95 C selama 10 – 15 menit dengan tujuan membantu menstabilkan susu selama penyimpanan dan membunuh mikroba patogen dan enzim. Selanjutnya ditambah gula sampai konsentrasinya mencapai 62.5 %. Selanjutnya susu diuapkan dengan evaporator vakum pada tekanan 47 mmHg dan suhu 51 C, sampai diperoleh kekentalan yang dikehendaki atau total padatan telah mencapai 70 – 80 persen bahan kering, dengan kadar air 20 – 30 persen. Selanjutnya diisikan ke kaleng dan dilakukan penutupan.
Pengolahan SKM di Indonesia banyak dilakukan dengan cara rekonstitusi, yaitu mencampurkan kembali bahan-bahan baku SKM hingga membentuk emulsi susu yang manis dan cukup kental. Untuk memperoleh susu yang lebih kental, dilakukan penguapan sebagian air dari campuran tersebut. Dengan cara rekonstitusi, jumlah air yang harus diuapkan pada pembuatan SKM jauh lebih sedikit, karena total padatan yang diperoleh dari hasil penggabungan kembali (rekonstitusi) telah mencapai 70.7 – 70.9 persen.
Tahap-tahap pembuatan SKM dengan cara rekonstitusi meliputi: pencampuran bahan-bahan, penyaringan, homogenisasi, pasteurisasi, pengentalan dan pengalengan. Sedangkan bahan baku yang digunakan adalah air, susu bubuk skim, lemak susu atau lemak nabati, gula pasir dan vitamin-vitamin.

KARAMEL SUSU
Karamel susu atau hoppies adalah sejenis permen yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar susu. Susu yang digunakan untuk pembuatan hoppies atau karamel tidak memerlukan persyaratan mutu yang tinggi. Oleh karena itu, pembuatan karamel merupakan suatu alternatif pengolahan untuk memanfaatkan susu yang bermutu rendah yang sudah tidak dapat digunakan lagi untuk pembuatan berbagai jenis produk olahan susu lainnya.
Pada prinsipnya, pembuatan karamel susu berdasarkan reaksi karamelisasi, yaitu reaksi kompleks yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dari gula menjadi bentuk amorf yang berwarna coklat gelap. Larutan gula dalam susu dipanaskan sampai seluruh air menguap sehingga cairan yang ada pada akhirnya adalah cairan gula yang lebur. Apabila keadaan ini telah tercapai dan terus dipanaskan sampai suhunya melampaui titik leburnya, maka mulailah terjadi bentuk amorf yang berwarna coklat tua.
Gula susu yang berada dalam reaksi karamelisasi pada pembuatan karamel susu adalah laktosa yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu molekul galaktosa. Gula pasir atau sukrosa yang ditambahkan ke dalam susu pada pembuatan karamel susu juga mengalami reaksi karamelisasi.
Proses Pembuatan Karamel
1.     Panaskan 5 liter susu segar dalam panci di atas kompor secara perlahan-lahan sampai volumenya tinggal setengah dari volume awalnya.
2.     Dinginkan susu tersebut sampai mencapai suhu kamar, lalu ditambahkan ke dalamnya 1 kg gula pasir, 10 gram margarin atau mentega dan 1 sendok teh cuka makan dan aduk sampai homogen.
3.     Tuangkan adonan susu tersebut ke dalam wajan dan panaskan kembali ke atas kompor sampai matang.
4.     Lakukan pengujian kematangan sebagai berikut: (a). Ambil sedikit adonan yang sedang dimasak dengan sendok makan, lalu tuangkan ke dalam gelas berisi air dingin, dan (2). Apabila adonan membentuk bulatan atau gumpalan utuh dalam air dingin dan tetap utuh setelah dikeluarkan dari air dingin, maka adonan tersebut dianggap sudah matang, yaitu tahap firm ball stage sudah tercapai.
5.     Setelah adonan dianggap matang, tambahkan setengah sendok teh vanila atau esen lainnya dan diaduk sampai homogen.
6.     Tuangkan adonan tersebut ke dalam cetakan dan diamkan sampai dingin dan mengeras.
7.     Setelah mengeras potong dengan pisau sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan, lalu kemas dengan kertas minyak.

