Selasa, 05 Mei 2020

KPPdP KELAS XI ( SANITASI INDUSTRI PENGOLAHAN, ARI AYUNANI, S.Pt )


KELAS DARING

KELAS XI  SEMESTER GENAP 2019 / 2020

SMK NEGERI 2 BAGOR


NAMA KELAS : XI APHP
NAMA GURU : ARI AYUNANI, SPt
JUDUL MATERI : SANITASI INDUSTRI PENGOLAHAN I

 

 MATERI :


C. Uraian Materi
APAKAH SANITASI ?
Kata sanitasi berasal dari bahasa Latin, yaitu SANITAS yang berarti "kesehatan". Apabila diterapkan pada industri makanan, maka sanitasi sebagai "Penciptaan dan pemeliharaan higienis dan kondisi sehat." Secara keilmuan Sanitasi adalah ilmu terapan yang menggabungkan prinsip-prinsip desain, pengembangan,  implementasi, pemeliharaan, pemulihan, dan/atau perbaikan praktik higienis dan kondisi sehat. Aplikasi Sanitasi merujuk praktik-praktik higienis yang dirancang untuk mempertahankan lingkungan yang bersih dan sehat pada makanan dalam produksi, pengolahan, persiapan, dan penyimpanan. Namun, apabila sanitasi dilakukan dengan benar dapat meningkatkan kualitas estetika dan kondisi higienis operasi komersial, fasilitas umum, dan rumah tangga. 
Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk makanan; pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Kegiatan yang berhubungan dengan produk makanan meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan pada semua tahap-tahap selama pengolahan dari peralatan, personalia, hama, serta pengemasan dan penggudangan produk akhir.
Mencegah kontaminasi atau pencemaran tidak berarti bahwa hasil olah menjadi bebas sama sekali dari cemaran tetapi sampai batas yang dapat diterima oleh konsumen. Cemaran ini terutama yang membahayakan, tergolong cemaran yang tidak terindera sehingga seringkali cemaran ini mengganggu kesehatan manusia berupa keracunan, menderita sakit dan bahkan dapat merenggut nyawanya. Rusaknya hasil olahan ini sebenarnya bermula dari cemaran yang karena sifatnya menyebabkan perubahan-perubahan sifat inderawi hasil olah seperti rasa, bau, warna dan tekstur. Perubahan ini dapat terjadi sewaktu bahan dalam pengolahan misalnya karena cemaran mikroba pembusuk pada bahan yang diolah atau hasil olahnya menyimpang dari yang dikehendaki.
Apa saja Prinsip Sanitasi itu?
Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki industri pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Sanitasi dilakukan sebagai usaha untuk mencegah penyakit/kecelakaan dalam mengkonsumsi pangan yang diproduksi, dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di dalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya (hazard) sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk, sampai produk akhir didistribusikan.
Tujuan diterapkannya sanitasi di industri pangan adalah untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah kontaminasi kembali. Manfaat yang dapat diperoleh dari pengaplikasian sanitasi pada industri bagi konsumen adalah bahwa konsumen akan terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan. Sementara itu, bagi produsen dapat meningkatkan mutu dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen, dan mengurangi biaya kembalian (Thaheer, 2005).
Sanitasi mempunyai tiga prinsip, yaitu :
1)    Bersih secara fisik
2)    Bersih secara kimiawi
3)    Bersih secara mikrobiologi

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, antara lain yaitu: 
1)    Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
2)    Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
3)    Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
4)    Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).

Apa peran Bakteri Indikator Sanitasi Escherichia Coli dan Coliform? 
Dalam bidang mikrobiologi pangan, dikenal istilah bakteri indikator sanitasi. Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia. Pada umumnya bakteri tersebut  lazim terdapat dan hidup pada usus manusia. Ada tiga jenis bakteri indikator sanitasi yaitu Escherichia coli, kelompok
Streptococcus (Enterococcus) fekal dan Clostridium perfringens.. Bakteri yang 
paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi adalah E. coli, karena bakteri ini merupakan bakteri komensal pada usus manusia. Pada umumnya bakteri ini bukan patogen penyebab penyakit. Untuk itu pengujiannya tidak membahayakan dan relatif tahan hidup di air sehingga dapat dianalisis keberadaannya di dalam air yang notabene bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri. Sedangka dua jenis bakteri lainnya jarang digunakan dalam pengujian karena  bakteri C perfringens yang merupakan bakteri gram positif  pembentuk spora yang sering ditemukan dalam usus manusia. Meskipun demikian, bakteri ini jarang digunakan sebagai indikator sanitasi karena metode pengujiannya kurang spesifik, kadang-kadang ditemukan di luar usus manusia seperti pada tanah, debu, lingkungan dan sebagainya. Bakteri ini juga termasuk patogen asal pangan (foodborne pathogens) yang dapat menyebabkan keracunan. Kelompok Streptococci fekal merupakan bakteri gram positif bukan pembentuk spora yang ditemukan dalam usus manusia. Akan tetapi Streptococci fekal relatif tidak banyak diujikan sebagai indikator sanitasi karena beberapa spesiesnya ditemukan di luar usus manusia (S. equinus pada usus kuda, S. bovis pada sapi). Korelasinya dengan terdapatnya patogen tidak dianggap bagus. Meskipun demikian bakteri ini baik digunakan sebagai indikator sanitasi apabila jarak pengambilan sampel dan laboratorium pengujian cukup jauh karena relatif lebih tahan berada di dalam air ketimbang Escherichia coli. 
Apa Saja Sumber Kontaminasi pada industri pangan ?
Umumnya kasus keracunan makanan yang terjadi disebabkan oleh kontaminasi makanan oleh mikroorganisme. Keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat digolongkan menjadi dua yaitu intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi adalah keracunan makanan akibat toksin yang diproduksi oleh mikroorganisme. 
Mikroorganisme yang menimbulkan jenis keracunan makanan seperti ini antara lain adalah Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, C. perfringens, Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Jenis keracunan makanan yang kedua adalah infeksi, yaitu masuknya mikroba ke dalam alat pencernaan manusia. Di sini mikroba tersebut akan tumbuh, berkembang biak, dan menimbulkan penyakit. Dalam infeksi seperti ini, toksin juga diproduksi ketika organismenya sedang tumbuh, tetapi gejala penyakit yang utama bukan dihasilkan oleh adanya senyawa toksin dalam makanan ketika dikonsumsi melainkan oleh mikrobanya sendiri.
Sumber kontaminan pada bahan pangan dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu kontaminan primer dan kontaminan sekunder. Kontaminan primer disebabkan oleh perlakuan sebelum dipanen atau dipotong (untuk hewan) misalnya berasal dari makanan ternak, pupuk kandang, penyiraman dengan air tercemar dan lain-lain. Kontaminan sekunder dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan pangan dipanen atau dipotong, misalnya selama pengolahan, penjualan, penyajian. distribusi maupun penyimpanan dan persiapan oleh konsumen. 
Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada industri pangan secara lebih rinci adalah :
Bahan baku mentah
Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah amat penting karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya dalam bentuk spora.
  
Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan
Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interfal waktu agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang memungkinkan sumber pertumbuhan mikroba. Peralatan pengolahan yang tidak dicuci bersih seperti pisau (slicer), talenan, dan peralatan lain yang berhubungan langsung dengan bahan pangan; juga peralatan saji seperti piring, gelas, sendok, botol dan lain-lain dapat menjadi sumber kontaminan.
Peralatan untuk sterilisasi
Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75 - 760C agar bakteri thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.
Air untuk pengolahan makanan
Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum. Jika menggunakan air yang tidak berasal dari keran utama (misalnya dari tangki air yang tidak bertutup di loteng), air tersebut dapat mengandung bakteri yang berbahaya 
Air pendingin kaleng
Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan dengan air pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis yang cukup.
Biasanya digunakan khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5 - 1,0 ppm.
Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling equipment). 
Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga agar tidak terjadi rekontaminasi.

Pekerja
. Sebagai gambaran, manusia yang sehat saja mampu membawa mikroba seperti Eschericia coli, Staphlococcus aureus, Salmonella, Clostridium perfringens dan Streptococi (Enterokoki) dari kotoran (tinja). Streptococi umumnya terdapat dalam kulit, hidung, mulut, dan tenggorokan, serta dapat mudah dipindahkan ke dalam makanan. Manusia sehat bisa menjadi pembawa mikroba-mikroba tersebut dikarenakan pola atau kebiasaan tidak menjaga kebersihan diri sendiri. 
Contoh lainnya, kebiasaan tangan pekerja yang tidak disadari selalu menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa merupakan andil yang besar dalam perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Selain bahaya biologis, manusia juga membawa bahaya fisik. Misalnya, rambut dan perhiasan (cincin) pekerja yang tidak disadari jatuh ke dalam makanan.
Hewan
Sumber kontaminasi yang kedua adalah berasal dari hewan. Hewan juga dapat menjadi medium pertumbuhan dan penyebaran penyakit. Pada industri pangan yang menjadikan hewan sebagai bahan baku mereka, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan hewan tersebut. Namun, untuk sebagian besar industri pangan tidak menghendaki adanya hewan yang berada di area pengolahan makanan. Semua hewan membawa debu, kotoran dan mikroba. Ini termasuk hewan peliharaan rumah tangga seperti anjing dan kucing. Apabila hewan tersebut diizinkan berada di dekat makanan, makanan itu dapat terkontaminasi.
Ternak Besar 
Staphylococcus aureus merupakan penghuni dari hidung, mulut, tenggorokan, dan kulit dari hewan ternak. Akan tetapi sebagian besar yang terdapat adalah dalam bentuk koagulase negatif sehingga tidak virulen potensial. Selain itu, Sterptokokifekal, Clostridium perfringens, Salmonella, dan coliform merupakan penghuni alat pencernaan ternak.
Unggas 
Unggas adalah hewan yang mengandung Salmonella terbanyak termasuk galur-galur patogenik terhadap manusia. Penyakit perut oleh Salmonella pada manusia, kira-kira sebagiannya disebabkan oleh produk-produk unggas terutama telur. Pada telur yang sudah mengandung S. Typhimurium dapat menyebabkan penyakit typhus. Kulit-kulit telur menjadi sumber Salmonella dan dapat mengkontaminasi isi telur, bila kulit dan membrannya terluka atau bila telur dipecahkan. Oleh karena itu makanan yang mengandung produk-produk unggas perlu diperhatikan secara khusus, misalnya dengan mencuci bersih telur yang akan digunakan. Selain Salmonella, unggas dapat merupakan sumber Staphylococcus aureus bila kulitnya terluka dan terinfeksi oleh bakteri tersebut. Makin besar lukanya, penggandaan Staphylococcus aureus makin banyak.
Hewan Peliharaan 
Hewan-hewan peliharaan seperti anjing dan kucing diketahui banyak mengandung Salmonella yang diperoleh dari makanan anjing yang terkontaminasi. Oleh karena itu, hewan peliharaan sebaiknya tidak berkeliaran di areal persiapan, pelayanan, dan penyimpanan makanan. Pekerja yang telah memegang hewah harus mengganti baju dan mencuci tangannya dengan baik sebelum menangani makanan. Kontrol terhadap Salmonella dalam makanan hewan peliharaan akan membantu mengurangi salmonelosis pada hewan tersebut dan secara tidak langsung pada manusia.


Binatang Pengerat 
Tikus dapat mengkontaminasi makanan selama transportasi, penggudangan, dan dalam ruang persiapan pangan. Tikus membawa organisme penyakit pada kulit dan atau dalam alat pencernaan yang berasal dari makanan yang sudah terkontaminasi. Salah satu organisme penyakit tersebut adalah Salmonella yaitu S. typhimurium, S. enteridis, dan S. newport. Kontrol terhadap tikus ini penting dan harus dijaga dari tempat-tempat di mana makanan disimpan.
Serangga 
Lalat yang sering berdekatan dengan manusia dan paling sering ditemukan dalam pabrik makanan adalah Musa domestica. Tempat-tempat berkembang biak lalat yang paling disukai adalah kuku hewan, kotoran manusia, sampah, dan selokan. Oleh karena itu, kaleng-kaleng atau wadah-wadah sampah yang terbuka merupakan ancaman bagi sanitasi yang baik. Lalat sering kali membawa organisme-organisme penyakit dalam bagian-bagian mulut, pencernaan, kaki dan jari-jarinya. Karena serangga memakan kotoran-kotoran. Kesemuanya dapat mengandung patogen usus yang berasal dari manusia maupun hewan, di antaranya Salmonella. Oleh karena itu sangat penting sekali bahan pangan dilindungi dari lalat. Kecoa juga sering dijumpai dalam pabrik makanan. Hewan ini biasanya meninggalkan bau khas pada benda dan mengotorinya dengan fases yang agak cair. Kecoa suka akan makanan berpati, keju, dan bir, tetapi juga memakan hewanhewan mati, kulit, dan kertas dinding..
Debu dan kotoran 
Debu dan kotoran terdiri atas tanah, kulit mati, bulu-bulu halus dan berbagai partikel kecil lainnya. Debu dan kotoran ini sangat mudah tertiup ke makanan setelah terbawa ke dapur melalui pakaian dan sepatu. Tanah mengandung bakteri Clostridium perfringens penyebab keracunan makanan dan banyak lagi yang lain.

Buangan (sampah)
Sampah, terutama sampah dapur, mengandung makanan busuk, sisa-sisa makanan, sisa kupasan yang semuanya mengandung bakteri. Tempat sampah yang terbuka akan menarik lalat dan hama lainnya yang kemudian membawa bakteri ke makanan.
Sanitasi Ruang Produksi/Ruang Pengolahan Hasil Pertanian dan Perikanan
Sesauai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian tahun 2009,  ruang produksi/ruang pengolahan makanan juga berperan penting dalam menentukan berhasil tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan. Dua hal yang menentukan dalam menciptakan ruang produksi yang saniter adalah konstruksi ruang produksi dan tata letak (layout).
Dalam ruang pengolahan makanan harus ada pemisahan fisik antara ruang bersih dan ruangan kotor, lokasi tidak dekat dengan pemukiman padat, tidak di tengah sawah, tidak di daerah banjir/tergenang. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam merencanakan ruang produksi yang baik, adalah konstruksi bangunan yang anti tikus (rodentproof). 

