KELAS
DARING
KELAS
SEMESTER GENAP 2019/2020
SMK
NEGERI 2 BAGOR
NAMA KELAS : X APHP, X TATA BOGA 2, X PERHOTELAN 3
NAMA GURU : CHITRA RINI HURUSTIATI
JUDUL
MATERI : JUJUR MERUPAKAN PINTU SELAMAT
TANGGAL : 31 – 03 - 2020
MATERI : BIMBINGAN KONSELING
JUJUR
MERUPAKAN PINTU SELAMAT
Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar
dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya
mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur
itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan
banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana
yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli,
utang-piutang, sumpah, dan sebagainya.
Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung
orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah
untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan
sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits
yang shahih bahwa Nabi bersabda,
“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran
itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang
yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi
Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena
kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka.
Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis
di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
A.
Definisi
Jujur
Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan
yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka
dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. kejujuran itu
ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan
suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang
berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah
menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam
batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang
yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid,
padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara
lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia
menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman,
sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
Imam Ibnul Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran
(kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu
antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama
lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan
yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
Allah berfirman,
“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang
yang benar kebenaran mereka.” (QS. al-Maidah: 119)
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zumar: 33)
B.
Keutamaan
Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena
kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya
kepada akhlak tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi,
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”
Kebajikan adalah segala sesuatu yang meliputi makna
kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat bajik kepada sesama.
Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan
keimanan, dasar agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat
tersebut. Baginya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan
kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan
selamat dari segala keburukan.
Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana
disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau
bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi
mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan
mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual
beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa
yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus
keberkahannya.”
Dalam kehidupan sehari-hari –dan ini merupakan bukti yang
nyata– kita dapati seorang yang jujur dalam bermuamalah dengan orang lain,
rezekinya lancar-lancar saja, orang lain berlomba-lomba datang untuk
bermuamalah dengannya, karena merasa tenang bersamanya dan ikut mendapatkan
kemulian dan nama yang baik. Dengan begitu sempurnalah baginya kebahagian dunia
dan akherat.
C.
Macam
– Macam Kejujuran
1.
Jujur dalam niat dan
kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan
kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa
dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada
Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada
perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.
2.
Jujur
dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali
dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang
paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
3.
Jujur
dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau
Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan
Allah.” Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi
adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah:
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,
“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada
Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami,
pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang
saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya,
mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah
orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76)
4.
Jujur dalam perbuatan,
yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda antara amal
lahir dengan amal batin, sebagaimana dikatakan oleh Mutharrif, “Jika sama
antara batin seorang hamba dengan lahiriahnya, maka Allah akan berfirman,
‘Inilah hambaku yang benar/jujur.’”
5.
Jujur dalam kedudukan
agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa
takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan
akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi
sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan
jujur, sebagaimana firman Allah,
D.
Hakekat
Kejuruan
Orang yang selalu berbuat kebenaran dan kejujuran, niscaya
ucapan, perbuatan, dan keadaannya selalu menunjukkan hal tersebut. Allah telah
memerintahkan Nabi untuk memohon kepada-Nya agar menjadikan setiap langkahnya
berada di atas kebenaran sebagaimana firman Allah,
“Dan katakanlah (wahai Muhammad), ‘Ya Tuhan-ku,
masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara
keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang
menolong.” (QS. al-Isra’: 80)
Allah juga mengabarkan tentang Nabi Ibrahim yang memohon
kepada-Nya untuk dijadikan buah tutur yang baik.
“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang
(yang datang) kemudian.” (QS. asy-Syu’ara’: 84)
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah
tertetapkan, dan terhubung kepada Allah. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga
balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Allah telah menjelaskan
tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang
telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka
itu adalah orang-orang jujur dan benar.