             
Pembuatan es Krim
Eckels et al. (1984) mendefinisikan es krim sebagai produk olahan susu yang dibekukan dan terbuat dari kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan tambahan seperti telur, gula, dan madu, dengan atau tanpa bahan pencitarasa dan pewarna, dan dengan atau tanpa gelatin yang dapat dimakan atau bahan penstabil nabati. Begitu pula dengan Standar Industri Indonesia yang menyatakan bahwa es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan dari campuran susu, gula, bahan tambahan makanan (bahan pemantap, bahan pencitarasa, serta aroma dengan atau tanpa tambahan bahan pengemulsi dan pewarna). 
Syarat mutu yang harus dipenuhi oleh es krim adalah kadar lemak minimum 8%, kadar padatan susu tanpa lemak 6-12%, kadar gula minimum 12%, total padatan es krim minimum 34% (Departemen Perindustrian, 1990). Es krim merupakan salah satu makanan bernilai gizi tinggi, dimana nilai gizinya tergantung pada bahan bakunya. 
Secara umum, dikenal dua jenis es krim, yaitu soft ice cream dan hard ice cream. Soft ice cream  atau soft serve memiliki kandungan lemak susu yang lebih rendah (3-6%), sementara hard ice cream memiliki kandungan lemak susu mencapai 10-18%. Selain itu, soft ice cream diproduksi pada suhu yang lebih tinggi, yaitu pada suhu ± -4°C dibandingkan dengan hard ice cream yang disimpan pada suhu -15°C. Suhu soft ice cream yang lebih tinggi membuat deteksi flavor pada taste bud  menjadi lebih baik. Selanjutnya, menurut Goff, cara yang paling mudah untuk membedakan antara soft dan hard ice cream adalah bahwa setelah diproduksi, umumnya soft ice cream disajikan dalam cone sementara hard ice cream  dikemas untuk mengalami pengerasan (hardening) lebih lanjut. 
Es krim merupakan produk olahan susu yang dibekukan, terbuat dari kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan tambahan seperti telur, gula, dan madu, dengan atau tanpa penambahan bahan perasa dan pewarna, gelatin yang dapat dimakan, atau bahan penstabil nabati. Produk es krim memiliki tekstur yang lembut dan manis. Sedangkan menurut Arbuckle (1986), es krim adalah produk pangan dari susu yang dibekukan dan dibuat melalui pembekuan dengan agitasi dan adonan es krim yang telah dipasteurisasi. Saat ini es krim sudah sangat populer dan banyak digemari oleh berbagai kalangan. Hal ini disebabkan karena selain memiliki rasa yang lezat, es krim juga bernilai gizi tinggi, yaitu mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Oleh karena itu, es krim dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan anakanak.

Bahan-bahan Penyusun (Ingridient) Es Krim
Komposisi bahan penyusun es krim cukup beragam di antara masing-masing jenis produk. Secara  umum, komposisi penyusun es krim terdiri dari lemak susu, padatan susu tanpa lemak, gula, dan pemantap, serta pengemulsi. Arbuckle (1986) telah menetapkan komposisi adonan es krim yang disarankan seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Standar komposisi es krim
Jenis produk
Lemak susu (%)
Padatan susu tanpa lemak (%)
Gula (%)
Pemantap dan
pengemulsi (%)
Total padatan
(%)
Economy
10
12
10-11 9-10
15
13-16
0.3
0.2-0.4
35-37
Trade Brand
12
14
11
8-10
15
13-15
0.3
0.2-0.4
37.5-39
Deluxe Ice Cream
16
18-20
20
7-8
6-7
5-6
13-16
16-17
14-17
0.2-0.4
0-0.2
0.25
40-41
42-45
46
         Sumber : Arbuckle, 1986.