Apa saja yang termasuk dalam sanitasi ruang produksi ?

1) Konstruksi Ruang Produksi
Kontruksi bangunan ruang produksi/dapur meliputi dinding, lantai, langit-langit, ventilasi, dan pencahayaan.
a)    Dinding
        Letak
Min. 20 cm di atas dan di bawah permukaan lantai
        Bahan
Tahan lama, kedap air, bagian dalam halus, rata, tidak berlubang, berwarna terang, tidak mudah terkelupas, mudah dibersihkan. Apabila digunakan pelapis dinding, bahannya harus tidak beracun (nontocsic).

b)    Lantai
        bahan
Harus kedap air, keras dan padat, tahan air, tahan garam, tahan asam dan basa serta bahan kimia lainnya
        kondisi
Permukaan lantai rata dan mudah mengalirkan air pencucian atau pembuangan. Lantai juga dapat dibuat miring kearah area pembuangan air, untuk mencegah adanya genangan air, tidak licin dan mudah dibersihkan. Pertemuan lantai dan dinding tidak boleh bersudut mati (harus lengkung), kedap air. Pemakaian karpet sebagai penutup lantai harus dari bahan yang mudah dibersihkan. Karpet tidak boleh digunakan pada area penyiapan makanan, ruang penyimpanan, dan area pencucian peralatan karena akan terekspos air atau minyak (Cichy, 1984).

Gambar 4. Sanitasi Lantai
c)    Langit-Langit
       Bahan: Tahan lama dan mudah dibersihkan
       Letak : Min. 2,5 m di atas lantai dan disesuaikan dengan peralatan,
       Kondisi:Langit-langit terbebas dari kemungkinan catnya rontok/jatuh atau dalam keadaan kotor dan tidak terawat, tidak rata, retak atau berlubang .
d)    Ventilasi
                  kondisi
Sirkulasi udara di ruang proses produksi baik (tidak pengap), lubang-lubang harus mencegah masuknya serangga, hama, dan mencegah menumpuknya debu atau kotoran, mudah dibersihkan.
                  bahan
Dapat menghilangkan kondesat uap asap, bau, debu dan panas, mudah dibersihkan. Dengan demikian dapur memerlukan alat penghisap (exhaust fan), atau paling tidak dilengkapi dengan cerobong yang dilengkapi sungkup asap (Anonim, 1996)

              e)         Pencahayaan
Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin bahwa semua peralatan yang digunakan di dapur dan ruang penyajian dalam keadaan bersih. Selain itu pencahayaan yang memadai juga sangat penting untuk menjamin keberhasilan pekerjaan preparasi/penyiapan, pengolahan, penyajian, dan penyimpanan makanan.
        Letak Lampu yang dipasang di atas area prosesing tidak boleh merubah warna
        Kondisi Cukup mendapat cahaya, terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan. Lampu dilengkapi dengan screen/pelindung sehingga aman bila jatuh dan bebas serangga
             2)         Tata Letak Ruang Produksi/Pengolahan
Tata letak peralatan ruang produksi yang baik pada dasarnya harus memenuhi 2 tuntutan yaitu :
a).  memungkinkan dilakukannya pekerjaan pengolahan makanan secara runtut dan efisien; terhindarnya kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah, peralatan kotor, dan limbah pengolahan.
Penataan alat pengolah dan fasilitas penunjang mengikuti urutan pekerjaan yang harus dilalui, dari bahan mentah sampai makanan siap disajikan, yaitu mulai preparasi, pengolahan atau pemasakan, dan penyajian.
Kontaminasi silang produk makanan dari bahan mentah dapat dihindari apabila jalur yang ditempuh produk makan terpisah dari jalur bahan mentah. Penanganan peralatan kotor harus menggunakan fasilitas penampungan air yang berbeda dengan yang akan digunakan untuk pengolahan. Fasilitas penyimpanan untuk makanan masak dipisahkan dari makanan mentah. Letak kontainer limbah atau sampah dijauhkan dari produk makanan, dan dalam keadaan tertutup rapat.

Sanitasi Sarana dan Prasarana Industri Pengolahan Hasil Pertanian dan Perikanan
Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan langsung dengan bahan. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi maka peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi. Frekuensi pencucian dari alat tersebut tergantung pada jenis alat yang digunakan. Peralatan harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah digunakan. Permukaan peralatan yang secara langsung kontak dengan makanan, seperti pemanggang atau oven (oven listrik, gas, kompor, maupun microwave), dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lain.
Pencucian dan sanitasi peralatan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual diperlukan pada peralatan besar seperti oven, pemanggang, panci perebus. Pencucian manual juga diterapkan pada panci, pan, kom adonan, serta pisau.
Prosedur pembersihannya adalah sebagai berikut :
1.            Pre Rinse/tahap awal:
Tujuan : menghilangkan tanah & sisa makanan dengan cara dibilas atau disemprot dengan air mengalir. 
2.            Pencucian 
Pencucian dilakukan dalam bak pertama yang berisi larutan deterjen hangat. Suhu yang digunakan berkisar anatar 43 - 49C (Gislen, 1983). Pada tahap ini diperlukan alat bantu sikat atau spon untuk membersihkan semua kotoran sisa makanan atau lemak. Hal yang penting untuk diperhatikan pada tahap ini adalah dosis penggunaan deterjen, untuk mencegah pemborosan dan terdapatnya residu deterjen pada peralatan akibat penggunaan deterjen yang berlebihan.

3.            Pembilasan
Tujuannya untuk menghilangkan sisa kotoran setelah proses pembersihan. Pembilasan dilakukan dalam bak kedua dengan menggunakan air hangat. Pembilasan dimaksudkan untuk menghilangkan sisa detejen dan kotoran. Air bilasan harus sering diganti. Akan lebih baik jika digunakan air mengalir.
Pembasahan, pelarutan dan pembilasan biasa dilakukan pada sanitasi ruangan (lantai, dinding, jendela) dan alat-alat besar. Sedangkan kegiatan saniter biasa digunakan untuk membersihkan alat-alat gelas atau alat-alat yang digunakan dalam laboratorium.
4.            Sanitasi atau Desinfeksi
Tujuannya untuk menghilangkan bakteri sanitasi atau desinteksi peralatan. Sanitasi atau desinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa metode.
        Metode pertama adalah meletakkan alat pada suatu keranjang, kemudian merendamnya dalam bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 77oC, selama paling sedikit 30 detik.
        Cara lainnya adalah dengan menggunakan bahan sanitaiser seperti klorin dengan dosis 50 ppm dalam air bersuhu kamar (24oC) selama paling sedikit 1 menit. Bahan sanitaiser lain yang dapat digunakan adalah larutan iodin dengan konsentrasi 12,5 ppm dalam air bersuhu 24oC, selama 1 menit atau lebih. Disarankan untuk sering mengganti air atau cairan pada ketiga bak yang digunakan. Di samping itu suhu air juga harus dicek dengan thermometer yang akurat untuk menjamin efektivitas proses pencuciannya.
             5.         Drying/Penirisan dan Pengeringan
Tujuannya supaya tidak ada genangan air yg menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme. Pengeringan bisa dilakukan dengan evaporator/menggunakan lap bersih. 
Tabel 10. Jenis pengotoran makanan dan pembersih yang dianjurkan
Jenis Pengotoran Makanan  
Pembersih yang dianjurkan  
Karbohidrat:  
Adonan tepung, pasta, kentang, sayuran 
Deterjen basa lemah 
Lemak:  
Mentega, minyak, frosting, lemak binatang, mentega kacang 
Deterjen basa lemah 
Protein tinggi:  
keju, kasein, ikan, daging poultry  
Chlorinated alkaline detergent 
Mineral:  
bayam, air keras, dairy products  
Acid detergent 




