KELAS
DARING
KELAS
XI SEMESTER GENAP 2019/2020
SMK
NEGERI 2 BAGOR
NAMA
KELAS : XI ATPH 1, 2, 3
NAMA
GURU : MARDIANI, S.Pd
JUDUL
MATERI : TEKNIK PEMBUATAN MEDIA
KULTUR JARINGAN
MATERI
:
MEDIA KULTUR JARINGAN
Perbandingan Komposisi Media Kultur Jaringan
Berikut ini adalah perbandingan komposisi
beberapa media kultur jaringan, yaitu diantaranya:
Media
MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur,
merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam
media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum
digunakan untuk kultur jaringan jenis
tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam
bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat
pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19
kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM,
sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit.
Pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain
berdasarkan media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba,
menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan
memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4
yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media
Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin &
Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan
1988) dalam penelitian kultur anther. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh
Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce
dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+
nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi
NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk
Bougainvillea glabra.
2.
Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan
media yang juga cukup terkenal, untukkultur kalus
tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion
dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg
dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi.
Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman
dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh
dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman
tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume.
3. Media
WPM (Woody Plant Medium)
Dikembangkan oleh Lioyd
& Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang
lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan
dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari
sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman
hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
4. Media
Nitsch & Nitsch
Menggunakan
NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman
artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM,
menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan,
bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956
dalam Gunawan 1988).
5. Media
Knop
Dapat juga digunakan
untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media
dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan
penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA
(Dodds and Roberts, 1983)
6. Media
White
Dikembangkan
oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan
bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut,
lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg
dan S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk
jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang
digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih
rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
7. Media
Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk
kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan
pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. S Knudson pada tahun 1922,
menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk
perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek.
Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm
Dalam
metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya
mediaMurashige dan Skoog (MS)
dan Gamborg (B5).
Media B5 dikembangkan oleh Gamborg et
al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan
untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah
dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus
dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh
bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media
ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan
sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi
sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus
tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+
antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium
dibandingkan media MS.
Meskipun media B5 pada
awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan sebagai kultur suspensi,
tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi perbanyakan tanaman pada
umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara anorganik yang dikandung
media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal
tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya
media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik
sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman
TEKNIK KULTUR JARINGAN
Teknik kultur
jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
A. Metode Padat (Solid Method)
Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan
kemudian dengan mediumdiferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan
akar dan tunas sehingga kalus dapat tumbuh menjadiplanlet.
Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan
oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat
pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau
agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk media padat
untuk kultur jaringan.
Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar
tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang
terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat
berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam
tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu
pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk
menumbuhkan protoplas stelahdiisolasikan, untuk
menumbuhkan planlet dari protokormus stelah
dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari
prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).
B. Metode Cair(Liquid Method)
Penggunaan
metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk
menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya
sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil. Oleh karena
itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel,
yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari
protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan
kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media
padat, karena kita tidak
perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media
cair juga tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan
nutrein.
LINK TUGAS