a. Lemak Susu
Lemak susu merupakan komponen utama dalam es krim. Menurut Arbuckle (1986), beberapa pengaruh lemak susu pada es krim adalah untuk memperkuat citarasa es krim dan cenderung memperlambat proses pembuihan pada saat pembekuan adonan es krim. Lemak susu dalam adonan es krim berbentuk globula yang tersuspensi dalam sistem emulsi oil in water (o/w). Sebelum dihomogenisasi, globula lemak mempunyai ukuran beragam antara 0.8-20 m. Ukuran globula sangat berpengaruh pada struktur dan tekstur produk olahan susu (Eckles et al., 1984).
Menurut Arbuckle (1986), sumber lemak susu untuk adonan es krim paling baik menggunakan krim segar. Sumber lemak lain yang bisa digunakan adalah krim beku, krim pasta, mentega, anhydrous milk fat (AMF), susu segar serta olahan produk susu yang lain seperti susu evaporasi dan susu kental manis. Lemak susu berperan dalam membantu pembentukan citarasa es krim.  Sumber lemak susu yang terbaik pengaruhnya terhadap pembentukan citarasa es krim adalah krim segar (Fresh Sweet Cream).
Lemak susu yang digunakan dalam pembuatan es krim merupakan senyawa trigliserida yang terdiri dari berbagai jenis asam lemak. Asam lemak yang terpenting adalah asam butirat. Asam lemak ini menyebabkan susu memiliki karakteristik yang berbeda, karena tidak terdapat pada lemak hewan yang lain. Es krim yang sebagian atau seluruh lemaknya diganti dengan lemak nabati disebut es krim imitasi atau melorine. 
b. Emulsifier
Untuk memperoleh suatu emulsi yang stabil, biasanya dibutuhkan campuran dua atau lebih emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaan hidrofilik dan lipofilik. Persentase masing-masing emulsifier dalam suatu kombinasi emulsifier dengan nilai HLB tertentu. Konsep HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance) dikembangkan untuk menentukan jenis emulsifier apa yang cocok digunakan pada suatu sistem emulsi. HLB menggambarkan rasio berat gugus hidrofilik dan lipofilik di dalam molekul emulsifier.
Pengadukan dan pendinginan secara serempak pada pembuatan es krim ternyata menimbulkan masalah lain. Krim pada dasarnya terdiri atas globula kecil lemak yang tersuspensi dalam air. Globula-globula ini tidak saling bergabung sebab masing-masing dikelilingi membran protein yang menarik air, dan airnya membuat masing-masing globula tetap menjauh. Pengadukan akan merusak membran protein yang membuat globula lemak dapat saling mendekat. Akibatnya, krim akan naik ke permukaan. Hal seperti ini diinginkan bila yang akan dibuat adalah mentega atau minyak, tetapi jelas tidak diinginkan bila yang akan dibuat adalah es krim. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan emulsifier pada campuran. Molekul emulsifier akan menggantikan membran protein, satu ujung molekulnya akan melarut di air, sedangkan ujung satunya akan melarut di lemak.
Lecitin, molekul yang terdapat dalam kuning telur, adalah contoh emulsifier sederhana. Oleh karena itu, salah satu bahan pembuat es krim adalah kuning telur. Selain itu, dapat digunakan mono- atau di-gliserida atau polisorbat yang dapat mendispersikan globula lemak dengan lebih efektif. Emulsifier digunakan untuk memperbaiki tekstur es krim dan yang sering digunakan dalam pembuatan es krim antara lain lesitin (dalam kuning telur) bisa juga digunakan monogliserida.
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam pembuatan es krim dapat meningkatkan pengembangan adonan, memberikan penampakan yang lebih kering tetapi dengan tekstur yang lebih lembut dan pelelehan es krim yang lama. Hal ini disebabkan pengemulsi memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat menurunkan tegangan permukaan dan menstabilkan emulsi. Susu sapi secara alami telah mengandung bahan pengemulsi, yaitu lesitin, protein, fosfat, dan nitrat. Kuning telur mengandung lesitin dalam jumlah yang besar dan telah digunakan sejak dulu dalam pembuatan es krim.
Bahan pengemulsi berperan dalam pembentukan produk es krim dengan tekstur yang kokoh dan kering. Penggunaan bahan pengemulsi dibatasi antara 1-2% dari bobot es krim (Judkins dan Keener, 1996). Dua tipe bahan pengemulsi adalah mono dan digliserida serta polioksietilena. Monogliserida dapat meningkatkan dispersi lemak dan daya pembuihan serta berpengaruh nyata pada pembentukan struktur yang kokoh dan kecepatan meleleh dari produk es krim. Bahan pengemulsi ditambahkan dalam es krim untuk menghasilkan adonan yang merata dan memperbaiki tekstur, serta untuk meratakan distribusi udara dalam struktur es krim. 
Bahan pengemulsi yang umum digunakan untuk produk es krim adalah lesitin (dalam kuning telur), mono-digliserida, dan Gliserol Monostearat (GMS) yang merupakan ester dari gliserol dan asam stearat dengan persentase kurang lebih 0.2% (Arbuckle, 1986).  c. Stabilizer
Stabilizer atau bahan pemantap atau penstabil digunakan untuk mencegah pembentukan kristal es yang besar dalam produk es krim dan digunakan dalam jumlah kecil sehingga pengaruh terhadap nilai gizi pangan dan citarasa dapat diabaikan. Bahan pemantap mempunyai daya ikat air yang tinggi, sehingga efektif dalam membentuk tekstur yang halus dan memperbaiki struktur pada produk es krim (Arbuckle, 1986). 
Bahan penstabil dalam pembuatan es krim merupakan koloid hidrofilik yang dapat menurunkan konsentrasi air bebas dengan menyerap air tersebut sehingga akan mengurangi kristalisasi es, memperkecil kristal es, dan dapat meningkatkan kehalusan tekstur. Jenis-jenis penstabil yang biasa digunakan dalam frozen dessert terbagi menjadi beberapa kategori yaitu (a) protein misalnya gelatin, (b) plant exudates misalnya arabic, ghatti, karaya, dan tragacant gums, (c) sed gums misalnya locust (carob) bean, guar, dan psyllium, (d) microbial gums misalnya xanthan, (e) seaweed extract misalnya agar, alginat, dan karagenan, (f) pectin misalnya low dan high methoxyl, (g) selulosa misalnya Carboxy Methyl Cellulose (CMC), dan lain-lain. Dalam pembuatan es krim biasanya digunakan satu jenis penstabil, tetapi ada juga yang dikombinasikan dari dua jenis bahan penstabil. Biasanya penggunaan karagenan dikombinasikan dengan CMC, locus bean gum, guargum, atau beberapa bahan penstabil lainnya.

Gula
Fungsi utama gula yaitu meningkatkan penerimaan produk karena dapat menambah citarasa es krim. Namun selain itu, gula dalam adonan es krim berperan menurunkan titik beku, menurunkan kecepatan pembuihan (whipping rate) serta membentuk produk es krim dengan struktur dan tekstur halus dan kemampuan leleh lebih cepat. Beberapa faktor yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kadar bahan pemanis dalam adonan es krim adalah: (1) konsentrasi gula dalam adonan es krim; (2) kadar total padatan dari adonan es krim; (3) pengaruh jenis gula  pada karakteristik adonan es krim, seperti titik beku, viskositas, dan pembuihan; (4) konsentrasi dari gula jenis lain yang ada dalam adonan es krim; dan (5) tingkat kemanisan jenis gula yang digunakan (Arbuckle, 1986).
Menurut Arbuckle (1986), jenis gula yang dapat digunakan dalam es krim adalah gula tebu, gula bit, gula jagung, madu, gula invert, fruktosa, molase, laktosa, dan sirup. Menurut Campbell dan Marshall (1975), penggantian sebagian sukrosa dengan gula jagung dapat memperbaiki tekstur dan struktur es krim tanpa menambah tingkat kemanisan.