Bahan Pesanitasi

Apa saja yang digunakan sebagai  sumber Pesanitasi?
1. Uap
Uap untuk tujuan sanitasi dapat diterapkan dengan menggunakan uap mengalir pada suhu 170°F (76.7°C) selama 15 menit atau 200°F (93.3°C) selama 5 menit. Sanitasi dengan uap tidak efektif dan mahal. Penggunaan uap ini untuk permukaan yang terkontaminasi berat dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan yang keras pada residu bahan organik dan menghambat penetrasi panas yang mematikan mikroba.
2. Air Panas
Perendaman alat-alat kecil (pisau, bagian-bagian kecil, perangkat makan, dan wadah-wadah kecil) dalam air yang dipanaskan hingga 80°C atau lebih tinggi merupakan cara lain untuk sterilisasi panas. Efek yang mematikan oleh panas ini diduga disebabkan karena denaturasi beberapa molekul protein di dalam sel. Akan tetapi penuangan air panas ke dalam wadah bukan merupakan metode sterilisasi yang dapat diandalkan, karena dengan cara ini suhu tinggi tiak dapat dipertahankan untuk menjamin sterilisasi yang cukup. Air panas dapat merupakan cara yang efektif, non selektif untuk permukaan yang akan bersentuhan dengan makanan. Akan tetapi spora-spora mikroba dapat tetap hidup selama lebih dari 1 jam pada suhu air mendidih. Cara sterilisasi sering digunakan untuk plate heat exchanger dan peralatan makan yang digunakan dalam fasilitas pelayanan makanan (food service).
Udara panas juga dapat digunakan untuk sanitasi dengan suhu 82.2°C selama 20 menit.


3. Sanitasi Radiasi
Radiasi pada panjang gelombang 2500A dalam bentuk sinar ultra violet atau katode energi tinggi atau sinar gama akan menghancurkan mikroorganisme. Sinar ultra violet telah digunakan dalam bentuk lampu uap merkuri bertekanan rendah untuk menghancurkan mikroorganisme di rumah sakit, di rumah dan untuk aplikasi lain yang serupa. Akan tetapi cara ini mempunyai kelemahan dalam pemanfaatannya untuk pabrik makanan dan fasilitas pelayanan makanan, adalah hal total efektivitas. Kisaran mematikan mikroorganisme yang efektif dari sinar ultra violet ini pendek, sehingga membatasi penggunaanya dalam pengolahan pangan. Waktu kontak yang digunakan harus lebih dari 2 menit dan hanya mampu menghancurkan mikroba yang terkena sinar langsung. Aplikasi utama dari cara sterilisasi ini adalah di bidang pengkemasan.
4. Sanitasi Kimia
Berbagai sanitaiser kimia tersedia untuk digunakan dalam pengolahan dan pelayanan makanan. Sanitaiser kimia bervariasi dalam komposisi kimia dan aktivitas, tergantung pada kondisi. Pada umumnya, makin pekat suatu sanitaiser, kerjanya makin efektif dan makin cepat. Untuk memilih sanitaiser yang paling sesuai untuk suatu aplikasi yang spesifik, maka perlu dimengerti sifat-sifat dari suatu sanitaiser kimia. Oleh karena sanitaiser kimia tidak mampu berpenetrasi, maka mikroorganisme yang terdapat dalam retakan-retakan, celah-celah, lubang-lubang, dan dalam cemaran mineral tidak dapat dihancurkan seluruhannya. Agar sanitaiser yang dicampurkan dengan bahan pembersih bekerja secara efektif, maka suhu larutan pembersih harus 55°C atau lebih rendah dan cemaran yang ditimbulkan (yang ada) hanya ringan. 
Efektivitas suatu sanitaiser kimia dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik dan kimia seperti yang dijelaskan berikut ini :
a.            Waktu kontak
Waktu kontak minimum 2 menit untuk peralatan dan perlengkapan, kemudian ada waktu selang 1 menit setelah kontak tersebut, sebelum alat digunakan.
b.            Suhu
Laju pertumbuhan mikroflora dan laju kematian disebabkan oleh bahan kimia akan meningkat dengan naiknya suhu.Suhu optimum praktis untuk sanitasi adalah 70 - 100°F (21.1 - 37.8°C). Kenaikan suhu 18°C umumnya akan mengubah efektivitas dua kali lipat. Yodium bersifat mudah menguap dan hilang dengan cepat pada suhu di atas 120°F (48.9°C) atau khlorin menjadi sangat korosif pada suhu lebih dari 120°F. Beberapa sanitaiser tidak efektif pada suhu 40°F (4.4°C) atau di bawahnya. c.             Konsentrasi
Peningkatan konsentrasi sanitaiser akan meningkatkan kecepatan destruksi bakteri. Rekomendasi perusahaan umumnya adalah 50 persen margin of safety. Larutan sanitaiser harus diperiksa secara rutin dan diganti bila menjadi terlalu lemah dan biasanya disediakan “test kits” oleh perusahaan. Untuk beberapa sanitaiser warna dan bau dari larutan dapat merupakan indikasi kekuatan.
             d.         pH
Merupakan faktor kunci dalam efisiensi sanitaiser. Perubahan pH yang kecil saja sudah dapat mengubah aktivitas antimikroba dari sanitaiser. Senyawa-senyawa khlorin dan yodium umumnya menurunkan efektivitasnya dengan kenaikan pH. Khlorin akan kehilangan efektivitas dengan cepat pada pH lebih dari 10, sedangkan Yodium pada pH lebih dari 5.0. Pada umumnya makin tinggi pH, sanitaiser makin kurang efektif, kecuali quat (quaternary ammonium compounds) paling efektif pada pH agak basa (pH 7 - 9). e.    Kebersihan alat
Alat harus benar-benar bersih agar diperoleh kontak yang baik antara sanitaiser dengan permukaan alat. Di samping itu senyawa hipoklorit, senyawa khlorin lain, senyawa yodium, dan sanitaiser lain dapat bereaksi dengan bahan organik dari cemaran yang belum dihilangkan dari peralatan dan menurunkan efektivitasnya. f.             Kesadahan air
Bila air terlalu sadah (lebih dari 200 ppm kalsium), jangan menggunakan senyawa quat kecuali bila digunakan juga senyawa sequestering atau chelating. Pencampuran senyawa quat mampu mengimbangi kesadahan hingga 500 ppm. Bila tidak ada senyawa sequestering, air sadah akan membentuk lapisan pada permukaan alat. Sanitaiser dengan efektivitas optimum pada pH rendah (2 - 3) seperti iodophores, juga kurang efektif pada air sadah karena pH air akan naik. Efektivitas bakterisidal dari hipoklorit tidak dipengaruhi oleh air sadah, tetapi dalam air yang sangat sadah (500 ppm) dapat terbentuk endapan. g. Incompatible agents
Kontaminasi khlorin atau yodium dengan deterjen alkali akan menurunkan efektivitas dengan cepat, karena pH akan naik. Kontaminasi senyawa quart dengan senyawa-senyawa asam (misal deterjen anionik dan beberapa fosfat), menyebabkan quart tidak efektif.