d. Padatan susu tanpa lemak
Padatan susu tanpa lemak (PSTL) merupakan bentuk padatan dari skim susu dan terdiri dari protein (36.7%), gula susu (laktosa = 55.5%), dan mineral (7.8%). Laktosa memberikan rasa manis dan mempertahankan palatabilitas es krim. Protein meningkatkan nilai gizi, memberikan kekompakan dan kehalusan, mencegah bentuk yang lemah dan tekstur yang kasar, meningkatkan viskositas dan resistensi pelelehan, menurunkan titik beku, menyerap sebagian air dalam adonan sehingga diperoleh tekstur yang lembut. Mineral dalam PSTL dapat memberikan sedikit rasa asin, sedangkan laktosa berperan dalam memberikan sedikit rasa manis dan dapat menurunkan titik beku (Campbell dan Marshall, 1975). 
e. Bahan-bahan lain
Citarasa merupakan keseluruhan penerimaan suatu bahan pangan yang meliputi seluruh atribut sensori yang dirasa pada saat bahan pangan tersebut berada dalam mulut (Fennema, 1976). Bahan pencitarasa yang biasa digunakan dalam produk es krim adalah vanila, coklat, apel, karamel, strawberry, nenas, dan campuran jeruk-nenas (Judkins dan Keener, 1996). Sebagai tambahan bahan-bahan yang disebutkan tadi, dapat digunakan juga bahan pewarna. Es krim yang lezat perlu dilengkapi dengan penampilan warna produk yang menarik dan sesuai dengan citarasa es krim. Hampir semua bahan citarasa dalam es krim memberikan warna produk yang tidak terlihat sehingga perlu penambahan bahan pewarna (Arbuckle, 1986).

Teknologi Pengolahan Es Krim
Tahap utama pembuatan es krim meliputi penyusunan dan pencampuran bahan, pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan dan aging, penambahan bahan citarasa dan pembekuan, serta pengerasan produk (hardening). Penyusunan bahan meliputi pengukuran dan penimbangan bahan serta pencampurannya (Arbuckle, 1986). Langkah pertama dalam pembuatan es krim ialah persiapan bahan sesuai dengan formula yang digunakan. Setelah diperoleh jumlah bahanbahan yang sesuai dengan formula, maka dilakukan pencampuran.  Mula-mula bahan padat dan bahan cair diaduk secara terpisah, kemudian campuran bahan-bahan padat dimasukkan ke dalam campuran bahan-bahan cair.
Bahan dasar penyusun es krim yang terdiri dari dua fase tersebut dipasteurisasi pada suhu 80C. Proses pasteurisasi ini mempermudah pelarutan bahan padat ke dalam bahan cair. Menurut Arbuckle (1986), pasteurisasi yang dilakukan pada adonan es krim dapat membunuh sebagian besar mikroba, terutama dari golongan patogenik, melarutkan dan membantu pencampuran bahan-bahan penyusun, memperbaiki citarasa, menghasilkan produk yang seragam dan memperpanjang umur produk dengan mutu yang baik.
Secara visual, adonan es krim yang telah dipasteurisasi sudah homogen dan tidak mengalami pemisahan. Krim susu mengandung serum protein yang jauh lebih sedikit daripada jumlah globula lemaknya, sehingga lebih banyak permukaan globula lemak yang cenderung memisahkan diri dengan cara naik ke bagian atas adonan dan membentuk lapisan.
Untuk menstabilkan adonan dan mencegah pemisahan globula lemak, maka adonan es krim dihomogenisasi pada suhu 70C. Selama proses homogenisasi ini, butir-butir lemak dipaksa melalui katup yang sangat kecil pada tekanan tertentu, sehingga ukuran butir lemak tersebut direduksi sampai tidak lebih dari 2 m. Setelah dilakukan homogenisasi, adonan segera didinginkan dengan cepat sampai suhu 4C dengan tujuan meningkatkan viskositas adonan dan menghambat pertumbuhan mikroba.
Tahap yang paling penting dalam pembuatan es krim adalah pembekuan. Menurut Fellows (1992), pembekuan merupakan unit operasi pengurangan suhu bahan pangan hingga dibawah titik beku sehingga air yang terkandung mengalami perubahan wujud menjadi kristal es.
Imobilisasi air menjadi es dan konsentrasi akhir padatan tidak larut dalam air yang tidak membeku akan mengurangi aw bahan. Pembekuan bahan pangan bertujuan untuk memperbaiki palatabilitas dan meningkatkan umur simpan bahan tersebut (Burrows, 1996). Daya pengawetan proses ini diperoleh dengan mengkombinasikan suhu rendah, pengurangan aktivitas air, dan dalam beberapa bahan pangan, perlakuan awal berupa blanching. Produk pangan beku dapat disimpan selama beberapa minggu tanpa mengalami penurunan kualitas nutrisi dan sensori  yang berarti, selama prosedur pembekuan dan penyimpanan yang benar diterapkan (Fellows, 1992).
Proses pembentukkan kristal-kristal es pada tahap pembekuan berperan penting dalam menentukan mutu bahan pangan. Ukuran kristal yang terbentuk dapat mempengaruhi tekstur produk. Penggunaan polisakarida, seperti karagenan, alginat, turunan selulosa, dan bahan penstabil lain pada produk makanan beku dapat mengurangi pertumbuhan kristal es yang berukuran besar dan membantu penangkapan udara dalam adonan sehingga menghasilkan tekstur produk yang lembut, ukuran rongga udara bervariasi, mulai dari 5-30 m (Blanshard dan Franks, 1989).
Canet (1990) menyatakan bahwa proses pembekuan es krim dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, suhu diturunkan hingga mencapai -5 sampai -9C. Pada tahap ini, sebagian air dalam produk membeku. Tahap kedua dikenal dengan pengerasan produk yang dilakukan pada suhu sekitar -29C. Sisa air yang belum membeku pada tahap pertama akan membeku selama pengerasan produk (hardening).
Agitasi dengan tipe pembeku batch akan mengikat sejumlah air yang tersedia di dalam alat pembeku tersebut. Selama proses pembekuan, suhu adonan diturunkan dari suhu aging 4C ke suhu pembekuan. Umumnya pembekuan adonan dimulai pada suhu -2.8C. Sebagian air membeku pada tahap ini dan udara dipaksa untuk masuk ke adonan. Pembekuan ini berlangsung selama 30 menit. Kemudian es disimpan di freezer pada suhu -20 sampai -50C selama 5 jam sampai es krim mengeras dan siap untuk dikonsumsi.  





Gambar 3.4. Diagram alir pembuata es krim.


Overrun
Overrun merupakan peningkatan volume es krim yang disebabkan oleh pemerangkapan udara selama proses pembekuan (Potter & Hotchkiss, 1995). Peranan utama dari udara adalah untuk membuat es krim menjadi lembut, karena tanpa udara, es krim akan menjadi keras, seperti es loli. Selain itu fungsi lain dari udara adalah sebagai reflektan cahaya, sehingga bisa mempengaruhi warna dan kenampakan, ukuran gelembung udara juga bisa mempengaruhi karakteristik sensori, contohnya gelembung udara yang kecil bisa membuat es krim menjadi lembut (Clarke, 2004). Nilai overrun dapat diukur baik berdasarkan volume maupun berdasarkan berat (Varnam & Sutherland, 1994). Semakin tinggi nilai overrun, akan semakin tinggi keuntungan yang akan didapatkan. Hal ini karena pada volume yang sama, es krim memiliki berat yang lebih rendah. 
Pada pembuatan es krim skala industri, adonan es krim dipompa ke dalam suatu freezer chamber, kemudian udara yang berasal dari air inlet valve disuntik ke adonan. Adonan yang telah disuntik udara kemudian dipompa ke dalam refrigeration chamber di mana terjadi proses pembekuan cepat oleh dasher (Campbell & Marshall, 1975). Adanya suntikan udara tersebut menghasilkan es krim dengan overrun hingga 130% (Varnam & Sutherland, 1994).
Viskositas
Viskositas merupakan hambatan suatu fluida untuk mengalir (Toledo, 1991). Viskositas merupakan salah satu sifat penting dan berkaitan dengan daya buih serta proses pemerangkapan udara (Airbuckle, 1986). Es krim merupakan suatu produk pangan kompleks yang merupakan gabungan dari emulsi (minyak dalam air), busa, dan sol (es kristal) (Clarke, 2004). Menurut Arbuckle (1986), nilai viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu komposisi (keberadaan lemak dan penstabil), jenis dan kualitas bahan baku, proses dan penanganan adonan (pasteurisasi, homogenisasi, dan aging), konsentrasi, dan suhu. Nilai viskositas yang tinggi disebabkan oleh dua hal, yaitu penggunaan bahan penstabil dan total padatan. Menurut Varnam & Sutherland (1994), salah satu fungsi penambahan bahan penstabil adalah untuk meningkatkan viskositas, sedangkan menurut Arbuckle (1986), total padatan menggantikan air yang ada dalam adonan dan dapat meningkatkan viskositas.
Aging dapat mempengaruhi viskositas pada es krim. Pada saat viskositas meningkat, globula lemak menjadi semakin besar. Aging juga dapat membentuk krim yang mengembang lebih baik. Viskositas es krim meningkat secara pesat pada enam jam pertama dan setelah itu meningkat secara lebih perlahan (Lowe, 2004).
Homogenisasi menyebabkan pecahnya globula lemak. Globula lemak diselubungi oleh protein. Setelah homogenisasi yang menyebabkan bertambahnya luas permukaan, lebih banyak protein menyelubungi globula lemak. Penambahan protein dan globula lemak meningkatkan viskositas dari es krim. Semakin tinggi tekanan yang dihasilkan selama homogenisasi, semakin tinggi viskositas suatu es krim (Lowe, 2004).

Total Padatan
Total padatan merupakan jumlah semua bahan kering yang terdapat pada es krim. Padatan tersebut berasal dari susu skim, gula, garam, bahan penstabil (CMC dan gealtin), dan bahan pengemulsi (GMS). Total padatan menggantikan jumlah air dalam adonan, meningkatkan nutrisi, serta memperbaiki body dan tekstur es krim. Semakin besar jumlah total padatan, semakin rendah titik bekunya dan semakin kecil jumlah air yang dibekukan, sehingga dapat mengurangi kristal es yang terbentuk (Arbuckle, 1986). Menurut SNI, jumlah minimal total padatan pada es krim adalah 34%.
             