Aplikasi Sanitaiser 
 Sanitaiser dapat diaplikasikan dengan cara sirkulasi, perendaman, penggunaan sikat, fogging (pembentukan kabut), dan penyemprotan. Sirkulasi sanitaiser dapat dilakukan dengan memompakan larutan sanitasi. Perhatian khusus harus diberikan pada katup-katup. Bila terjadi penurunan kekuatan sanitaiser hingga sebanyak 50 persen atau lebih, sistem belum bersih benar karena adanya kehilangan akibat interaksi sanitaiser dengan bahan organik.
 Alat-alat kecil dan alat-alat makan dan minum disanitasi dengan perendaman selama paling sedikit 2 menit, kemudian ditiriskan. Wadah-wadah yang besar dan terbuka, sanitasinya paling baik dilakukan dengan dibantu sikat. Wadah-wadah tertutup seperti tanki susu, efektif dengan fogging. Untuk tujuan ini, kekuatan larutan sanitaiser umumnya harus dua kali penggunaan biasa dan waktu kontak tidak kurang dari 5 menit. Demikian pula apabila sanitaiser diaplikasikan dengan penyemprotan pada permukaan-permukaan yang luas dan terbuka, kekuatan larutan harus dua kali penggunaan biasa.
Tabel 11. Rekomendasi perusahaan untuk konsentrasi dan waktu penggunaan sanitaiser
Jenis bahan kimia
Konsentrasi rendam dan
sirkulasi
(ppm)
Spray (ppm)
Kontak

Waktu (menit)
oF(oC)
Khlorin : 




Dikhloroisocyanurat 
100
1200
1-2
75(40.6)
Khloramin T (pH 7.0) 
250
400-
500
2
75(40.6)
Khloramin T (pH 8.5) 
250
400-
500
20
75(40.6)
Hidantoin (pH asam) 
200
400
2
75(40.6)
Yodium 
12,5
25
2
75(40.6)
Bromin-khlorin 
25
75
2
75(40.6)
Anionik asam 
200
400
2
75(40.6)

Tabel 12. Rekomendasi umum untuk sanitaiser
Tujuan spesifik
Sanitaiser yang direkomendasi-kan dengan urutan yang lebih disukai
Spora bakteri
Khlorin
Bacteriophage
Khlorin, antionik-asam
Coliform
Hipokhlorit, iodophor
Salmonella
Hipokhlorit, iodophor
Tujuan spesifik
Sanitaiser yang direkomendasi-kan dengan urutan yang lebih disukai
Psikotrops Gram (-)
Khlorin
Sel Vegatatif Gram (+)
Quat, iodophor, khlorin
Virus 
Khlorin, iodophor, anion-asam 
Kondisi air  

Air sadah 
Anionik-asam, hipokhlorit, iodophor 
Air dengan besi 
Iodophor 
Penanganan air 
Hipokhlorit 
Ruang/peralatan  

Peralatan alumunium 
Iodophor, quat 
Udara berkabut (fogging) 
Khlorin, iodophor, quat 
Sanitasi, tangan 
Iodophor 
Peralatan pada saat akan digunakan 
Iodophor, khlorin 
Peralatan yang akan disimpan 
Quat 
Dinding 
Quat, khlorin 
Permukaan porous dan putih 
Khlorin, quat 
Kerja fisik yang diinginkan  

Lapisan bakteriostatik 
Quat 
Pencegahan pembentukan film 
Iodophor, quat 
Kontrol bau 
Quat 
Penetrasi 
Iodophor, quat 
Film residu 
Quat 
Kontrol visual 
Iodophor 
Hubungan ekonomi  

Harga rendah 
Khlorin 
Korosif 
Khlorin 
Non-korosif 
Quat 
Stabilitas 
Iodophor, quat, anionik-asam 
Stabilitas larutan bekas 
Anionik-asam, quat 
Stabilitas suhu 
Anionik-asam, quat 

Apa Keuntungan dan dan kerugian dari  disinfektan ?
Keefektifan prosedur pembersihan dan disinfeksi diperiksa dengan melakukan monitor secara mikrobiologi terhadap produk makanan dan permukaan yang kontak dengan makanan. Monitor secara mikrobiologi terhadap produk pada se
tiap tahap produksi juga akan memberikan informasi tentang keefektifan
prosedur pembersihan dan disinfeksi.
Suhu tinggi akan mengakibatkan evaporasi gas Cl2 dari larutan dan menurunkan efektivitas larutan. Gas Cl2 juga dapat menganggu pernafasaan. Pada suhu tinggi, hipoklorit dan chloramine lebih stabil daripada gas chlorine dan lebih efektif dalam membasmi kuman, tetapi larutan ini sangat korosif dan menjadi lebih korosif bila suhu meningkat. Jadi direkomendasikan untuk dipakai pada temperatur 20-25°C.
Tabel 13. Keuntungan dan dan kerugian beberapa disinfektan
Disinfektan
Keuntungan
Kerugian
Gas klorin dan
hipoklorit
     Murah
     Mudah dipakai
     Residunya mudah diukur
     Spektrum   luas     untuk kuman sporanya
     Korosif       bila konsentrasi-nya
tinggi
     Iritasi kulit
     Efektif bila pH ˂ 7
     Berbau
     Sisa makanan/kotoran menghambat daya
kerjanya
Iodophor 
     Kekuatan desinfektan dapat dilihat dari warnanya, 12 ppm berwarna seperti teh, 25 ppm berwarna seperti air
kopi
     Tidak korosif
     Tidak efektif terhadap spora
     Mahal
     Memberi warna bila pekat
     Bereaksi dengan zat tepung memberi
warni biru
Quart (Amonium quartener)
                        Efektif pada pH netral
                        Tidak korosif
                        Tidak berbau
                        Tidak
berpengaruh oleh sisa/debu makanan
                        Tidak
menimbulkan iritasi
                        Meninggalkan
suatu lapisan film yang
menghambat pertumbuhan mikroba
                        Mahal
                        Tidak
kompatibel pada animik deterjen
                        Aktivitas
rendah             pada    air sadah
                        Kurang
efektif untuk sporan kuman
                        Perlu dirinse off
                        Memberikan
rasa tambahan (off
flavour’s)
                                            Sumber :  Buku GMP, 2002


Membuat Larutan Saniter :
Dalam melakukan sanitasi, larutan saniter sebaiknya dibuat terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan. Untuk mengencerkan disinfektan disarankan untuk menggunakan air sadah standar yaitu : 17 ml larutan CaCl2, 6H2O 10% (b/v) dan 5.0 ml larutan MgSO4, 7H2O 10% (b/v), kemudian ditambahkan 3.3 liter air suling.
Uji Pengaruh Sanitasi Terhadap Kontaminasi Wadah :
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah dan alat-alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang cukup banyak. Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat-alat pengolahan pangan meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa makanan, diikuti dengan perlakuan saniter menggunakan germisidal atau bakterisidal. Deterjen yang digunakan untuk mencuci wadah dan alat-alat pengolahan tidak boleh bersifat korosif dan mudah dicuci/dibilas dari permukaan.
Uji Pengaruh Sanitasi Terhadap Tingkat Kebersihan Tangan Pekerja :
Tangan pekerja merupakan bagian tubuh yang paling sering kontak dengan bahan pangan selama pengolahan. Perilaku yang kurang baik dari seorang pekerja, misalnya tidak mencuci tangan sebelum bekerja, mengorek kuping, tidak mencuci rambut, memegang hidung yang kena flu, bersin, mengeluarkan dahak selama bekerja, toilet yang kurang bersih dan kebiasaan lainnya. Hal itu sangat potensial dapat memindahkan mikroorganisme patogen yang ada pada tubuhnya ke dalam makanan yang sedang diolah. Dengan demikian akan mudah berakibat terkontaminasinya makanan tersebut. Sangat dianjurkan agar pekerja selalu membersihkan tangannya sebelum bekerja, mencuci dengan air bersih dan sabun serta disediakan lap tangan atau tisue.
Uji Pengaruh Sanitasi Terhadap Kontaminasi Pada Sayuran/buah
Sayuran maupun buah-buahan yang akan dijadikan bahan baku dapat merupakan sumber kontaminasi apabila tidak dibersihkan terlebih dahulu. Mikroorganisme yang menempel pada bahan tersebut dapat berasal dari tanah tempat tumbuhnya. Penanganan yang kurang baik, pisau pemotong yang kurang steril, air pencuci yang kurang bersih, juga berasal dari tangan pekerja. Tahap pertama yang perlu dilakukan terhadap bahan baku sebelum pengolahan adalah membersihkan dari kotoran, kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir atau air kran.
Amati Tingkat Kebersihan Tangan Pekerja di unit produksi sekolah dan atau industri yang ada didekat anda!
Yang diamati
Ya
Tidak
Tidak mencuci tangan sebelum bekerja,


Mengorek kuping,  


Tidak mencuci rambut,  


Memegang hidung yang kena flu,  


Bersin,  


Mengeluarkan dahak selama bekerja,  


Toilet yang kurang bersih dan kebiasaan lainnya


 
Proses Sanitasi
Pelaksanaan proses sanitasi didasarkan pada dokumentasi Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) atau dalam bahasa Indonesia biasa di sebut dengan Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPO Sanitasi).
Secara umum Pre-requisite (persyaratan) program adalah hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan hygiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan yang dikenal dengan Good Manufacturing Practicing (GMP).
Penerapan Pre-requisite program harus didokumentasikan dalam SPO Sanitasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penerapan Pre-requisite Program
1.        Program harus terdokumentasi 
2.        Identifikasi semua langkah dalam operasi yang kritis terhadap keamanan dan mutu pangan 
3.        Terapkan prosedur kontrol yang efektif pada setiap tahap operasi 
4.        Monitor prosedur kontrol untuk menjamin efektivitasnya 
5.        Pelihara pencatatan yang baik dan review prosedur pengendalian (secara periodik atau jika ada perubahan operasi)

Di dalam penerapan sanitasi ada delapan Kunci Persyaratan Sanitasi menurut National Seafood HACCP Alliance for Training and Education (NSHATE) (1999) mengelompokkan prinsip-prinsip sanitasi untuk diterapkan dalam SPO Sanitasi menjadi 8 Kunci persyaratan Sanitasi, yaitu :
Kunci 1. 
Keamanan air
Kunci 2. 
Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
Kunci 3. 
Pencegahan kontaminasi silang
Kunci 4. 
Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet
Kunci 5. 
Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
Kunci 6. 
Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar
Kunci 7.
Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi
Kunci 8. 
Menghilangkan hama dari unit pengolahan

Kunci 1. Keamanan air
Air merupakan komponen penting dalam industri pangan yaitu sebagai bagian dari komposisi; untuk mencuci produk; membuat es/glazing; mencuci peralatan/sarana lain; untuk minum dan sebagainya. Oleh karena itu dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih (pipa saluran air harus teridentifikasi dengan jelas).
Monitoring keamanan air :
        Air PAM : bukti pembayaran dari PAM, fotokopi hasil analisa air dari PAM. Bila ragu disarankan untuk dianalisa tambahan dari lab penguji terakreditasi.
        Air sumur : dilakukan sebelum usaha bisnis dimulai. Pengujian kualitas air dari lab. penguji pangan yang terakreditasi.
        Air laut: harus dilakukan lebih sering dari air PAM/sumur; dengan inspeksi secara visual/organoleptik.
             Tindakan Koreksi :                                                                  
Harus segera dilakukan tindakan koreksi bila terjadi atau ditemukan adanya penyimpangan. Misal : dengan penyetopan saluran, stop proses produksi untuk sementara, tarik produk yang terkena.
Rekaman : Dilakukan pada setiap monitoring, serta bila terjadi tindakan koreksi. Bentuk rekaman : rekaman monitoring periodik, rekaman periodik inspeksi plumbing, rekaman monitoring sanitasi harian.
Kunci 2. Kondisi dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan
Monitoring : Kondisi permukaan yang kontak dengan pangan : dilakukan dengan inspeksi visual terhadap permukaan. Kebersihan dan sanitasi permukaan yang kontak dengan pangan : apakah terpelihara. Tipe dan konsentrasi bahan sanitasi : dengan test strips/kits. Verifikasi dilakukan dengan pengujian mikrobial permukaan secara berkala. Kebersihan sarung tangan dan pakaian pekerja. : apakah dalam kondisi baik.
Tindakan koreksi : Bila terjadi konsentrasi sanitiser bervariasi setiap hari maka harus memperbaiki/ganti peralatan dan melatih operator. Observasi pertemuan dua meja, bila terisi rontokan produk maka pisahkan agar mudah dibersihkan. Bila meja kerja menunjukkan tanda korosi maka perbaiki/ganti meja yang tidak korosi.
Rekaman : Dilakukan pada setiap monitoring dan bila terjadi koreksi
Bentuk rekaman : monitoring periodik, rekaman monitoring sanitasi harian/ bulanan.