LEMBAR KERJA
Judul
:
Pembuatan Es Krim
Tujuan  
: 
Peserta dapat mengolah susu menggunakan alat dan bahan yang disediakan, menjadi es krim yang memenuhi kriteria mutu yang dapat diterima konsumen.
K3  
: 
Gunakan pakaian kerja dan perlengkapan kerja (baju lab, penutup kepala,
masker, sarung tangan dll). Hati-hati menggunakan peralatan/benda tajam dan terhubung arus listrik. Cuci tangan sebelum bekerja, pastikan peralatan yang digunakan bersih sebelum dan sesudah digunakan serta perhatikan dan patuhi peraturan laboratorum yang lain

BAHAN
1.  Susu segar
2.  Maizena           
3.  Gula halus 
4.  Gula kasar 
5.  Kuning telur
6.  Vanili   
7.  Kopi ekstrak atau
1 liter 
10-15 g 
100-150 g 
 75 g 
4 bh 
1 bungkus kopi instan  secukupnya
ALAT
1.  Gelas ukur 
2.  Timbangan 
3.  Panci atau wajan 
4.  Kompor 
5.  Alat pengaduk 
6.  Ice cream maker 
7.  Freezer 
8.  Kemasan 

CARA PEMBUATAN
1.     Pilih bahan-bahan yang bermutu baik, dan timbang sesuai dengan kebutuhan.
2.     Buatlah karamel dengan memanaskan gula kasar dengan api sedang hingga mencair dan berwarna coklat keemasan.
3.     Tuangkan susu segar dan panaskan hingga suhu 70C selama kurang lebih 30 menit.
4.     Kocok gula dan kuning telur hingga tercampur merata, ditempat terpisah larutkan tepung maizena dengan sedikit susu segar, kemudian masukkan dalam kocokan gula dan kuning telur, aduk hingga rata.
5.     Lanjutkan proses pemanasan hingga adonan menjadi kental karena proses gelatinisasi pati dan aroma amis dari telur hilang, tambahkan vanili dan kopi instant.
6.     Hentikan proses pemanasan dan biarkan adonan menjadi dingin pada suhu kamar.
7.     Lakukan proses aging dengan menyimpan adonan pada suhu 4C selama 4-12 jam.
8.     Selanjutnya lakukan proses pengadukan dan pembekuan menggunakan alat ice cream maker hingga konsistensi adonan menjadi es krim yang lembut.
9.     Kemas soft ice cream dalam kemasan gelas plastik atau kertas volume tertentu, kemudian bekukan dengan menyimpan dalam freezer.
Teknologi Pembuatan Yoghurt
Yogurt merupakan produk hasil fermentasi susu menggunakan starter atau bibit yang bakteri asam laktat Lactobacillus bulgarius dan Strepto-coccus thermophillus.  Produk yang terbentuk berupa susu yang mengumpal dengan rasa asam dengan mempunyai cita-rasa yang khas hasil fermentasi bakteri laktat yang mampu memproduksi asam laktat,. Yoghurt dapat dibedakan berdasarkan komposisinya, menjadi yoghurt berkadar lemak penuh dengan kandungan lemak di atas 3.0%, yoghurt berkadar lemak medium dengan kandungan lemak 0.5 sampai 3.0%, dan yoghurt berkadar lemak rendah bila kandungan lemaknya kurang dari 0.5 %.
Berdasarkan metode pembuatannya, jenis yoghurt dibagi menjadi dua, yaitu set yoghurt dan stirred yoghurt. Bila fermentasi atau inkubasi susu dilakukan dalam kemasan kecil sehingga gumpalan susu yang terbentuk tetap utuh dan tidak berubah sewaktu akan didinginkan atau sampai siap konsumsi, maka produk tersebut disebut set yoghurt. Sedangkan stirred yoghurt fermentasinya dalam wadah yang besar, setelah fermentasi selesai, produk dikemas dalam kemasan kecil, sehingga gumpalan susu dapat berubah atau pecah sebelum pengemasan dan pendinginan selesai. 
Berdasarkan cita rasanya yoghurt dibedakan menjadi yoghurt alami atau sederhana dan yoghurt buah. Yoghurt alami yaitu yoghurt yang tidak ditambah cita-rasa/flavor yang lain sehingga asamnya tajam, sedangkan yoghurt buah adalah yoghurt yang ditambah dengan komponen cita-rasa yang lain seperti buah-buahan, sari buah, flavor sintetik dan zat pewarna. Jenis-jenis yoghurt yang telah dimodifikasi atau diolah lebih lanjut setelah fermentasi diantaranya: Yoghurt pasteurisasi untuk memperpanjang masa simpannya; Yoghurt beku yaitu yoghurt yang dibekukan dan simpan pada suhu beku; Yoghurt konsentrat (pekat) yaitu yoghurt yang dipekatkan sampai kandungan bahan keringnya 24 persen; dan  yoghurt kering (powder) adalah yoghurt pekat yang dikeringkan sampai kandungan bahan keringnya mencapai 90 – 94 persen. 

Bahan yang diperlukan  
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan yoghurt terdiri dari bahan baku bahan tambahan dan bibit atau starter. Bahan baku berupa susu murni, susu skim, susu bubuk tanpa lemak, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkan atau campuran dari beberapa jenis susu tersebut. Sebelum digunakan biasanya susu ini dipekatkan dulu dengan cara pemanasan atau ditambahkan susu skim bubuk. 