Kunci 3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang sering terjadi pada industri pangan akibat kurang dipahaminya masalah ini. Beberapa hal untuk pencegahan kontaminasi silang adalah : tindakan karyawan untuk pencegahan, pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi, disain sarana prasarana.
Monitoring : Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk jadi. Pemisahan yang cukup produk-produk dalam penyimpanan. Pembersihan dan sanitasi area, alat penangan dan pengolahan pangan. Praktik higiene pekerja, pakaian dan pencucian tangan. Praktik pekerja dan peralatan dalam menangani produk. Arus pergerakan pekerja dalam pabrik dan unit usaha perlu diatur alirannya agar berjalan dengan baik.
Tindakan koreksi : Bila pada monitoring terjadi ketidak sesuaian yang mengakibatkan kontaminasi silang maka stop aktivitas sampai situasi kembali sesuai; ambil tindakan pencegahan terjadinya pengulangan; evaluasi keamanan produk, jika perlu disposisi ke produk lain, reproses atau dibuang bila produk terkontaminasi.
Rekaman : Dokumentasikan koreksi yang dilakukan Rekaman periodik saat dilakukan monitoring.

Kunci 4. Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
Kondisi fasilitas cuci tangan, toilet dan sanitasi tangan sangat penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan. Kontaminasi akibat kondisi fasilitas tersebut akan bersifat fatal, karena diakibatkan oleh bakteri patogen.
Monitoring : Mendorong program pencucian tangan untuk mencegah penyebaran kotoran dan mikroorganisme patogen pada area penanganan, pengolahan dan produk pangan.
Tindakan Koreksi : Perbaiki atau isi bahan perlengkapan toilet dan tempat cuci tangan. Buang dan buat larutan baru jika konsentrasi bahan sanitasi salah. Observasi catatan tindakan koreksi ketika kondisi sanitasi tidak sesuai. Perbaiki toilet yang rusak.
Rekaman : Rekaman yang dapat dilakukan untuk menjaga kunci sanitasi : kondisi dan lokasi fasilitas cuci tangan, toilet; kondisi dan ketersediaan tempat sanitasi tangan, konsentrasi bahan sanitasi tangan, tindakan koreksi pada kondisi yang tidak sesuai.

Kunci 5. Proteksi dari Bahan-Bahan Kontaminan
Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindung dari kontaminasi mikrobial, kimia dan fisik.
Monitoring : Yang perlu dimonitor : bahan-bahan berpotensi toksin dan air yang tidak saniter. Dilakukan dalam frekuensi cukup, saat dimulai produksi dan setiap 4 jam. Observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari.
Tindakan koreksi : Hilangkan bahan kontaminasi dari permukaan; Perbaiki aliran udara suhu ruang untuk mengurangi kondensasi; Gunakan air pencuci kaki dan roda truk sebelum masuk ruang prosesing; Buang bahan kimia tanpa label dan lainlain.
Kunci 6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar
Monitoring : Tujuan monitoring ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelabelan : nama bahan/larutan dalam wadah; nama dan alamat produsen/distributor; petunjuk penggunaan; label wadah untuk kerja harus  menunjukkan : 
     Nama bahan/larutan dalam wadah
     Petunjuk penggunaannya 
     Penyimpanan bahan yang bersifat toksin seharusnya :
     tempat dan akses terbatas;
     memisahkan bahan food grade dengan non food grade; jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk;        penggunaan bahan toksin harus menurut instruksi perusahaan produsen; prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk. 
     Waktu monitoring : frekuensi yang cukup; direkomendasikanpaling tidak sekali sehari; observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari.
Tindakan Koreksi : Bila terjadi ketidak sesuaian pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin, maka koreksinya antara lain :
1.      pindahkan bahan toksin yg tdk benar penyimpanannya;
2.      kembalikan ke pemasok bahan yang tidak diberi label dengan benar;
3.      perbaiki label;
4.      buang wadah rusak;
5.      periksa keamanan produk,
6.      diadakan pelatihan.
Rekaman : Rekaman kontrol sanitasi periodik; rekaman kontrol sanitasi harian; log informasi harian.

Kunci 7. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi
Tujuan dari kunci 7 ini adalah untuk mengelola personil yang mempunyai tandatanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobiologi.
Monitoring : Untuk mengontrol kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan kontaminasi mikrobiologi pada pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak dengan pangan. Beberapa tanda kesehatan yang perlu perhatian pada monitoring : diare, demam, muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine.
Tindakan Koreksi : Tindakan yang harus dilakukan oleh manajemen : memulangkan/mengistirahatkan personil, mencover bagian luka dengan impermeable bandage.
Rekaman : Data kesehatan hasil pemeriksaan kesehatan reguler dan rekaman tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan.

Kunci 8. Menghilangkan Hama dari Unit Pengolahan
Tujuan dari kunci 8 ini adalah : menjamin tidak adanya pest (hama) dalam bangunan pengolahan pangan.
Beberapa pest yang mungkin membawa penyakit :
Lalat dan kecoa : mentransfer : Salmonella, Streptococcus, C.botulinum, Staphyllococcus, C.perfringens, Shigella
§  Binatang pengerat : sumber : Salmonella dan parasit
§  Burung : pembawa variasi bakteri patogen :  Salmonella dan Listeria