 Bahan tambahan yang umum digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah: pemanis, penstabil dan buah-buahan atau sari buah sebagai sumber cita rasa. Sebagai pemanis biasa digunakan sukrosa atau gula pasir, madu ataupun sirup. Jumlah gula dalam yoghurt akan menentukan  jumlah asam cita-rasa yang diproduksi oleh bibit yoghurt. Gula yang ditambahkan bisa dalam bentuk kristal bubuk ataupun sirup. Umumnya gula yang ditambahkan ke dalam yoghurt pada awal fermentasi sekitar 5 – 7 persen. 
Bahan penstabil digunakan dalam yoghurt untuk memperlembut tekstur, membuat struktur gel yang mengurangi atau mencegah pemisahan cairan dari yoghurt. Bahan penstabil yang sesuai untuk yoghurt adalah gelatin, karboksi metil selulosa (CMC), alginate, dan karagenan.
Sedangkan jumlah penggunaannya 0.5 - 0.7 persen. 
Buah-buahan yang digunakan untuk menambah cita-rasa yoghurt tergantung kesukaan konsumen. Jumlah penambahan buah biasanya sebanyak 20-25 persen dari total produk. Buah-buahan yang sering digunakan adalah buah yang telah diawetkan, buah yang telah dibekukan, dan sari buah. 
Persiapan bibit atau starter yoghurt  
Bibit atau starter yoghurt terdiri dari biakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan biakan Streptococcus thermophillus. Pembuatan bibit untuk yoghurt dilakukan secara bertahap. Pertama Lactobacillus bulgaricus maupun Streptococcus thermophillus masing-masing dibiakkan dalam susu secara terpisah. Kemudian biakkan dicampur bila telah siap digunakan. Bila inokulum dicampurkan langsung, salah satu bibit sering dominan dan menekan pertumbuhan bibit lainnya. Untuk mempertahankan persediaan bibit, masing-masing biakan atau kultur tersebut harus dipindahkan ke dalam medium (susu) yang baru secara berkala atau kultur tersebut dicampur susu dan dikeringbekukan. Perbandingan yang sesuai antara jumlah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus adalah 1 : 1.
Cara Pembuatan Yoghurt  
Pembuatan yoghurt terdiri dari persiapan bahan, persiapan bibit, inokulasi susu dengan bibit, fermentasi (inkubasi) dan pendinginan. Persiapan bahan meliputi pengaturan kandungan bahan padatan atau bahan kering, kandungan lemak susu, dan pasteurisasi. Kandungan bahan kering, yaitu bahan kering susu maupun pemanis tidak lebih dari 22 persen karena konsentrasi lebih tinggi akan menghambat aktivitas bibit.
Pemanasan susu sebelum ditambahkan bibit  merupakan suatu tahap yang penting. Pemanasan biasanya dilakukan pada suhu 85C selama 30 menit. Tujuan pemanasan tersebut diantaranya agar tidak banyak bakteri yang hidup dalam susu yang dapat mengalahkan bibit dan untuk menguapan sebagian air agar kekentalan media (susu) sesuai untuk pertumbuhan bibit laktat. Dalam persiapan pembuatan kultur/bibit, mikroorganisme Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus masing-masing dibiakan dalam susu atau whey secara terpisah. Agar aktivitas mikroorganisme tersebut tidak menurun sebaiknya kultur/bibit dipindahkan secara berkala ke dalam medium (susu) yang baru. Pada umumnya kultur cair seperti ini mengandung 10 g mikroba ml kultur starter.  Untuk menghindari kehilangan sifat-sifat khusus kultur akibat transfer berulang-ulang, kultur dikeringbekukan atau diliofilisasi. Kultur kering ini perlu pengaktifan dan pencairan kembali sebelum digunakan. Jumlah pemberian bibit campuran (yaitu L. bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dalam jumlah yang sama)  biasanya 2-5 persen dari susu yang digunakan.  Inkubasi atau fermentasi yoghurt bisa dilakukan pada suhu kamar ataupun suhu 45 C. Pada suhu lebih tinggi aktivitas mikroba akan semakin tinggi juga. Inkubasi pada suhu ruang memerlukan waktu 14 sampai 16 jam, pada suhu 32 C waktu sekitar 11 jam, sedangkan inkubasi pada suhu 45C hanya memerlukan waktu sekitar 4 – 6 jam. Selama inkubasi, susu mengalami penggumpalan yang disebabkan menurunnya pH akibat aktivitas kultur/bibit. Pada mulanya Steptococus menyebabkan penurunan pH hingga 5.0 sampai 5.5 selanjutnya pH menurun hingga 3.8 sampai 4.5 karena aktivitas Lactobacillus. Selain itu selama inkubasi akan terbentuk flavor karena terbentuknya asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil.  Selama penyimpanan setelah inkubasi, yoghurt mengalami penurunan pH secara terus menerus. Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi akan mempercepat penurunan pH yoghurt. Yoghurt yang disimpan pada suhu 4C selama 6 hari akan mengalami penurunan pH dari 4.68 menjadi 4.15. Oleh karena itu untuk mempertahankan cita rasa dan aroma, yoghurt hasil fermentasi harus disimpan di tempat dingin atau dapat juga dipasteurisasi untuk menghambat aktivitas mikroba dalam yoghurt. 
Teknologi Pembuatan Keju
Keju adalah produk yang dibuat dengan cara mengkoagulasikan kasein susu, susu krim atau susu yang kaya dengan krim. Koagulasi dapat dilakukan dengan koagulasi garam, asam atau enzim, pemekatan atau kombinasinya (Zubaidah, 1998). Menurut Vedemuthu & Waseham (1983) keju didefinisikan sebagai produk yang dibuat dari dadih susu sapi dan hewan lain, yang diperoleh dari koagulasi kasein susu oleh enzim atau asam (asam laktat) dan diproses lebih lanjut dengan pemanasan, pengepresan, penggaraman serta pemeraman (fermentasi) oleh mikroorganisme.
Keju yang beredar di pasar terdiri dari berbagai macam dan jenis tergantung tempat keju dibuat, jenis susu yang digunakan, metode pembuatannya dan perlakuan yang digunakan dalam proses pemeraman atau pematangan. Berdasarkan pada kandungan airnya keju dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1.       Keju lunak (soft cheese) yang mempunyai kadar air 50 – 80%. Contohnya keju Camemberti.
2.       Keju semi  lunak (semi-soft cheese) yang mempunyai kadar air 40 – 50%. Contohnya keju Roqueferti
3.       Keju keras (hard cheese) yang memiliki kadar air kurang dari 39%. Contohnya keju Cheddar dan Swiss.
Berdasarkan pemeramannya keju dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu keju peram dan keju tanpa peram. Keju peram juga diklasifikasikan menjadi keju diperam dengan bakteri (Limburger cheese) dan keju dperam dengan kapang (Camembert cheese).
Pembuatan Keju
Secara umum metode pembuatan keju  hampir sama dengan pembuatan dadih walaupun ada perbedaan pada proses akhir setelah pemisahan dadih. 
Pasteurisasi
Pasteurisasi susu dilakukan untuk mematikan mikroorganisme patogen atau mikroorganisme lain yang tidak diinginkan yang dapat mengganggu proses pembuatan keju. Pasteurisasi bertujuan mematikan sel vegetatif dan generatif mikroorganisme tetapi kandungan dalam susu tidak mengalami kerusakan, oleh karena itu digunakan suhu 60-80C selama 15-20 menit.