Monitoring :
Tujuan monitoring untuk mengkonfirmasikan bahwa hama (pest) telah dikeluarkan dari area pengolahan seluas-luasnya dan prosedur diikuti untuk mencegah investasi. Monitoring dilakukan dengan inspeksi visual, tempat persembunyian tikus, alat perangkap tikus, alat menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan.
Tindakan Koreksi : Misal, setelah gunakan pestisida dan perangkap, lalat kembali memasuki ruang pengolahan, maka tambahkan “air curtain” di atas pintu luar dan pindahkan wadah buangan.
Rekaman : Rekaman kontrol sanitasi periodik dan rekaman kontrol sanitasi harian.
Contoh : SPO Sanitasi (SSOP) dalam bidang pengolahan Hasil Perikanan
Untuk mencegah pencemaran produk perikanan, produsen harus memperhatikan sanitasi lingkungan. Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan sanitasi lingkungan, yaitu :
1 Pasokan Air dan Es
Air merupakan komponen penting dalam industri perikanan. Air dapat membersihkan kontaminan dari produk perikanan, namun air yang tidak bersih dapat menyebabkan kontaminasi pada produk perikanan. Air sebagai media pembersih harus bersih. Adapun yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang bebas dari mikroba patogen dan sumber pencemar lainnya. 
2.             Peralatan dan Pakaian Kerja
Peralatan dan pakaian kerja yang digunakan oleh pekerja dalam menangani atau mengolah produk perikanan dapat menjadi sumber kontaminasi. Peralatan yang kontak langsung dengan bahan atau produk perikanan harus mudah dibersihkan, tahan karat (korosi), tidak merusak, dan tidak bereaksi dengan produk perikanan (Gambar 2.15).Peralatan harus dicuci dengan air hangat untuk menghilangkan lapisan lemak dan kemudian bilas dengan air bersih. Setelah kering, lanjutkan dengan proses sterilisasi. Untuk proses sterilisasi peralatan dapat digunakan air dengan kandungan klorin berkisar 100–150 ppm. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi ulang, peralatan yang sudah dicuci harus ditiriskan dan disimpan di tempat yang bersih.
Pakaian kerja yang digunakan dalam industri perikanan harus dijamin kebersihannya. Pakaian kerja meliputi sepatu boot, jas kerja, sarung tangan,  masker, dan tutup rambut. Agar terjamin kebersihannya, pakaian kerja harus dicuci setiap hari oleh perusahaan. Pakaian kerja yang telah dicuci disimpan di tempat bersih. Sepatu dicuci dan disikat sampai bersih. Air yang digunakan untuk mencuci sepatu adalah air yang mengandung klorin berkadar 150 ppm.
3.             Pencegahan Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang adalah kontaminasi yang terjadi karena adanya kontak langsung atau tidak langsung antara produk perikanan yang sudah bersih dengan produk perikanan yang masih kotor. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya proses kontaminasi silang adalah 
  Konstruksi, Disain dan Lay Out  Pabrik
  Kebersihan Karyawan
  Aktivitas dan Perilaku Karyawan
  Pisahkan Antara Bahan Baku
  Kondisi Sanitasi Ruang Kerja dan Peralatan
  Penyimpanan dan Perawatan Bahan Pengemas
  Cara Penyimpanan dan Kondisi
  Penanganan Limbah
4.             Toilet
Toilet adalah tempat karyawan buang air, dengan demikian harus selalu bersih. Toilet harus dilengkapi dengan sabun, tissue, dan tempat sampah. Ventilasi toilet harus diatur sedemikian rupa agar tidak mencemari produk. Pintu toilet harus tidak menyerap air dan bersifat anti karat. Kebersihan toliet juga harus selalu terjaga. Toilet yang tidak terjaga kebersihannya akan menjadi sumber kontaminan yang dapat mencemari produk perikanan, baik melalui perantaraan karyawan atau binatang. Selain bersih, jumlah toilet harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja. Sebagai patokan, satu toilet maksimal diperuntukan bagi 15 karyawan.
5.             Tempat Cuci Tangan dan Kaki
Tempat untuk karyawan mencuci tangan harus tersedia dalam jumlah memadai dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau. Tempat cuci tangan biasanya terletak di sekitar toilet, pintu masuk, atau di maupun sekitar tempat cuci kaki. Pada unit pengolahan ikan segar, jumlah tempat cuci tangan relatif banyak. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan sarana pembersih tangan dan pengering. Bahan yang digunakan sebagai pembersih tangan harus bahan yang tidak memiliki bau agar tidak mencemari produk perikanan yang dihasilkan. Tempat untuk mencuci tangan yang terletak di bagian awal dari alur proses dilengkapi dengan sabun. 
Fasilitas cuci kaki biasanya terletak berdekatan dengan tempat mencuci tangan atau kamar mandi. Tempat mencuci kaki berupa genangan air yang telah ditambahkan klorin sebagai anti mikroba. Konsentrasi klorin berkisar 100 - 200 ppm.



6.             Bahan Kimia Pembersih dan Sanitiser
Jenis bahan kimia pembersih dan sanitiser yang digunakan dalam industri perikanan harus sesuai persyaratan yang ditetapkan. Bahan kimia harus mampu mengendalikan pertumbuhan bakteri (antimikroba).
Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba. Antimikroba dapat dikelompokkan menjadi antiseptik dan desinfektan. Antiseptik adalah pembunuh mikroba dengan daya rendah dan biasa digunakan pada kulit, misalnya alkohol dan deterjen. Desinfektan adalah senyawa kimia yang dapat membunuh mikroba dan biasa digunakan untuk membersihkan meja, lantai, dan peralatan. 
Tabel 14. Senyawa antiseptik dan desinfektan
Senyawa Kimia
Mekanisme Pengrusakan
Penggunaan
Etanol (50- 70%)

Denaturasi proteins dan kelarutan lemak
Sebagai antiseptik pada kulit skin
Isopropanol             (5070%)

Denaturasi proteins dan kelarutan lemak
Sebagai antiseptik pada kulit skin
Formaldehid (8%)

Reaksi dengan NH2,
SH       dan        gugus
COOH

Disinfectant, kills
Endospores
Yodium Tincture (2% , I2 In 70%
alcohol)
Menghambat
aktivitas protein
Antiseptik digunakan di kulit
Gas Klorin (Cl2)
Membentuk asam
Hipoklorous
Disinfektan      pada
air
Minum
Gas Ag nitrat
(AgNO3)


Penggumpalan
protein
Antiseptik umum yang digunakan
untuk mata bayi
yang baru lahir
Hg khlorida
Inactivates proteins by reacting with
sulfide groups
Disinfektan      dan kadang-kadang
diguna             kan sebagai antiseptik pada kulit
Detergents (e.g. quaternary am monium compounds)

Disrupts cell
membranes
Desinfektan dan
antiseptik         pada
kulit
Senyawa Kimia
Mekanisme Pengrusakan
Penggunaan
Senyawa fenol (e.g. asam karbolonat,
lisol, hexylresorsinol
,
hexakhlorophe n)
Denature       proteins
and
disrupt                  cell
membranes

Antiseptik pada Konsentrasi
rendah               dan
Disinfektan pada konsentrasi tinggi
 Gas Etilen Oksida
Alkylating agent sebagai antiseptic pada kulit skin

Sebagai
disinfektan
pada              bahan
sterilisasi
bahan yang tidak tahan   panas, seperti karet dan plastic
Sumber : Kenneth Todar, 2001
7.         Kesehatan Karyawan
Kondisi kesehatan setiap karyawan yang bekerja harus selalu dimonitor oleh pihak perusahaan. Karyawan yang menderita sakit dan diduga dapat mencemari bahan atau produk perikanan dilarang bekerja di unit penanganan atau pengolahan. Jenis penyakit yang dapat menjadi pencemar dan mengkontaminasi bahan dan produk perikanan antara lain batuk, flu, diare dan penyakit kulit. Pekerja yang mengalami luka pada telapak tangannya juga harus dilarang bekerja di unit penanganan dan pengolahan.
8.         Pengendalian Hama
Hama harus dicegah agar tidak masuk ke unit penanganan atau pengolahan. Hama dapat mencemari produk perikanan dengan kotorannya maupun potongan tubuhnya. Hama juga dapat menjadi hewan perantara bagi mikroba pencemar. Rodentia pembawa Salmonella, dan parasit. Lalat dan kecoa merupakan serangga pembawa Staphylococcus, Shigella, Clostridium perfringens, dan C.
Botulinum. Sedangkan burung pembawa Salmonella dan Listeria.
Pada ikan asin, serangga meletakkan telur-telurnya selama proses penjemuran. Bila keadaan telah memungkinkan, telur-telur akan menetas. Larva yang lahir akan memperoleh makanan dari sekelilingnya.
Setelah dewasa dan bermetamorfosa, serangga akan terbang dengan meninggalkan lubang-lubang pada permukaan ikan asin. Untuk mengatasi serangan hama, sebaiknya disiapkan program pemusnahan hama secara berkala. Fumigasi  merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk mengatasi
serangan hama di gudang penyimpanan.




SUSULAN PAS GANJIL 2020/2021 KELAS X SELASA 15 DESEMBER 2020

  KERJAKAN SOAL SUSULAN PAS SESUAI DENGAN MATA PELAJARAN BELUM KALIAN IKUTI, JANGAN MEMAKAI UCBROWSER JIKA MENGERJAKAN PAS, KARENA NILAI TID...