Penambahan Starter BAL
Starter bakteri asam laktat yang digunakan dalam pembuatan keju adalah Streptococcus lactis, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus planatarum, Streptococcus thermophilus. Starter tersebut akan menghasilkan asam laktat yang berfungsi untuk menggumpalkan protein susu sehingga terbentuk dadih dan whey. Selain itu asam laktat juga berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan, memodifikasi elastisitas dadih, memudahkan pembentukan massa padat dadih serta membentuk karakteristik keju. Untuk mempercepat proses penggumpalan sering ditambahkan renin atau enzim dari lambung anak sapi. Proses penggumpalan terdiri dari dua tahap yaitu tahap proteolitik ketika misel kasein didestabilisasi oleh renin atau asam laktat dan tahap flokulasi yang diperantarai oleh kalsium.
Penggaraman
Setelah dadih dipisahkan dari whey, kemudian ditambahkan garam sebanyak 2,5% untuk menghambat mikroorganisme kontaminan serta membantu proses dehidrasi atau pengeluaran air.
Pemeraman
Pemeraman merupakan proses terakhir dengan menginokulasikan bakteri asam laktat atau kapang Penicillium sp. untuk membentuk tekstur dan rasa pada keju.  Penicillium sp. memiliki aktivitas lipolitik yang lebih tinggi dibandingkan bakteri asam laktat. Jenis Penicillium yang banyak digunakan antara lain Penicillium camemberti, Penicillium roqueforti, Penicillium candidum dan Penicillium caseicolum.
Proses pemeraman akan menentukan hasil akhir keju. Proses pemeraman yang singkat (1-2 bulan) akan diperoleh keju dengan kadar air yang tinggi, sedangkan pemeraman yang lama (1 tahun) akan menghasilkan golongan keju yang keras (hard chesee). Proses pemeraman yang lama akan menyebabkan dehidrasi berlangsung sempurna sehingga keju yang dihasilkan memiliki kadar air yang rendah. Selama pemeraman juga akan terjadi proses kimia seperti proteolisis, lipolisis dan glikolisis yang akan mempengaruhi cita rasa keju yang dihasilkan.
Proteolisis merupakan proses utama dalam pemeraman keju yang membentuk rasa dan tekstur keju. Enzim yang berperan dalam proses ini antara lain renin atau koagulan lain, plasmin dan mikroorganisme starter. Proteolisis meliputi degradasi parakasein oleh koagulan yang menghasilkan polipeptida yang kemudian didegradasi proteinase dan peptidase bakteri menjadi peptida dan asam amino. Asam amino kemudian dimetabolisme oleh mikroorganisme selama pemeraman.
Lipolisis merupakan proses sekunder yang berperan membentuk cita rasa keju yang dipengaruhi oleh asam lemak bebas yang dihasilkan. Penicillium roqueforti memiliki aktivitas lipolitik yang tinggi dan menghasilkan metil keton, 2-nonanone dan senyawa pembentuk rasa lainnya melalui pemecahan asam lemak.
Dalam proses glikolisis, metabolisme laktosa akan menghasilkan D-laktat yang selanjutnya diubah menjadi CO2 dan H2O yang dapat meningkatkan pH dan menstimulasi proteolisis.

Gambar 3.5. Metabolisme asam lemak oleh P. roqueforti (Kinsella & Hwang, 1976)


SUSULAN PAS GANJIL 2020/2021 KELAS X SELASA 15 DESEMBER 2020

  KERJAKAN SOAL SUSULAN PAS SESUAI DENGAN MATA PELAJARAN BELUM KALIAN IKUTI, JANGAN MEMAKAI UCBROWSER JIKA MENGERJAKAN PAS, KARENA NILAI TID...